Tantangan Dihadapi Masih Besar

 

Oleh: Tauhid Ahmad

Direktur Eksekutif INDEF

Indef telah melakukan penelitan-penelitian termasuk dampak perang dagang. Perhitungan indef terhadap dampak perang dagang terhadap pertumbuhan ekonomi RI masih positif tetapi nilainya kecil. Dampak ke dalam negeri tercatat sebesar 0,01%, jadi masih relatif kecil. Sementara itu Vietnam yang mengalami pertumbuhan paling besar yakni 0,52% dan selanjutnya 0,11%. Secara sektor yang besar dampaknya terhadap Indonesia adalah ke food product, lalu wiring appareal, karena ada investasi yang masuk ke dalam negeri.

Terhadap ekspor RI, terdampak lumayan besar yakni terjadi penurunan sebesar -0,24%. Gejalanya sudah mulai membesar, sementara di Vietnam terjadi penambahan angka ekspor sebesar 2,58%. Hal ini tentu cukup menantang kenapa Vietnam bisa melakukan itu.

Memang sejak 10 tahun lalu FDI Vietnam telah mengambil porsi yang besar dalam nilai tambah. Produk made in Vietnam telah mereka lakukan sejak lama dan semua investasi asing masuk besar sekali ke Vietnam. Kemudian terhadap sektor ekspor yang akan berkembang terlihat mulai positif termasuk pakaian jadi, kerajinan kulit dan lain-lain, namun juga ada yang minus seperti sebagian wood product, paper product, mineral, metal dan sebagainya. Itulah beberapa sektor yang terdampak perang dagang.

Ihwal investasi sebagai tujuan, ternyata meskipun perang dagang terjadi, tercatat ada investasi masuk sebesar 1,02%. Indonesia masih mempunyai peluang yang cukup besar. Namun memang yang paling menikmati adalah Vietnam sebesar 8,05% dan Thailand (2,73%).  Artinya, pertambahan PDB kita sebesar 0,01% diperkirakan terjadi melalui jalur investasi. Investasi yang paling ada pada sektor pakaian jadi, kulit dan beberapa lainnya. Namun juga ada yang paling yakni sektor mesin dan lain-lain.

Negara lain yang terdampak negatif investasi seperti China dan Amerika Serikat. Jadi kuncinya mengapa diperlukan dukungan investasi karena di masa perang dagang saat ini Indonesia masih punya peluang untuk mengantisipasi ekspor yang terdampak cukup besar.

Namun sayangnya pertumbuhan investasi terutama FDI ke dalam negeri dari tahun ke tahun semakin menurun. Misalnya di 2016 pertumbuhan FDI 17,3% dan akhirnya sampai ke 5,3%. Agar kembali seperti dulu maka investasi harus dikejar untuk tumbuh di atas 10%.

Masalah dan tantangan yang dihadapi, Pertama, efisiensi investasi di Indonesia  rendah. ICOR RI 2018 adalah 6,30. Itu artinya biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan output menjadi jauh lebih besar. Bila dibandingkan misalnya pada 2013 dan 2012 di angka 4,5 dan 4,3. Dibandingkan negara-negara lain ICOR RI jauh lebih tinggi. Biaya investasi kita semakin mahal. Contohnya Malaysia punya ICOR 4,6, Filipina 3,7, bahkan Vietnam masih 5,2. Jadi, soal efisiensi investasi ini yang masih persoalan berat dalam negeri.

Tantangan Kedua, ternyata investasi RI dominan ke sektor tersier. Sektor jasa dan sebagainya yang multiplier effect nya terhadap struktur perekonomian kita rendah. Pertumbuhan investasi besar, tetapi penciptaan lapangan kerja ternyata tidak sebesar investasi yang ada. Tantangan ini yang cukup besar dalam investasi. Ketiga, adalah soal kemudahan dalam berusaha. Masih stagnan karena Indonesia masih berada pada peringkat ke 73.

Permasalahan hukum dalam kontrak, enforcing contracts masih menjadi masalah karena soal hukum dan sebagainya. Kedua, starting business. Seperti halnya disampaikan Presiden Jokowi dalam visi-nya bahwa ada masalah dalam proses perizinan. Menurut data Bank Dunia, prosedur di Indonesia ada 10 tahapan dengan waktu 19,6 hari dengan cost lebih kurang 6,1% dari income per kapita.

Di Singapura, prosedur investasi atau berusaha hanya 2 tahap dan satu setengah hari selesai. Vietnam juga mulai meringkas menjadi 8 prosedur dengan waktu sekitar 17 hari.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…