Jakarta Darurat Rencana Tata Ruang Wilayah - Realisasi Puluhan Proyek Properti Tertunda

NERACA

Jakarta – Provinsi DKI Jakarta sudah mencapai tahap darurat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hingga mengganggu pembangunan, terutama dalam pembangunan proyek properti.

Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) DPD DKI Jakarta mencatat, ada 60 proyek properti yang perijinannya terganjal akibat belum adanya Peraturan Daerah (Perda) RTRW DKI Jakarta.

“Banyak berkas menumpuk. Selama 3-4 bulan ada sekitar 60 berkas yang belum ditandatangani Gubernur DKI karena menunggu Perda RTRW sebagai dasar hukum. Jadi Jakarta sudah darurat tata ruang. Kita harap ada percepatan,” ujar Ketua panitia Musyawarah Daerah REI DKI Jakarta Wawan Dwi Guratno, di Jakarta, Senin (11/7).

Menurut Wawan, Gubernur Fauzi Bowo sudah meminta surat keputusan dari Menteri Dalam Negeri agar perijinan boleh mengacu kepada RTRW lama. “Tapi dengan ini Gubernur melimpahkan tanggung jawab ke Mendagri,” ucapnya.

Kendati demikian, imbuh Wawan, para pengembang masih tetap merasa khawatir karena tidak ada kepastian hukum dengan menggunakan RTRW lama.

Dia menyebut, saat ini draf RTRW terbaru (RTRW Jakarta tahun 2030) sudah selesai dan tinggal menunggu pengesahan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.

Untuk itu, REI Jakarta mendesak agar seluruh pemangku kepentingan dapat memfokuskan kepada RTRW Jakarta 2030. “Ini penting karena menjadi panduan para pengembang. Apa sih kebijakan Pemda DKI untuk pembangunan di Jakarta,” jelas Wawan.

Plt Ketua DPD REI Jakarta, Rudy Margono menambahkan, belum disahkannya RTRW Jakarta membuat rencana pengembangan properti harus tertunda. Padahal rencananya RTRW tersebut akan disahkan pada Juni 2011, bertepatan dengan HUT DKI Jakarta ke 484.

Rudi mengungkap, RTRW Jakarta hingga tahun 2030 penting mengingat ibukota dengan penduduk terbanyak di Indonesia. Sehingga, perencanaan yang terstruktur menjadikan rencana rancang bangun ideal.

“Sebagai kota besar dengan 10 juta penduduk, Jakarta tidak hanya berkembang sebagai pusat ekonomi Indonesia. Tapi juga pusat ekonomi dunia. Maka RTRW Jakarta sangat dinantikan," jelasnya.

Dengan pengesahan ini diharapkan ada panduan dan arahan pembangunan daerah dan berimplikasi langsung atau tidak langsung kepada kemajuan ibukota, masyarakat ataupun swasta.

"Kebijakan pembangunan 20 tahun ke depan menyangkut sektor perumahan, dan properti terkait lainnya, serta soal kepastian hukum, infrastruktur transportasi ke depan dan penyediaan utilitas kota akan menjadi perhatian khusus para pengembang anggota REI Jakarta," tegas Wawan.

Insentif Sektor Properti

Dalam kesempatan itu, Wawan juga mengungkap, kalangan pengembang properti meminta pengaturan insentif bagi pelaku usaha yang membangun hunian vertikal masuk dalam Perda RTRW Jakarta tahun 2030. Bangunan tinggi menjadi solusi akan ketersediaan hunian bagi masyarakat ditengah terbatasnya lahan di Jakarta. “Dalam RTRW diatur insentif untuk pengubahan hunian landed ke vertikal,” ucapnya.

Dengan regulasi itu, sambung Wawan, tentu akan merangsang pengembang untuk membangun proyek-proyek apartemen, atau kondominium. "Bangunan tinggi itu bisa saving. Untuk efisiensi dan pemanfaatan lahan. Dan masyarakat tentu menyesuaikan diri. Jakarta sudah banyak penduduk sampai dengan 12 juta orang," tambah Rudi.

Rudi mengaku, REI Jakarta pernah melakukan audiensi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta, dan Komisi D DPRD DKI Jakarta. Hal ini untuk mengakomodir kepentingan pelaku usaha ditengah perkembangan ibukota dalam 20 tahun ke depan.

Usulan lain yang disampaikan REI Jakarta kepada Pemda dan DPRD, adalah perhitungan 30% kawasan hijau di Jakarta. Pengembang meminta, pekarangan hunian dimasukkan dalam perhitungan 30% kawasan hijau tersebut.

"Ini penting karena kawasan hijau di Jakarta baru sekitar 10%. Bagaimana mengejar 10% tersebut. Bisa nggak dari pekarangan dihitung. Karena implementasi 20% semua menjadi tanggungan developer, maka berimbas kepada konsumen juga,” urai Wawan.

Wawan juga mengaku, perlu ada penghilangan aturan retribusi yang dapat menghambat pembangunan properti di Jakarta, agar investasi proyek efisien. Selain itu, penetapan KLB (Koefisien Lantai Bangunan) dan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) harus seragam dalam wilayah yang sama. “Azas KDB KLB harus disamakan. Seperti di TB Simatupang antar sisi aturannya beda. kan wilayahnya sama, hanya terpisah oleh tol,” terangnya.

Usulan REI Jakarta terakhir adalah pemerataan pembangunan properti di seluruh Jakarta, khususnya wilayah Barat dan Timur yang masih jauh tertinggal. Jangan hanya berfokus pada wilayah Selatan.

"Koridor pengembangan harus dilakukan secara merata, jangan hanya di Selatan. Barat dan Timur juga. Infrastruktur di Timur khususnya masih jauh tertinggal," tandas Wawan.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…