NERACA
Jakarta - Ikatan Keluarga Alumi Lemhanas (IKAL) 49 menilai arah kebijakan politik tentang energi nasional memerlukan kajian dalam kerangka reorientasi yang bertumpu pada tiga pilihan tujuan yaitu ketahanan, kemandirian dan kedaulatan.
"Dalam proses implementasi untuk mencapai tujuan kebijakan energi nasional perlu dikombinasikan dengan dinamika kondisi energi global yang akan berdampak pada penyesuaian dan perubahan orientasi atas kebijakan yang ada, sehingga dapat terkendali dampaknya pada ketahanan energi nasional secara jangka panjang,” ujar anggota IKAL 49 Sampe L Purba dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan, fenomena tingginya konsumsi energi dalam negeri dan ketergantungan terhadap sumber energi fosil juga terkait dengan harga minyak dunia serta konstelasi geopolitik yang terjadi sehingga membuat Indonesia harus melakukan reorientasi terhadap kebijakan energi yang ada.
Hal yang harus diperhatikan saat ini, katanya, yakni penemuan cadangan energi baru, langkah antisipasi turunnya harga minyak dunia yang sudah di bawah 30 dolar AS per barel, ketidakseimbangan produksi, pengolahan dan konsumsi, serta marjin pengelolaan kilang yang rendah sehingga mengharuskan adanya penyesuaian dalam tataran kebijakan dan implementasi. "Kebijakan energi harus tepat sasaran pada prioritas, konsistensi alokasi dan relokasi sumber daya juga diperlukan agar ketahanan energi nasional bisa tercapai," ungkapnya.
Dengan kondisi saat ini, menurut Sampe, baik industri migas dan jasa penunjang migas serta industri energi lainnya perlu mendapatkan dukungan. Sementara itu, Rektor Universitas Darma Persada Dadang Solihin memaparkan bahwa pengembangan energi alternatif dan terbarukan merupakan bagian terintegrasi dalam konteks energi nasional.
Menurut dia, untuk mencapai pengembangan energi alternatif terbarukan diperlukan kebijakan yang bersifat diversitas dengan melibatkan perguruan tinggi dan industri yang didukung oleh adanya insentif dan alokasi anggaran. “Kita harapkan agar pemerintah dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan energi selalu berorientasi pada ketahanan menuju kemandirian dan kedaulatan energi nasional yang berkesinambungan,” kata Dadang.
Pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa paket kebijakan di sektor energi. Dalam paket yang rilis pada September 2015 atau paket jilid ke dua itu, salah satu fokusnya, sektor energi dan sumber daya mineral guna meningkatkan investasi dan membangkitkan gairah perekonomian di Tanah Air. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengatakan, dari instruksi tersebut, pihaknya fokus pada target yang harus dipenuhi.
Ada tujuh peraturan presiden, satu rancangan peraturan pemerintah, dan satu peraturan menteri yang akan ditelorkan dalam sektor ESDM. Seluruh peraturan tersebut diperkirakan akan rampung pada Oktober 2015. "Ke depan diharapkan seluruhnya selesai Oktober. Ini semua dimaksudkan untuk menggairahkan ekonomi dan sektor riil serta industri hilir," katanya.
Dia menjelaskan, peraturan pertama adalah peraturan Menteri Perdagangan terkait kebijakan letter of credit (L/C) dalam kegiatan ekspor. Dalam peraturan ini nantinya ekspor migas mendapat pengecualian untuk tidak mencantumkan L/C dalam kegiatan ekspornya. "Dengan cara pakai L/C setiap kali ekspor kita mengajukan izin. Dirasa repot oleh eksportir, dan Permendag telah ditandatangani. Dengan begitu ekspor migas bisa dilakukan dengan lebih lancar," imbuh dia.
Peraturan kedua terkait pembangunan kilang bahan bakar minyak (BBM). Saat ini Peraturan Presiden terkait hal tersebut sedang disiapkan. Ketiga, peraturan presiden terkait tata kelola gas bumi. Keempat, peraturan presiden terkait kebijakan harga gas bumi. Dalam peraturan ini, pemerintah mengurangi bagiannya untuk mendapatkan harga gas industri yang lebih kompetitif. Harga baru ini akan mulai berlaku 1 Januari 2016.
"Di samping konsolidasi rantai nilai hulu hilir, tapi pemerintah juga akan mengurangi bagian pemerintah sehingga harga hilirnya lebih kompetitif. Berlakunya untuk kontrak baru dan akan mulai berlaku 1 Januari 2016. Arah pemerintah gas industri bisa diturunkan, lebih kompetitif. Sesuai aspirasi dunia usaha," terang dia.
Kelima, regulasi mengenai penyediaan pendistribusian dan penetapan harga elpiji untuk kapal perikanan nelayan kecil. Dengan Perpres ini akan menjadi dasar nelayan untuk memperoleh bahan bakar dengan harga yang lebih murah. Keenam, konversi BBM ke BBG untuk sektor transportasi. Regulasi ini memungkinkan Kementerian ESDM membuat konverter gas sendiri, yang selama ini hanya bisa dibuat Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Ketujuh, Peraturan Pemerintah tentang kegiatan usaha pertambangan. Dengan regulasi ini, para pemegang kontrak maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) bisa melakukan perpanjangan kontraknya paling cepat 10 tahun sebelum kontraknya selesai.
NERACA Jakarta – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) berhasil meraih peringkat Gold dalam pemeringkatan laporan keberlanjutan (sustainability report),…
NERACA Parepare – Pasangan calon Walikota dan Wakil Wali Kota Parepare nomor urut 09, ANH-TQ, membawa visi besar untuk…
NERACA Jakarta - Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan strategi…
NERACA Jakarta – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) berhasil meraih peringkat Gold dalam pemeringkatan laporan keberlanjutan (sustainability report),…
NERACA Parepare – Pasangan calon Walikota dan Wakil Wali Kota Parepare nomor urut 09, ANH-TQ, membawa visi besar untuk…
NERACA Jakarta - Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan strategi…