Regulasi Pengembangan Energi Terbarukan Perlu Akselerasi Masif

 

 

NERACA

 

Jakarta - Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menilai regulasi pengembangan energi terbarukan di Indonesia perlu akselerasi secara masif dengan didukung komitmen kuat berbagai pihak terkait. "Pengembangan energi terbarukan kita (sekarang ini) mandek. Akselerasi yang masif perlu dilakukan untuk mencapai target energi terbarukan kita," katanya dalam diskusi di Jakarta, Kamis (7/2).
Leonard mengingatkan Indonesia telah menandatangani Kesepakatan Paris yang merupakan komitmen global sebagai upaya agar kenaikan rata-rata suhu bumi tidak melewati 1,5 derajat Celsius. Greenpeace merupakan lembaga swadaya masyarakat global, yang bergerak pada isu-isu lingkungan.

Pembicara lainnya, Kepala Kajian Lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Alin Halimatussadiah menyatakan pentingnya komitmen pemerintah dan penerapan kebijakan yang tepat. "Semua itu tergantung 'political will'. Regulasi yang ada (sekarang ini) tidak mendukung ke arah sana," katanya.

Menurut dia, saat ini, pengembangan Indonesia masih tertinggal dari negara lain, padahal Indonesia mempunyai potensi besar, tetapi sedikit, yang dimanfaatkan. Alin menuturkan, selain regulasi, ada juga permasalahan pendanaan. Di negara lain, lanjutnya, telah mempersiapkan lini dari hulu ke hilir, sehingga tidak hanya membangun pembangkit listrik, tapi juga industrinya.

Sementara itu, Kepala Analis Energi The Economist Intelligence Unit Peter Kiernan menyatakan berbagai kebijakan terkait energi terbarukan dapat dilihat dari berbagai negara seperti Eropa dan Amerika Utara. "Target energi bersih yang dimiliki Indonesia harus ditopang oleh pelaksanaan kebijakan energi yang jelas agar bisa dicapai," katanya.

Selain itu, diingatkan pula bahwa teknologi pembangkitan energi baru dan terbarukan (EBT) telah semakin meningkat dan efisien, sehingga membuat biaya investasi makin murah dengan biaya operasional yang juga rendah dan stabil dibandingkan pembangkitan energi fosil. Dengan kata lain, ujar dia, ada dampak positif terhadap perekonomian nasional, di samping dampak positif yang jelas terhadap kondisi lingkungan hidup.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan pemerintah tetap berkomitmen meningkatkan pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional menjadi 23 persen pada 2025. "Untuk energi baru terbarukan, komitmen pemerintah sesuai COP 21 di Paris itu adalah 23 persen menggunakan EBT pada 2025. Komitmen ini tetap kita pertahankan dan akan kita laksanakan," ujar Jonan.

 

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…