BPKN SOROTI KASUS OVO DAN BANK MANDIRI - Insiden Konsumen E-Commerce Diduga Meningkat

Jakarta-Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) memperkirakan insiden perlindungan konsumen (PK) terkait e-commerce akan meningkat pesat di tahun mendatang, seiring dengan semakin inklusifnya kehidupan sosial ekonomi masyarakat dengan jasa finansial teknologi. BPKN saat ini juga menyoroti masalah penggunaan aplikasi OVO dan kasus perubahan saldo nasabah Bank Mandiri akibat gangguan sistem teknologi informasi (TI).  

NERACA

Karena tanpa pengaturan segera oleh pemerintah atas keberadaan kepastian hukum dan jalur pemulihan bagi konsumen, insiden-insiden tersebut berpotensi berkembang tidak terkendali.

"Upaya BPKN melihat perubahan pola transaksi sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen, serta melihat ketahanan perlindungan konsumen (PK) di Indonesia tidak lagi memadai untuk menghadapi tantangan PK pada saat ini dan masa depan. Situasinya sebenarnya sangat rawan dengan mencermati beberapa indikator, di antaranya kejelasan akses pemulihan bagi transaksi e-commerce, sistem lembaga pemulihan," ujar Ardiansyah, Ketua BPKN, dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu saat bertepatan dengan Hari Konsumen Dunia di Jakarta.

Saat ini BPKN menilai penggunaan aplikasi OVO sebagai alat pembayaran resmi di fasilitas umum yang dikelola afiliasinya yang bernaung di bawah Grup Lippo sebagai bentuk pemaksaan yang melanggar hak-hak konsumen. BPKN juga menilai hal tersebut dapat merusak persaingan pasar yang sehat.

“Persoalan payment gateway yang mengharuskan parkir di satu tempat tertentu, seperti di pusat perbelanjaan dengan menggunakan aplikasi (pembayaran) terafiliasi seperti yang diduga dilakukan OVO dan Lippo, merupakan wujud monopli,” ujar Wakil Ketua BPKN Rolas Budiman Sitinjak dalam keterangan pers, Sabtu (20/7).

Untuk menertibkan praktik-praktik yang mengancam persaingan usaha yang sehat tersebut, Rolas mengimbau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera turun tangan. Menurut dia, selain Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), OJK memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar. “Karena ini melibatkan Fintech,” tegasnya.

Di kesempatan yang berbeda, KPPU melihat, ada indikasi praktik bisnis yang kurang sehat yang dilakukan platform pembayaran yang juga terafiliasi dengan Grup Lippo tersebut. “Penelitian oleh KPPU dilakukan di semua tempat parkir perbelanjaan,” ujar komisioner sekaligus juru bicara KPPU, Guntur S Saragih seperti dikutip mediaindonesia.com.

Oleh sebab itu, alasan pembayaran merupakan bagian dari ekosistem platform digital. menurut Guntur, tidak bisa dibenarkan. Dia mengingatkan konsumen harus memiliki ruang untuk memilih penyedia jasa, karena pusat perbelanjaan merupakan tempat yang terbuka untuk umum dan bukan tempat yang hanya boleh didatangi pihak terbatas. ”Pusat perbelanjaan itu jatuhnya publik,” kata Guntur.

Bukan hanya itu, sekali pun Lippo dan OVO terafiliasi, memberikan kewenangan kepada OVO saja untuk mengelola metode pembayaran di lahan parkir pusat perbelanjaan milik Lippo juga seharusnya tidak diperbolehkan. Pasalnya, hal itu menutup peluang terhadap pelaku lain yang memiliki layanan dan kemampuan seperti OVO.

KPPU, saat ini, masih melakukan penelitian lebih lanjut, mulai dari latar belakang sampai praktik yang terjadi melibatkan OVO di pusat perbelanjaan milik Lippo. “Setelah ini baru meningkat ke penyelidikan,” ucap Guntur.

Hal senada diungkapkan Pengamat Transportasi dan Kebijakan Publik Universitas Trisakti Yayat Supriatna. Dia berkesimpulan praktik monopoli dalam metode pembayaran pada jaringan perusahaan terafiliasi itu, membuka tabir bahaya monopoli di masa mendatang.

“Dimulai dari aksi jor-joran promo di layanan transportasi yang terafiliasi dengan OVO, itu hanya permukaan. Di balik itu, terjadi gurita paymen gateway yang disokong modal besar, seperti OVO. Memaksa seluruh konsumen menggunakan cara pembayaran tunggal, lama kelamaan pesaing mati, konsumen pun semakin ketergantungan,” ujar Yayat.

Bidang Perbankan

Terhadap insiden perubahan saldo secara mendadak yang menimpa banyak nasabah Bank Mandiri, BPKN menyikapi insiden perubahan saldo secara mendadak tersebut sebagai suatu kesalahan yang tidak bisa ditoleransi. Bank Mandiri perlu mengevaluasi ulang semua sistem keamanan dan sistem transaksi perbankannya.

Koordinator Komisi Kerjasama dan Kelembagaan BPKN Nurul Yakin Setyabudi mengatakan, bank BUMN tersebut tidak bisa hanya mengelak bahwa kegagalan akibat proses perawatan sistem semata. Demikian juga Bank Indonesia (BI) sebagai regulator sistem pembayaran perlu bersikap tegas terhadap penyelenggara sistem pembayaran yang lalai dan telah menimbulkan kerugian pada konsumen.

BI sebagai regulator juga harus mendorong pemulihan hak konsumen yang dirugikan atas insiden ini. Bank Indonesia ke depan perlu menerapkan mekanisme denda atas gagalnya sistem pembayaran seperti ini oleh penyelenggara.

"Gagalnya suatu sistem pembayaran dampaknya ke konsumen akan luar biasa. kegagalan sistem pembayaran dapat berakibat terganggunya transaksi yang mendesak, gagalnya peluang bisnis, maupun timbulnya biaya tak perlu, surcharge, denda dan waktu yang terbuang yang menjadi beban konsumen," ujar Nurul di Jakarta, Sabtu (20/7).

"Bahkan bisa berakibat kehilangan nyawa bila suatu transaksi bersifat kritis dan terkait darurat medis atau kebencanaan. Dalam skala lebih luas, kegagalan suatu sistem pembayaran akan berdampak pada kepercayaan pada perdagangan, sistem moneter dan ekonomi nasional," sambungnya.

Dengan demikian Regulasi Keamanan Sitem dan SLA (Service Level Agreement) yang ketat, sehingga akan mendorong Penyelenggara Sistem Keuangan untuk membangun Sistem Pembayaran yang benar-benar andal dan aman, sehingga menjamin rasa aman bagi konsumen. Kerugian konsumen atas kegagalan sistem pembayaran harus dicegah dan dipulihkan bila terjadi insiden.

"Oleh karenanya sangat mendesak untuk merevisi Peraturan Bank Indonesia No. PBI No.16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran, dengan memperluas cakupan dan meningkatkan kapasitas lembaga terhadap perlindungan konsumen. Hal ini selaras dengan peningkatan inovasi teknologi informasi dan peningkatan Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik," ujarnya seperti dikutip merdeka.com.

Peningkatan perhatian perlindungan konsumen di Sektor Jasa Keuangan ini sesuai arahan G20 High Level Principles of Financial Consumer Protection, 2011 serta The Good Practices of Financial Consumer Protection, World Bank 2012 & 2017.

Demikian juga BI perlu mendukung komitmen pemerintah untuk memperkuat perlindungan konsumen di Indonesia yang ditetapkan melalui Strategi Nasional Keuangan Inklusif (Perpres No. 82/2016) dan Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (Perpres No. 50/2017). bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…