PPATK Dorong Diterbitkannya Perpres Beneficial Ownership

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendorong segera diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) terkait kepemilikan perusahaan penerima manfaat atau 'beneficial ownerhip'. Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, Perpres Beneficial Ownership (BO) dirancang untuk mengetahui identitas penerima manfaat dari korporasi atau legal arrangement tertentu.

"Selama ini, concern pemerintah baru tertuju kepada legal ownership, sehingga acapkali penerima manfaat sebenarnya tak terlacak," ujar Kiagus saat jumpa pers di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa (19/12). Menurut Kiagus, penerbitan Perpres tersebut, merupakan salah satu langkah untuk mempercepat peningkatan transparansi kepemilikan perusahaan penerima manfaat dari aktivitas perekonomian.

Dengan rencana penerbitan Perpres itu, lanjut Kiagus, pemerintah akan mengetahui apabila sebuah korporasi atau pemilik korporasi terlibat kejahatan. "Transparansi itu akan memudahkan PPATK mendeteksi praktik pencucian uang yang menggunakan sarana korporasi dan legal arrangement," kata Kiagus. Perpres Beneficial Ownership sendiri diharapkan dapat berjalan beriringan dengan program Ditjen Pajak terkait keterbukaan informasi, Automatic Exchange of Information (AEoI).

Perpres Beneficial Ownership nantinya akan mengatur kewajiban pengungkapan kepemilikan saham atau perusahaan di seluruh industri, tidak hanya di bidang ekstraktif. Dalam mengimplementasikan beneficial ownership di seluruh sektor industri, pemerintah nanti juga akan menggandeng semua pihak seperti Kementerian Keuangan, Bappenas, KPK, OJK, Bank Indonesia dan pihak lainnya mengingat aturan terkait keterbukaan kepemilikan saham atau penerima manfaat masih tersebar di dalam beberapa kementerian dan lembaga tersebut. 

Sebelumnya, Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak, Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, mengungkapkan Indonesia sebenarnya sudah memiliki aturan soal BO. Namun, selama ini aturan yang berlaku masih di sektor keuangan dan masih tersebar di masing-masing kementerian/lembaga. Namun, dengan lahirnya perpres ini, cakupan dari BO akan lebih luas lagi. “Teknisnya juga nanti diatur dalam perpres. Yang penting informasinya lengkap diberikan oleh perusahaan. Ini masalah kejujuran saja sebenarnya sehingga tidak ada cost-nya,” ujarnya.

Lebih lanjut, John mengatakan, diharapkan perpres ini selesai dalam waktu dekat mengingat pada November tahun ini, Ditjen Pajak akan menjalani asesmen tahap kedua oleh global forum atau OECD untuk Exchange of Information (EoI) by request untuk beneficial ownership dengan negara lainnya. “Penilaian akan mencakup asesmen akses informasi ke keuangan yang Indonesia sudah miliki, lalu BO yang mencakup regulasinya,” ucapnya.

Staf Ahli bidang Kelembagaan Bappenas Diani Sadia Wati mengatakan bahwa pemerintah akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait kepemilikan perusahaan penerima manfaat atau beneficial ownership dalam waktu dekat. "Perpres akan keluar dalam waktu yang tidak terlalu lama, sedang dalam proses finalisasi tingkat pemerintah," katanya.

Pemerintah sendiri tengah mendorong sistem data yang lebih baik, antara lain basis data beneficial ownership, data "interfacing", data-data sumber daya alam, pembenahan data-data keuangan dengan data perpajakan, lalu juga ada kebijakan satu data dan satu peta. "Kalau dari sisi Perpres-nya ini sebenarnya isinya nanti tentu ada ketentuan dengan langkah-langkah dari peraturan yang tadi, ya tidak hanya industri ekstraktif tapi juga lebih umum, lebih mencakup bidang-bidang pendanaan terorisme, lalu pencucian uang, karena memang ini saling berkaitan dengan satu sama yang lainnya," papar Diani.

Di Indonesia, prakarsa transparansi penerimaan negara dari industri ekstraktif tersebut dimulai pada 2007 ketika menyatakan dukungan bagi EITI. Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang diperoleh dari industri ekstraktif, ditandatangani pada 2010. Sebagai negara anggota EITI, Indonesia telah mempublikasikan peta jalan (roadmap) transparansi beneficial ownership pada awal 2017. Pada 2020, Indonesia harus dapat mempublikasikan nama, domisili, dan kewarganegaraan orang atau sekelompok orang yang mengontrol perusahaan-perusahaan industri ekstraktif dalam laporan EITI.

 

 

BERITA TERKAIT

Ribuan Skincare Disita Karena Tidak Sesuai Ketentuan, BPOM Imbau Masyarakat Tidak Tergiur Promosi dan Lebih Teliti

  Ribuan Skincare Disita Karena Tidak Sesuai Ketentuan, BPOM Imbau Masyarakat Tidak Tergiur Promosi dan Lebih Teliti NERACA Jakarta -…

Kembangkan Klusterisasi, Kementan dan BI Siap Tingkatkan Usaha Petani Muda Kalsel

NERACA Tanah Laut - Pengembangan dunia pertanian terus dilakukan jajaran Kementerian Pertanian (Kementan) RI, beragam program dan terobosan, di antaranya…

Menkeu Catat Penarikan Utang Menurun 12,2%

  NERACA Jakarta - Pemerintah menarik utang baru sebesar Rp132,2 triliun hingga Mei 2024, turun 12,2 persen (year-on-year/yoy) di tengah…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Ribuan Skincare Disita Karena Tidak Sesuai Ketentuan, BPOM Imbau Masyarakat Tidak Tergiur Promosi dan Lebih Teliti

  Ribuan Skincare Disita Karena Tidak Sesuai Ketentuan, BPOM Imbau Masyarakat Tidak Tergiur Promosi dan Lebih Teliti NERACA Jakarta -…

Kembangkan Klusterisasi, Kementan dan BI Siap Tingkatkan Usaha Petani Muda Kalsel

NERACA Tanah Laut - Pengembangan dunia pertanian terus dilakukan jajaran Kementerian Pertanian (Kementan) RI, beragam program dan terobosan, di antaranya…

Menkeu Catat Penarikan Utang Menurun 12,2%

  NERACA Jakarta - Pemerintah menarik utang baru sebesar Rp132,2 triliun hingga Mei 2024, turun 12,2 persen (year-on-year/yoy) di tengah…