Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Perdebatan soal market share bank syariah atau keuangan syariah masih bersifat "debattable" hingga saat ini. Anggapan tentang bank syariah harus bersifat emosional market yang berdasarkan persepsi umat Islam seperti yang diinginkan oleh beberapa komunitas teryata dalam sebuah penelitian pengaruhnya tidak terlalu besar dalam mendorong masyarakat berinteraksi dengan bank syariah. Bahkan, faktor brand (merek) dari bank syariah teryata menjadikan penentu terbesar dari faktor memilih bank syariah sebagai transaksi dalam berbisnis. Dengan pemahaman ini, perlu sebuah perumusan kembali terhadap strategi komunikasi dan sosialisasi bank syariah atau keuangan syariah dalam membangun paradigma keuangan syariah kedepan. Selain itu pemahaman ini memberikan lompatan besar bahwa penerapan bank syariah di Indonesia bersifat universal dan bukan lagi sekedar milik umat Islam saja.
Sebuah karya penelitian Novia mahasiswi dari Universitas Azzahra Jakarta, yang baru dirilis dengan studi kasusnya di DKI Jakarta, memberikan gambaran tersebut yang sangat jelas, bahwa sebagian besar persepsi masyarakat berinteraksi dengan bank syariah dikarenakan faktor dari brand yang selama ini disosialisasikan kepada masyarakat. Secara parsial variabel sharia branding berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan menabung. Sedangkan parsial variabel persepsi umat Islam berpengaruh positif tetapi tidak signifikan. Dengan demikian antara brand dan persepsi umat Islam memiliki keterkaitan dan apabila di mix dalam sebuah strategi marketing akan mendorong sebuah perubahan baru dalam dinamika perbankan syariah ke arah yang lebih berkemajuan.
Dari kajian ini memberikan sebuah cakrawala baru teryata branding sharia pada perbankan syariah yang baik harus dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi sehingga dapat mengajak masyarakat untuk menjadi nasabah pada perbankan syariah. Bank syariah harus lebih meningkatkan kualitasnya sehingga dapat merubah persepsi masyarakat tentang perbankan syariah dan meningkatkan minat menabung masyarakat terhadap perbankan syariah.
Pilihan masyarakat terhadap brand sharia mengindentifikasi bahwa selama ini bank syariah dalam memberikan pelayanannya sudah standar seperti pelayanan yang dimiliki oleh bank - bank konvensional meskipun dalam praktiknya banyak kekurangan yang dimiliki oleh bank syariah. Seperti sumber daya insani (SDI), permodalan, pemasaran dan teknologi IT. Namun dengan brand sharia yang mampu menarik masyarakat mengidentifikasikan jika bank syariah atau keuangan syariah menjadikan pilihan di hati masyarakat. Lantas yang menjadikankan pertanyaan, bagaimanakah semua itu bisa dimaksimalkan dengan baik?
Karena itu, peran regulator khususnya Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa mencerna semua itu dengan sebuah kebijakan-kebijakan yang lebih konkret untuk mendorong mobilisasi brand shariah kearah yang positif. Sharia conpliance atau kepatuhan merupakan syarat mutlak yang harus diakukan pada kebijakan regulator dalam mendorong brand sharia. Munculnya berbagai kasus-kasus yang ada selama ini di bank syariah, tidak lepas dari unsur kepatuhan yang diterabas sehingga mengurangi citra bank syariah sebagai beyond banking. Untuk itu maksimalisasi peran regulator yang selalu bersinergi dengan Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan akademisi adalah sebuah syarat yang mutlak untuk dilakukan.
Peranan brand bukan lagi sekedar nama ataupun pembeda dari pesaing, brand dapat menjadi penentu pembelian. Hal ini terjadi karena sebuah brand merepresentasikan sebuah value yang mencakup rasa aman dan jaminan tentang kualitas sebuah produk. Brand juga menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan penghasil produk melalui brand. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Oleh sebab itu, saat ini brand telah menjadi aset penting perusahaan dalam dunia bisnis.
Oleh: Faisol Riza Wakil Menteri Perindustrian Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong industri kecil dan menengah (IKM) untuk bisa lebih berdaya…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Bisnis kemaritiman (khususnya sektor pelayaran) langsung beraksi negatif begitu kontestasi…
Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Pada 5 November 2024 Presiden Prabowo Subianto, menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47…
Oleh: Faisol Riza Wakil Menteri Perindustrian Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong industri kecil dan menengah (IKM) untuk bisa lebih berdaya…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Bisnis kemaritiman (khususnya sektor pelayaran) langsung beraksi negatif begitu kontestasi…
Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Pada 5 November 2024 Presiden Prabowo Subianto, menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47…