BANYAK RS TERANCAM SAKIT - BPJS Utang Rp 17 Triliun ke Rumah Sakit

Jakarta-Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mengungkapkan, BPJS Kesehatan memiliki utang Rp17 triliun  kepada rumah sakit (RS) per 30 September 2019. "Lebih baik dibayar (utang tersebut). Biar nanti RS-nya enggak ikut sakit, karena semua kan perlu biaya," ujar Ketua Persi Kuntjoro Adi Purjanto di Jakarta, Selasa (12/11).

NERACA

Kuntjoro merasa khawatir karena mulai bermunculan rumah sakit yang terancam 'sakit'. Rumah sakit tersebut menunggak biaya operasionalnya lantaran utang tersebut belum terbayarkan. Namun, Kuntjoro enggan menyebutkan persentase ataupun jumlah RS tersebut.

"Sudah ada beberapa RS yang menunda pembayaran jasa dokternya, pegawainya, dan distributor obatnya bagaimana? Itu belum dibayar. Apalagi PMI bayar bank darah transfusi. Itu kan tertunda juga," ujarnya seperti dikutip cnnindonesia.com. Terkait utang tersebut, pihak media elektronik itu sudah berupaya meminta penjelasan kepada Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf .

Tak hanya untuk menyelamatkan operasional RS, Kuntjoro juga mengatakan pembayaran utang tersebut akan melancarkan pelayanan BPJS Kesehatan pada masyarakat. Terlebih, pemerintah sudah memiliki rencana untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Selain itu, terdapat anjuran dari Menteri Kesehatan Terawan Agus Pitranto untuk membantu pembayaran iuran bagi peserta mandiri kelas III, sehingga memungkinkan pertambahan peserta di kelas tersebut. "Ada kemungkinan permintaan pasar kelas III meningkat karena permintaan penurunan kelas dari masyarakat. Tentu RS akan dan harus menyesuaikan. RS pemerintah harus segera menyediakan tempatnya. Masa didiemin saja," ujarnya.

Menurut keterangan dari Kuntjoro, kenaikan jumlah peserta kelas III akan menuntut RS pemerintah untuk menyediakan ruangan RS untuk kelas III dalam porsi 30-40%. Dengan perkiraan tersebut, pelunasan utang diperlukan oleh RS untuk memenuhi kebutuhan tersebut. "Kalau RS yang penting surplus, dibayar. Kalau ada dana yang mengucur setelah peraturan presiden turun, ini diharapkan banget," ujarnya.

Kondisi keuangan BPJS Kesehatan sekarang ini memang masih dilanda masalah. Mereka diperkirakan akan mengalami defisit keuangan sampai dengan Rp32 triliun.

Untuk mengatasi masalah tersebut Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres berisi ketentuan soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri hingga dua kali lipat.

Dalam keputusan tersebut, besaran iuran peserta mandiri kelas III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan. Lalu, iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan.

Terakhir, iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I melonjak dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Kenaikan iuran tersebut diterapkan mulai 1 Januari 2020 mendatang.

Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR Ansory Siregar, kenaikan bukan solusi untuk mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan. Kenaikan tersebut katanya, justru bisa menjadi bumerang bagi pemerintah dan masyarakat.

Pasalnya, kenaikan salah satunya dilakukan pada peserta BPJS Kesehatan kelas III. Ansory mengatakan peserta BPJS Kesehatan kelas III merupakan masyarakat yang memiliki latar belakang ekonomi minim.

"Itu (kenaikan iuran) adalah kezaliman dan penindasan. Apalagi, dalam 1 KK (Kartu Keluarga) ada yang sampai lima orang. Harus bayar semua. Sudah tak punya duit harus bayar lagi," ujarnya.  

Anggota Komisi IX DPR lainnya, Netty Prasetiyani, meminta pemerintah untuk menarik kembali keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut. Dia mendorong pemerintah pusat untuk mencari cara terobosan baru dalam menyelesaikan defisit BPJS selain menaikkan iuran.

"Misal dengan data cleansing, data manajemen, sistem belanja dan lainnya. Ini butir rapat 8 November lalu. Mendesak pemerintah untuk bisa kerja kolaborasi dengan mendesak pemerintah bisa kerja kolaborasi dengan Kemenkeu (Kementerian Keuangan), Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri), karena ada Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) yang saling berkait satu sama lain," ujarnya.

Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menyatakan akan menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung supaya dibatalkan. Perpres tersebut mengatur kebijakan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja sampai hingga 100%.  

Ketua umum KPCDI Tony Samosir mengatakan saat ini pihaknya tengah berdiskusi dengan kuasa hukum untuk mengajukan gugatan. Gugatan diajukan karena kenaikan iuran yang akan mulai diberlakukan 1 Januari 2020 tersebut berpotensi memberatkan masyarakat terutama yang tergabung dalam komunitasnya. Dia bercerita ada beberapa pasien cuci darah saat ini menjadi peserta BPJS Kesehatan kelas mandiri.

Sebagai besar pasien cuci darah tersebut saat ini sudah kehilangan pekerjaan karena dianggap tidak produktif. "Bahkan bekerja pun sudah terbatas karena terikat jadwal cuci darah dan kondisi kesehatan lainnya," ujarnya belum lama ini.

Menurut dia, bila kenaikan iuran menjadi 100% tetap diberlakukan, pengeluaran pasien tersebut bisa meningkat. Tony mencontohkan bila dalam satu keluarga ada empat orang, dengan iuran baru, pengeluaran mereka bisa meningkat jadi Rp160 ribu untuk kelas III.

DAU Tambahan

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggelontorkan Rp3,5 triliun untuk membayar selisih perubahan iuran BPJS Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah (pemda). Dana tersebut diberikan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) tambahan.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.07/2019 tentang Dana Alokasi Umum Tambahan Bantuan Pembayaran Selisih Perubahan Iuran Jaminan Kesehatan Penduduk yang Didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.

Beleid itu diteken Sri Mulyani pada 5 November 2019 dan diundangkan pada 8 November 2019.
Dalam pertimbangannya, Sri Mulyani menjelaskan PMK166/2019 dirilis sebagai tindak lanjut dari Pasal 103A Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"Pemerintah pusat memberikan bantuan pendanaan kepada pemda dalam rangka penyetoran selisih perubahan iuran jaminan kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemda terhitung sejak Agustus sampai dengan Desember 2019," ujar Sri Mulyani dalam pertimbangan PMK166/2019, seperti dikutip Kamis (14/11).
Perpres 75/2019 mengatur iuran BPJS Kesehatan untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan pemda naik Rp19 ribu yaitu dari Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan. Kenaikan berlaku sejak 1 Agustus 2019.

Sri Mulyani menjelaskan alokasi DAU tambahan tersebut terdiri dari DAU Tambahan Selisih Perubahan Iuran sebesar Rp3,34 triliun dan cadangan perubahan jumlah kepesertaan sebesar Rp0,16 triliun. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…