Sektor Manufaktur Harus Berani Lakukan Terobosan

NERACA

Jakarta – Sektor industri manufaktur dinilai perlu memperbanyak terobosan di tengah ketatnya persaingan dengan pelaku usaha di kawasan Asia yang semakin ketat melalui inovasi pemanfaatan teknologi dan efisiensi proses produksi.

”Satu-satunya jalan memperkuat daya saing industri manufaktur adalah inovasi. Walaupun ada disrupsi, namun akan lebih efisien," kata Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Sulistyaningsih, seperti disalin dari Antara.

Selama dua tahun terakhir kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB nasional cenderung menurun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut di tahun 2018, sektor industri manufaktur ini hanya berkontribusi 19,82 persen terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai Rp14.837 triliun. Sementara pada tahun 2017 industri manufaktur menyumbang 21,22 persen dari PDB sebesar Rp13.588 triliun.

Lana yang juga analis PT Samuel Asset Management itu menambahkan, masalah terbesar yang membuat daya saing industri tidak solid bukan berasal dari pelaku usahanya, melainkan lingkungan bisnis yang menciptakan ekonomi biaya tinggi.

"Beberapa faktor yang membuat biaya produksi mahal adalah aspek non teknis seperti pungli, macet, kadang ada bajing loncat. Biaya itu bisa mencapai 10 persen dari biaya produksi,” tegasnya.

Lana tidak melihat harga energi menjadi faktor utama yang menurunkan daya saing industri nasional, karena cenderung stabil dan kontraknya jangka panjang. Seperti halnya gas bumi yang sesungguhnya lebih kompetitif dan efisien sebagai sumber energi.

Melalui strategi yang tepat, banyak sektor industri yang sukses memperkuat bisnisnya karena beralih menggunakan gas bumi sebagai sumber energi yang harganya relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir.

Salah satu perusahaan keramik yang mampu mengoptimalkan peluang pasar yaitu PT Cahayaputra Asa Keramik Tbk, yang pendapatannya naik hingga 47,37 persen menjadi Rp84 miliar di kuartal I 2019. Sementara laba bersihnya tumbuh 50 persen menjadi Rp6 miliar.

Direktur Cahayaputra Asa Keramik Juli Berliana mengatakan, kinerja positif sepanjang kuartal I/2019 itu didorong oleh pengenaan bea masuk pengamanan impor ubin keramik mulai Oktober 2018.

Perusahaan keramik lainnya, PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) juga mampu meraih pendapatan Rp561,22 miliar, naik 13,44 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, Rp494,71 miliar. Laba bersih ARNA juga melesat 41,20 persen menjadi Rp55,69 miliar.

Pada periode sama 2018, laba bersih ARNA Rp39,86 miliar seiring dengan kemampuan menurunkan biaya produksi. Beberapa tahun sebelumnya, pengusaha keramik mengeluh harga gas yang tinggi membuat produknya kalah bersaing, salah satunya dengan produk keramik asal China. Padahal harga gas ke industri di Indonesia rata-rata sebesar 8,8 dolar AS per mmbtu dan sedangkan di China 15,0 dolar AS per mmbtu.

Sementara itu, pemerintah semakin gencar memacu investasi sektor industri karena dinilai mampu memberikan efek berganda dan memperkuat struktur perekonomian nasional. Oleh karena itu, berbagai kebijakan strategis telah diterbitkan guna menciptakan iklim usaha yang kondusif.

“Dari hasil pertemuan kami dengan para investor, mereka melihat Indonesia masih menjadi negara tujuan utama investasi. Indonesia dinilai memiliki peluang pengembangan industri manufaktur melalui pasar yang besar dan ketersediaan tenaga kerja yang kompetitif. Ini potensi bagi kita,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Peningkatan investasi di sektor industri manufaktur, terlihat dari capaian penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) pada kuartal II tahun 2019 yang melonjak dibanding kuartal sebelumnya. Sepanjang periode April-Juni tahun ini, sumbangsih sektor manufaktur pada PMDN senilai Rp22,2 triliun atau di atas perolehan periode sebelumnya yang mencapai Rp16,1 triliun.

Adapun tiga sektor penopang untuk PMDN paruh kedua itu, yakni industri makanan yang mengucurkan dananya sebesar Rp12,3 triliun, kemudian industri kimia dan farmasi Rp3,6 triliun, serta disusul kelompok industri logam, mesin, elektronik, jam, dan optik Rp2,2 triliun.

Kontribusi selanjutnya, antara lain industri kayu Rp667 miliar, industri tekstil Rp662 miliar, industri kertas dan percetakan Rp653 miliar, industri karet dan plastik Rp652 miliar, industri mineral nonlogam Rp586 miliar, serta industri kendaraan bermotor dan transportasi lain Rp562 miliar.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…