Pengawasan Kunci Stabilitas Harga Sembako Puasa-Lebaran

Oleh: Muhammad Razi Rahman

Kenaikan harga sejumlah bahan pokok menjelang dan saat puasa hingga masa lebaran merupakan siklus yang telah lama dikenali, sehingga diharapkan pemerintah serta pihak terkait lainnya juga dapat mengantisipasinya dengan baik.

Siklus itu juga membuat Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron mengingatkan agar kenaikan harga pangan saat Ramadhan dan Idul Fitri 1437 Hijriah tidak terlalu tinggi atau melebihi 20 persen agar tidak membebani masyarakat.

Herman Khaeron di Jakarta, Rabu (18/5) menyebutkan, pihaknya menginginkan komoditas beras sebagai bahan pangan pokok harus tersedia dengan cukup dan mudah diperoleh.

Selain beras, beragam komoditas lainnya seperti daging sapi, ikan, dan ayam, yang juga diperkirakan akan mengalami kenaikan harga, juga perlu diperhatikan agar pasokannya disesuaikan dengan tingkat permintaan warga.

Untuk itu, berbagai pihak terkait juga perlu mengamankan pola distribusi sehingga benar-benar dapat tersalurkan ke berbagai daerah dengan baik dan tepat.

Pengamat sektor pertanian Bustanul Arifin mengatakan setiap daerah perlu mengawasi kondisi stok pangan dan melakukan sinergi yang baik dengan pemerintah pusat dalam rangka menstabilkan harga pangan.

Apalagi, ia mengingatkan bahwa setiap daerah saat ini juga memiliki TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) yang bisa dimanfaatkan serta dioptimalkan dengan baik guna mengawasi stabilitasi pangan.

Tingkat inflasi pada saat ini, ujar dia, masih berada sesuai dengan target yang direncanakan, tetapi kalau tingkat konsumsi pangan dapat keadaan volatil (naik-turun) maka hal tersebut juga harus selalu dijaga.

Untuk itu, juga diperlukan sinergi yang baik dengan kebijakan fiskal dan moneter yang berada di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian dan Kementerian Keuangan.

Sedangkan tingkat kenaikan harga sejumlah bahan pangan itu sendiri pada saat bulan puasa 2016 tidak akan melonjak pesat bila pemerintah mengantisipasinya dengan tepat.

Menurut Bustanul, diperkirakan kalau ada kenaikan harga tidak akan melebihi 10 persen asalkan tidak ada spekulasi dan ekspektasi berlebihan sehingga banyak yang menyimpan beras sehingga bisa terjadi akumulasi pergerakan harga.

Dia mengakui, saat ini memang ada pergerakan harga tetapi hal tersebut dinilai karena ada gangguan distribusi terkait untuk memenuhi target daerahnya masing-masing.

Bustanul menyebutkan, rentang waktu yang harus diwaspadai adalah pada bulan November-Desember 2016, yang jika manajemen stok tidak berjalan dan kurang diantisipasi dengan baik, maka dikhawatirkan akan ada kenaikan harga.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan Antarlembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Rachmat Hidayat di Jakarta, Rabu (11/5), mengatakan stabilitas harga dibutuhkan guna menjaga kestabilan harga di tingkat konsumen dan nilai inflasi.

Rachmat menjelaskan, ada tiga faktor yang mempengaruhi harga produk pangan olahan, yakni ketersediaan bahan baku, harga yang kompetitif dan kualitas yang baik.

Sementara terkait kebijakan pangan, termasuk urusan impor, pemerintah diminta untuk melakukan telaah menyeluruh dan komprehensif.

Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon pada acara pelantikan DPN HKNTI 2015-2020 juga menyatakan siap melakukan pengawasan terhadap kebijakan impor yang dilakukan pemerintah di sektor pangan.

Menurut Fadli yang juga Wakil Ketua DPR RI, langkah awal yang sudah ditempuh HKTI pada saat ini adalah melakukan dialog dengan pihak Kementerian Pertanian (Kementan) terkait sejumlah langkah strategis yang dilakukan HKTI guna mendukung program pemerintah.

Seribu toko tani Pemerintah sendiri juga menyatakan akan memperkuat pasokan dan distribusi pangan nasional untuk menjaga stabilitas harga sebagai persiapan menghadapi Ramadhan pada Juni 2016.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Senin (25/4) mengatakan persiapan itu dilakukan karena kondisi cuaca yang sulit diprediksi berpotensi menggeser waktu panen dan menurunkan produksi beras.

"Kami ingin memperbaiki dari dua sisi sekaligus, produksi panen dan stok cadangan. Keduanya saling mempengaruhi, kalau kualitas panen bagus, stok bisa disimpan lebih lama," kata Darmin.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga mengemukakan, pihaknya berencana akan mengembangkan 1.000 toko tani Indonesia untuk menstabilkan harga komoditas pangan.

Toko yang bekerja sama dengan kelompok tani tersebut dinilai akan memotong rantai suplai, sehingga pemerintah berharap dapat menekan harga komoditas seperti bawang merah, cabai dan beras yang dapat melonjak tinggi di pasaran terutama menjelang hari-hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri.

Sementara itu, Perum Bulog juga telah menggandeng masyarakat menjadi bagian dalam jaringan distribusi bahan pangan melalui program Rumah Pangan Kita (RPK) sebagai upaya menstabilkan harga pangan.

Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti di sela peluncuran program Rumah Pangan Kita di Jakarta, Senin (9/5), menyatakan, RPK merupakan outlet pemasaran bahan pangan dan produk industri pangan strategis yang dibentuk untuk memotong rantai distribusi sehingga makin mendekatkan produsen dan konsumen.

Melalui RPK, lanjut Djarot, masyarakat diajak untuk menjadi mitra usaha Bulog dalam jaringan distribusi bahan pangan strategis seperti beras, gula, minyak goreng, terigu, daging bahkan nantinya juga cabai dan bawang merah.

Tidak hanya di perkotaan, pengawasan juga mesti dilakukan di berbagai lokasi yang terkenal rawan serta banyak dihuni oleh keluarga yang kurang sejahtera, seperti kawasan pesisir.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim mengungkapkan, sekitar 10.666 desa-desa pesisir yang menjadi ruang hidup masyarakat nelayan tradisional, pembudidaya ikan, petambak garam, perempuan nelayan, dan pelestari ekosistem pesisir merupakan wilayah yang rentan konflik agraria.

Menurut Abdul Halim, konflik agraria tersebut rata-rata disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang bersifat sektoral serta tidak komprehensif.

Ia mencontohkan, kebijakan sektoral yang berpotensi mengakibatkan konflik tersebut antara lain tambang pasir besi dan pasir laut, serta peruntukkan privat baik untuk wisata bahari berbayar maupun reklamasi pantai.

Voucher pangan Salah satu solusi yang diwacanakan pemerintah jelang bulan puasa adalah terkait dengan mewacanakan pengubahan beras miskin (raskin) dengan sistem voucher pangan yang dinilai bakal memberikan gizi yang lebih seimbang bagi masyarakat miskin di Tanah Air.

Voucher Pangan

Deputi III Kantor Staf Kepresidenan Denni Puspa Purbasari mengemukakan, konsep voucher pangan tersebut rencananya diberikan dengan nilai tertentu setiap bulan, dan rencananya bisa dibeli untuk pangan apa saja, tetapi secara eksplisit disebutkan beras dan telur.

Ia memastikan akan ada proses registrasi yang layak dan diharapkan pula akan ada banyak pedagang yang berpartisipasi sebagai tempat untuk me-redeem (menukar) voucher yang dimiliki rakyat miskin tersebut.

Dengan voucher pangan tersebut, maka diharapkan pula bakal menyeimbangkan gizi warga miskin sehingga tidak hanya mengasup karbohidrat, tetapi juga protein seperti telur.

Dengan adanya asupan yang lebih cukup, maka diharapkan akan ada pengembalian investasi jangka panjang, yaitu generasi masa mendatang Indonesia yang lebih cerdas.

Dia juga menuturkan, payung hukumnya sedang disiapkan dan diharapkan bakal ada peraturan presiden (Perpres) untuk ini, serta kebijakan ini bakal dipimpin Menko Perekonomian serta dibantu menko-menko lainnya sehingga ini akan menjadi pekerjaan bersama, bukan hanya satu-dua kementerian.

Bila wacana ini jadi direalisasikan, menurut dia, maka diperkirakan rentang waktunya setelah payung hukumnya keluar maka akan dimulai di tingkat kota dan baru setelah itu ke tingkat daerah hingga kabupaten.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menilai, wacana voucher pangan tidak bisa menjawab stabilisasi harga apalagi sampai menggantikan peran Badan Urusan Logistik (Bulog) yang selama ini berperan menyebarkan raskin.

Selama ini, Herman mengingatkan bahwa raskin telah ada harga yang ditetapkan agar terjangkau oleh masyarakat bawah, bila menggunakan voucher untuk ditukar ke pedagang makan yang akan berlaku adalah dengan mekanisme harga pasar.

Dalam UU Pangan, aspek ketahanan pangan diserahkan kepada Perum Bulog, meski belum juga diketahui apakah ke depannya akan berupa lembaga pangan yang lebih strategis, di mana bulog bereinkarnasi atau menjadi subordinasi lembaga tersebut, itu diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah.

Apalagi, politisi Partai Demokrat itu juga menyangsikan sistem voucher pangan itu juga bisa menjawab permasalahan pola distribusi, padahal sentra produksi surplus hanya di enam provinsi.

Herman menegaskan bahwa merupakan tanggung jawab negara sehingga rakyat bisa mendapatkan pangan yang terjangkau baik harga maupun ketersediaannya.

Bila voucher pangan telah direalisasikan dan ada gangguan dalam pelaksanaannya, maka hal itu dinilai bisa mengulang kejadian pada akhir 2014 atau awal 2015, ketika raskin akan diganti dengan e-money, namun karena tidak ada kejelasan maka harga beras naik tinggi.

Dengan adanya pengawasan yang baik dan dilakukan dengan sungguh-sungguh serta dengan mekanisme yang jelas, maka sebenarnya stabilisasi sejumlah harga pangan juga dapat berjalan dengan baik tanpa adanya "inovasi" program tambahan baru lainnya. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Gencarkan Transformasi Ekonomi Melalui Hilirisasi untuk Pemerataan Ekonomi

  Oleh : Arzan Malik Narendra, Pemerhati Pertambangan   Dalam upayanya untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, Presiden…

Penguatan Infrastruktur Transportasi Jadi Fokus Presiden Sambut Nataru

    Oleh: Aulia Pratama, Pengamat Transportasi   Menyambut libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, Presiden Republik Indonesia, Prabowo…

Penguatan Peran Swasta dalam Pembiayaan Risiko Bencana

  Oleh: Veri Agustina, Analis Kebijakan di BKF, Kemenkeu   Belum lama ini masyarakat dihebohkan dengan munculnya isu ancaman megathrust…

BERITA LAINNYA DI Opini

Gencarkan Transformasi Ekonomi Melalui Hilirisasi untuk Pemerataan Ekonomi

  Oleh : Arzan Malik Narendra, Pemerhati Pertambangan   Dalam upayanya untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, Presiden…

Penguatan Infrastruktur Transportasi Jadi Fokus Presiden Sambut Nataru

    Oleh: Aulia Pratama, Pengamat Transportasi   Menyambut libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, Presiden Republik Indonesia, Prabowo…

Penguatan Peran Swasta dalam Pembiayaan Risiko Bencana

  Oleh: Veri Agustina, Analis Kebijakan di BKF, Kemenkeu   Belum lama ini masyarakat dihebohkan dengan munculnya isu ancaman megathrust…