Jelang Puasa dan Lebaran - Harga Komoditi Pangan Mulai Merangkak Naik

NERACA

Jakarta – Beberapa minggu menjelang bulan Ramadhan atau bulan puasa, harga-harga komoditas pangan mulai merangkak naik. Di beberapa daerah, termasuk di DKI Jakarta, harga telur merangkak kencang hingga mencapai Rp18 ribu per kilogram (kg). Padahal biasanya harga telur berada di level Rp15 ribu per kg.

Menurut Eli, salah seorang pedagang telur di pasar Cikini, kenaikan harga telur sudah terjadi semenjak lima hari lalu. Penyebab kenaikan inipun, tidak bisa diprediksinya dengan pasti. Namun, seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu, kenaikan ini memang sudah biasa terjadi.

“Kalau mau puasa emang naik, tapi kalau pas awal puasa nanti turun lagi, jadi sekira Rp17 ribu per kg. Menjelang Lebaran, harganya baru naik lagi karena permintaan meningkat,” lanjutnya.

Eli mengaku, banyak pembeli di tokonya kaget dan lantas mengomel tentang kenaikan harga ini. “Kalau harganya naik, pembeli pasti ngomel, itu sudah biasa. Pembelian telur pun cenderung menurun, yang biasanya tiga kotak berisi 15 kg telur per hari, ini cuma dua kotak,” jelasnya.

Eli juga menyatakan bahwa harga komoditas pokok seperti sembako menjelang Ramadan ini sudah mulai menunjukkan tren peningkatan. “Semua harganya pelan-pelan sudah naik seperti lada, kemiri dan bawang. Minyak goreng curah harganya Rp11 ribu per kg, gula masih Rp10.500 per kg, tapi kecenderungan harga sembako terus naik,” terang Eli.

Kondisi di pasar memang terus dipantau pemerintah. Menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, Pemerintah kini waspada pada pergerakan harga cabai yang diramalkan akan mengalami kenaikan menjelang bulan puasa dan Lebaran.

Dia juga, menyatakan untuk cabai memiliki masa panen raya 2 kali setahun, yaitu pada saat Juni-Juli dan September-Oktober. Pada saat tersebut, harga cabai mencapai harga minimum.

“Trennya cabai itu panen setelah musim hujan ke kering, seperti saat ini dan September-Oktober, makanya harga cabai bisa Rp 7.000 per kg," ujarnya di Jakarta, Minggu.

Dia menambahkan, ketika Puasa dan Lebaran, harga cabai tidak akan serendah harga pada bulan-bulan tersebut. Pasalnya, meskipun petani tetap memanen cabai tetapi jumlah cabai yang dipanen tidak sebanyak pada masa panen raya. "Ya memang nanti pas Lebaran agak mahal,” katanya.

Mahendra menyebut, untuk mengantisipasi kenaikan harga cabai di luar musim panen adalah dengan mengalokasikan cabai untuk keperluan industri hanya pada masa panen. Pasalnya, kebutuhan cabai segar dibutuhkan masyarakat Indonesia setiap harinya.

"Jadi konsumsi cabai itu bergerak tiap hari, 80 pembentuk harga karena digunakan untuk sambal yang membutuhkan cabai segar, padahal produksi cabai meskipun ada setiap hari tetapi tidak besar. Jadi kebutuhan cabai kita itu kita pecah jadi ada 2 untuk industri dan untuk konsumsi sehari-hari, yang industri ini pakai panen,” jelasnya.

Teliti Saat Belanja

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Franky Sibarani mengatakan, masyarakat perlu waspada terhadap adanya produk makanan dan minuman (mamin) yang bermasalah.

Dia menyebut, kewaspadaan konsumen saat berbelanja jelang Puasa harus lebih tinggi karena biasanya barang-barang pangan kadaluarsa makin merajalela pada periode tersebut.

Gapmmi mencatat, setidaknya ada tiga hal yang perlu diwaspadai konsumen saat akan berbelanja makanan dan minuman jelang Puasa maupun Lebaran. Pertama, produk makanan dan minuman kadaluarsa yang di re-packing (kemas ulang) dengan kemasan yang sama atau kemasan bekas. Dalam kasus semacam ini produk tersebut biasanya dikemas dengan plastik polos tanpa merek.

Kedua, perlu adanya kewaspadaan terhadap produk kadaluarsa yang diperdagangkan langsung atau di kemas dalam parsel lebaran. Ketiga adalah waspadai produk makanan dan minuman impor ilegal yang ditandai tanpa izin edar BPOM seperti ML (makanan luar) termasuk MD (makanan dalam negeri) untuk produk lokal.

Selain itu, produk-produk pangan impor ilegal lainnya biasanya tak dilengkapi dengan keterangan Bahasa Indonesia, termasuk juga untuk produk-produk elektronika.

“GAPMMI menghimbau masyarakat agar membeli produk makanan-minuman buatan Indonesia. Produk yamg memiliki izin edar MD (untuk produk buatan dalam negeri) atau ML (produk luar negeri) dan PIRT (untuk produk industri rumah tangga). Produk mamin berkemasan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Teliti juga keutuhan barang dan pastikan tanggal kadaluarsanya,” jelas Franky.

BERITA TERKAIT

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…