NERACA
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menentukan batas modal minimal industri keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech) untuk memastikan perlindungan bagi konsumen. "Ini lagi kita bahas, bukan hanya soal sektor IKNB (industri keuangan non bank), tapi juga di sektor perbankan, pasar modal juga. Tapi kita atur sederhana saja karena banyaknya startup company. Kita persyaratkan modal, tapi juga sedikit saja," kata Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB OJK Firdaus Djaelani di Jakarta, Kamis (23/6).
Menurut Firdaus, perusahaan fintech bukan merupakan deposit taker atau perusahaan yang mengumpulkan dana dari masyarakat, melainkan menggunakan modal sendiri, sehingga untuk awal mula tidak perlu dipersyaratkan harus bermodal besar. Namun, untuk nominalnya, Firdaus tidak menyebutkan secara detil. "Yang ringan-ringan dulu. Nanti awal-awal gitu, kalo udah baru kita tingkatkan yang agak besar atau bagaimana gitu. Yang penting concern kita adalah bagaimana agar tidak merugikan konsumen," ujar Firdaus.
Kendati bukan merupakan deposit taker, lanjutnya, sebagai perusahaan fintech juga tentunya memerlukan tempat misalnya untuk server yang tentunya juga memerlukan biaya. Oleh karena itu, penetapan batas modal minimum tetap diperlukan. "Jadi misalnya kira-kira berapa ya, sewa ruko dan lain-lain. Sewa ruko paling murah Rp100 juta, apa Rp500 juta atau Rp1 miliar atau berapa," ujarnya.
Firdaus juga menekankan pentingnya keberadaan semacam lembaga kustodi yang menyimpan data digital nasabah, seperti pada asuransi digital di mana polis yang disampaikan ke nasabah tidak dalam bentuk cetak. "Misalnya nasabah agak nakal, jadi diubah-ubah sedikit, lalu nanti terjadi sengketa yang di sini begini tapi di sana berbeda. Nah kalau misalnya terjadi sengketa, kita lihat ke kustodinya karena kan dia juga punya yang digital," kata Firdaus.
Selain itu, perlu ditekankan juga bagaimana perjanjian fintech dengan perusahaan asuransi terkait pertanggungjawaban kepada nasabah selaku tertanggung. Hal-hal tersebut, akan menjadi poin-poin yang akan diatur dalam aturan mengenai fintech.
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sedang mempertimbangkan prospek perusahaan finansial berbasis teknologi (financial technology/fintech) untuk dikembangkan oleh industri asuransi jiwa di Indonesia sehingga dapat menarik minat nasabah. "Fintech itu sudah banyak dipercakapkan, bahkan di industri pemerintah. Fintech ini topik yang sedang kami godok karena bukan hanya membantu penjualan produk saja, tetapi proses lainnya jauh lebih cepat," kata Kepala Departemen Komunikasi AAJI Nini Sumohandoyo.
Nini mengatakan fintech dapat meningkatkan minat nasabah untuk membeli produk asuransi karena berbagai kemudahan yang didukung oleh teknologi internet. Menurut dia, fintech tidak hanya membantu penjualan produk asuransi, tetapi juga mempercepat proses pembelian, pembayaran premi, penjelasan produk dan klaim pemegang polis sehingga nasabah tidak perlu datang ke kantor cabang perusahaan asuransi.
Nini menjelaskan AAJI saat ini mempertimbangkan fintech dapat diaplikasikan oleh perusahaan asuransi, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk dikhususkan menjadi asuransi berbasis teknologi "insuretech". Dari data AAJI, ada sekitar 520.000 keagenan asuransi di Indonesia dan akan ada penambahan menjadi 10 juta agen seperti yang dikampanyekan dalam Paket Ekonomi Jilid IV. "Kami sedang merencanakan sosialisasi dan promosinya bagaimana karena pasti ada sistem yang harus dibuat AAJI sendiri. Ada proses tertentu sehingga perekrutan (tenaga pemasar) lebih cepat dari biasanya," ujar Nini.
Cara lainnya untuk meningkatkan jumlah agen, yakni sejumlah perusahaan asuransi juga sedang menyasar kerja sama dengan Laku Pandai atau "branchless banking". AAJI mencatat pertumbuhan penetrasi asuransi jiwa menjadi 7 persen terhadap total jumlah penduduk Indonesia.
NERACA Jakarta - Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan pemahaman…
NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) memberikan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) bagi bank-bank yang menyalurkan kredit atau…
NERACA Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan ruang penurunan suku bunga acuan BI-Rate masih terbuka ke…
NERACA Jakarta - Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan pemahaman…
NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) memberikan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) bagi bank-bank yang menyalurkan kredit atau…
NERACA Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan ruang penurunan suku bunga acuan BI-Rate masih terbuka ke…