Momentum Memandirikan Peternak Lokal Lenyap - Kembali Impor Sapi dari Australia

Indonesia kembali mengimpor sapi asal Australia. Sayang, langkah Australia melarang sapinya masuk Indonesia tidak dimanfaatkan scara maksimal. Akibatnya, negeri ini kembali menjadi pasar sapi asing. Entah karena ada mafia impor sapi yang bermain, pejabatnya makan suap, atau karena memang mental pejabat Indonesia yang lembek. Tapi yang pasti devisa sebesar US$ 230 juta bakal pindah ke Australia.

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Dalam waktu dekat, tak kurang dari 180.000 ekor sapi impor akan kembali masuk ke Indonesia. Jumlah ini merupakan izin kuota impor sapi bakalan untuk periode triwulan III-2011 melalui Surat Persetujuan Pemasukan (SPP).

Meskipun pemerintah Australia sempat mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor sapi ke Indonesia pada bulan lalu, namun Indonesia tetap mau menerima sapi asal Australia dengan alasan  tidak pernah mengubah kebijakan terkait impor sapi.

Bahkan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengaku, Pemerintah Indonesia tidak pernah merubah kebijakan dan menutup keran impor sapi.

Malah Mendag menyebut, dalam kuartal ketiga ini, Dirjen Peternakan sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Pemasukan (SPP) untuk sapi impor. Pada periode itu pemerintah telah mengizinkan impor 180.000 ekor sapi.

Alhasil, mulai bulan Juli ini sapi asal Australia bakal kembali masuk tanah air. Namun Mendag, menegaskan, impor sapi tidak hanya dari Australia saja. Impor sapi tergantung pihak importir, dia bisa melakukan impor sapi dari mana saja.

Tak ayal, kondisi ini disambut gembira para peternak Australia. Sekarang para peternak Australia bisa kembali mengekspor sapinya dengan syarat mereka bisa membuktikan rumah potong hewan (RPH) di Indonesia menerapkan standar animal welfare.

“Sebelumnya saya merasa sangat khawatir akan dibawa ke mana kebijakan ini (penghentian ekspor. Namun sekarang setidaknya kami mempunyai tujuan baru dengan kebijakan ini. Akan banyak pekerjaan yang dilakukan, dan saya senang akhirnya semua kembali lagi," ujar Kirsty Forshaw, salah seorang peternak sapi Australia.

Kirsty memiliki 500 ribu hektar lahan peternakan di sebelah Barat Australia, jumlah ternak yang dimilikinya mencapai 5.000.

Para peternak Australia memang menghadapi kesulitan keuangan yang signifikan setelah pemerintahnya memutuskan menghentikan sementara ekspor sapi ke Indonesia sebulan lalu. Bahkan para peternak berencana untuk membunuh ribuan ternak mereka karena tidak sanggup untuk memeliharanya. "Saya mulai khawatir dalam beberapa hari ini karena biaya kami jadi makin mahal. Kami masih harus mengeluarkan biaya untuk mesin diesel guna memberi minum untuk ternak," jelas Kirsty.

Para peternak sapi Australia mengakui, Indonesia merupakan pasar terbesar sapi di Australia. Dalam setahun nilai ekspor sapi Australia ke Indonesia mencapai US$ 320 juta.

Bukan hanya kalangan peternak, Pemerintah Australia sendiri mengaku kapok melarang ekspor sapi ke Indonesia. Lantaran langkah tersebut malah menimbulkan kerugian besar bagi peternak sapi di negara bagian Australia Barat yang selama ini menjadi pemasok sapi bakalan terbesar ke Indonesia. Kerugian tersebut berdampak pada perekonomian mereka.

Menteri Pertanian Negara Bagian Australia Barat Terry Redman menyebut, kebijakan pemerintah Australia itu telah merugikan peternak Australia. Kerugian tersebut mencapai jumlah ratusan juta Dolar Australia. “Di sana rugi mencapai ratusan juta dolar sejak distop ke Indonesia,” katanya.

Tak heran kalau lantas Pemerintah Australia mengemis pada Indonesia agar bisa kembali mengekspor sapi ke Indonesia.

Hal itu ditegaskan Terry yang mengaku Australia masih ingin menjadi pemasok bagi RPH yang telah memenuhi standar internasional. “Saya berharap kami bisa tetap mengekspor ke Indonesia khususnya pada RPH yang sudah memenuhi standar internasional tersebut,” katanya.

Senada dengan Ted, Menteri Pertanian (Federal) Australia Joe Loedwig juga menyatakan ingin mempercepat pencabutan larangan ekspor sapinya ke Indonesia.

Namun Menteri Pertanian Suswono menegaskan, untuk menutupi kebutuhan pasokan sapi, Indonesia tidak perlu harus mengimpor dari Australia. “Sapi-sapi lokal juga berpotensi tutupi pasar impor. Impor ini (sapi) tentu saja tidak harus dari Australia,” katanya.

Suswono juga tidak ingin bergantung pada impor-impor sapi dari luar negeri dan lebih mengoptimalkan sapi-sapi yang berasal dari dalam negeri.

Dia malah mengimbau kepada para importir sapi untuk tidak terlalu banyak melakukan impor sapi. "Kami pun sudah mengimbau para importir, tentu saja lebih mengutamakan sapi-sapi lokal terlebih dahulu,” ujarnya.

Bagi Mentan, Indonesia tidak perlu terlalu bergantung kepada impor sapi. Hal ini bertujuan untuk banyak menggunakan sapi-sapi dari dalam negeri. "Tetapi yang jelas Indonesia punya kebijakan perketat impor dalam arti lebih mengutamakan sapi lokal," tuturnya.

Seperti diketahui, penayangan video kekerasan sapi di beberapa RPH di Indonesia yang ditayangkan oleh TV ABC 30 Mei 2011 lalu berujung pada penghentian ekspor sapi Australia ke Indonesia selama 6 bulan. Pemerintah Australia sepakat mengirim tim independen bersama tim dari Indonesia untuk memverifikasi RPH yang ada di Indonesia.

Namun penghentian ekspor sapi ke Indonesia tersebut langsung merugikan para peternak Australia hingga miliaran rupiah. Perdana Menteri Australia Julia Gillard akhirnya memutuskan memberikan bantuan kepada para peternak sapi Australia hingga AUD 30 juta atau setara dengan US$ 32 juta atau sekitar Rp 288 miliar, karena rugi akibat keputusan penghentian ekspor itu.

Langkah Pemerintah Indonesia untuk kembali menerima sapi impor asal Australia mengundang kritikan dari Ekonom Dradjad Wibowo. Menurutnya, Pemerintah harus berani menghentikan praktik mafia impor sapi. Selama ini impor sapi tak bisa dikendalikan dan cenderung merugikan peternak lokal.

"Pemerintah harus berani memangkas mafia impor sapi dan daging sapi yang terbukti sudah menyusahkan peternak lokal. Impor harus betul-betul dikendalikan sehingga terjadi keseimbangan antara perlindungan dan pengembangan peternak lokal dengan pengendalian inflasi terkait konsumsi daging sapi," katanya.

Drajad menilai pemerintah terlalu berbaik hati dengan menerima begitu saja normalisasi perdagangan sapi dengan Australia. Seharusnya Indonesia memanfaatkan kesempatan penghentian ekspor sapi sebagai kesempatan paling baik untuk memajukan peternak lokal.

"Penghentian ekspor sepihak dari Australia adalah blessing in disguise untuk menata dan menghidupkan sub sektor peternakan sapi di Indonesia. Jadi jangan buru-buru memulihkan impor sapi dari Australia seolah-olah ini karena kemurahan hati meraka," katanya.

Drajad pemerintah harus tegas melindungi peternak sapi dalam negeri. Dibukanya kembali kran impor sapi dari Australia akan menyebabkan membanjirnya sapi dari Australia. "Harga sapi peternak anjlok jauh di bawah harga sapi bakalan. Banyak peternak yang sudah mengeluh," katanya.

Pandangan Drajad sejalan dengan pemikiran Prof DR. Hermanto Siregar, Wakil Rektor IPB. Menurutnya, kasus sapi impor Austrlai harusnya menjadi pengingat bahwa swasembada daging merupakan keharusan.

Senada, pengamat pertanian Bustanul Arifin mengingatkan pemerintah agar tidak terpengaruh dengan provokasi Australia dan harus menjaga posisi tawar sebagai pengimpor.

Penghentian impor sapi Australia harus membawa dampak positif bagi peternakan Indonesia. “Jadi pemerintah bisa mendorong peningkatan produksi sapi. Dan artinya peternak sapi lokal kita juga didorong untuk terus mengembangbiakkan serta memproduksi. Selain itu, distribusi pun harus diperbaiki. Hal ini juga sebagai tantangan swasembada pangan jangka pendek,” kata Dia.

Tahun 2011 Kementerian Pertanian mengalokasikan izin impor daging sapi sebanyak 50.000 ton, jauh lebih rendah dari 2010 yang realisasinya 120.000 ton. Impor datang dari Australia, Selandia Baru, AS dan Kanada.

Data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menyebutkan, kebutuhan daging sapi tahun 2011 ini mencapai 424 ribu ton dengan pasokan daging lokal 316.100 ton dan pasokan daging sapi bakalan mencapai 119.703 ton atau setara 665 ribu ekor. Australia sendiri menyetop kuota untuk Indonesia yang sebesar 400 ribu ekor.

Sedangkan daging dari impor sebanyak 60 ribu ton, sedangkan tujuh ribu ton untuk cadangan impor. Diperkirakan, populasi sapi saat ini sekitar 12 juta ekor. Kementan memaparkan total kebutuhan daging masyarakat tahun 2011 sebanyak 423.000 ton dengan target impor sebesar 25%.

Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) Joni Liano sempat mengatakan, selama hampir 6 berjalan Indonesia baru merealisasikan impor sapi bakalan separuh dari kuota yang ditetapkan pemerintah di 2011. Selama Januari hingga awal Juni 2011 realisasi impor sapi Australia baru mencapai 310.000 ekor dari kuota impor sapi 600.000 ekor.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…