Jaga Ketersediaan Pasokan - Mendag : Indonesia Tetap akan Impor Beras

NERACA

Jakarta - Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu menegaskan, Pemerintah akan akan mengimpor beras bila persediaan beras di dalam negeri kurang mencukupi untuk kebutuhan masyarakat.

“Kemungkinan impor akan dilakukan di bawah Menko Perekonomian dan sudah akan direncanakan dalam waktu dekat,” katanya saat melakukan inspeksi ke Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis (7/7).

Menurut Mendag, impor yang akan dilakukan hanya untuk menutupi kekurangan persediaan beras dalam negeri. Kebijakan impor beras tidak untuk mengganggu harga beras di pasar. “Saya tegaskan impor ini untuk jaga stok. Bukan untuk ganggu harga,” tandasnya.

Kebijakan impor beras, imbuh Mari, nantinya akan digunakan pemerintah untuk menjaga kestabilan ketersediaan beras dalam negeri, bukan untuk disalurkan ke pasar-pasar.

“Kita punya instrumen lain yakni selalu menjaga harga di level petani, pengadaan selalu menjaga harga tidak anjlok. Impor itu akan untuk stok bukan untuk penyaluran di pasar,” jelas Mendag.

Mari menyebut, persediaan beras saat ini dirasa masih cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Termasuk untuk puasa dan hari raya lebaran mendatang. “Intinya jaga stok Bulog aman sampai akhir tahun. Dari tahun ke tahun yang harus dijaga itu untuk akhir tahun. Sampai lebaran terjaga dan stabil,” terang Mendag.

Di tempat yang sama, Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan Indonesia bisa saja tidak melakukan impor beras jika dapat menjaga persediaan beras di Bulog sampai dengan 1,6 juta ton. Kebijakan impor yang akan dilakukan oleh pemerintah sedang dihitung jumlah yang akan diimpor.

“Sedang analisis, hitung-hitung. Kita kan tidak harus impor selama bisa pertahankan di 1,6 juta ton,” ujar Sutarto.

Sutarto mengungkap, pemerintah akan menunggu waktu yang tepat untuk melakukan impor beras. Pemerintah akan menunggu harga beras internasional berada pada titik terendah. “Setelah pelajari betul impor paling baik saat harga murah. Harga terendah terjadi bulan Maret-April,” tuturnya.

Sutarto menyangkal bahwa pemerintah terlambat dalam menjalankan kebijakan impor beras. Pemerintah benar-benar harus meneliti lebih dalam untuk menentukan sikap. "Bukan terlambat, tapi kami sedang menghitung,” sambung dia.

Beras Murah Langka

Sementara itu, salah satu pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, Zulkifli mengaku beras mutu rendah dengan harga di bawah Rp 5.000 sangat sulit ditemukan karena pasokannya di pasar memang sudah langka. Kondisi ini membuat beberapa pedagang kesulitan untuk memasok beras dengan harga murah untuk para pelanggannya.

“Sekarang beras untuk menengah ke bawah gak ada. Mana ada, siapa yang bisa temukan beras harga Rp 5.000 (per kg), enggak ada. Seperti Vietnam 25% dan Thailand 25%, itu yang enggak ada,” katanya kepada wartawan.

Zulkifli mengungkap, kelangkaan yang terjadi untuk beras kelas bawah sudah terjadi cukup lama sekitar 1-2 bulan yang lalu. “Sudah cukup lama, sudah 1-2 bulan, kelangkaan untuk beras menengah ke bawah,” sambungnya.

Dia menambahkan, beras dengan mutu baik masih banyak tersedia di pasaran, namun, harganya relatif lebih mahal. Hal ini diyakini karena panen beras masih akan terjadi dalam waktu dekat ini. “Kalau yang dari Rp 6.000 (per kg) ke atas itu masih banyak, panen di daerah masih ada,” ujarnya.

Zulkifli berharap, apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan. Dengan menggelontorkan beras murah dan kebijakan impor beras, harga beras di pasar akan terjaga. "Makanya hari ini Bulog keluarkan beras dengan harga Rp 6.300 mudah-mudahan harga itu terhenti dan tertahanlah dengan adanya impor," tuturnya.

Sektor Pertanian

Di tempat yang berbeda, Ekonom Indef Bustanul Arifin menyatakan, kepemimpinan di sektor pertanian dinilai sangat lemah. Indonesia sebenarnya sudah memiliki kebijakan dan perencanaan pertanian yang bagus. Hanya saja, perencanaan tersebut melempem sebab tidak ditopang oleh kepemimpinan yang kuat.

“Jangankan dirjen, menteri saja tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya di Jakarta, Kamis (7/7).

Bustanul mengatakan, pemimpin nasional, dalam hal ini Presiden, harus mengambilalih kepemimpinan pangan nasional agar industri pangan nasional bisa bersaing dengan industri pangan luar negeri.

“Saya kira kita lemahnya di leadership. Memang kebijakan pangan kita belum sempurna. Tapi sudah cukuplah. Tapi sudah saatnya action. Tidak bisa ditunggu-tunggu lagi,” tambah Bustanul.

Terkait ancaman krisis pangan, Bustanul memperkirakan akan terjadi setelah bulan puasa. “Saya perkirakan bisa pada bulan September,” imbuh Guru Besar Unila ini.

Bustanul menyarankan agar pemerintah pusat melibatkan pemerintah daerah dalam mengatasi ketersediaan stok beras.

Bank Tidak Mendukung

Sementara itu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia memperkirakan krisis pangan akan terus mengancam Indonesia. Pasalnya, berbagai sektor tidak mendukung industri pertanian. HIPMI member contoh sektor perbankan yang belum bersahabat dengan pertanian. “Sekarang, kalau kita ke bank sebagai pengusaha yang bergerak dibidang pertanian selalu ditolak,” ujar Ketua Bidang Pertanian dan Agribisnis BPP HIPMI Yulizar Azhar.

Yulizar mengatakan, kesalahan ini tidak sepenuhnya dari perbankan. Dia melihat ketidakjelasan implementasi kebijakan pertanian membuat risiko kredit perbankan masih terlihat tinggi. Padahal kebutuhan pangan nasional meningkat tajam setiap tahun. “Seharusnya investasi di pertanian itu menarik sebab kebutuhan pangan dan harganya terus melonjak. Tapi mengapa paradok seperti ini, karena implementasi kebijakan itu tidak ada,” ujar Yulizar. 

Data dari HIPMI Research Center mengungkapkan porsi dan ekspansi kredit pertanian sangat kurang dibandingkan dengan industi lainnya. Porsi kredit pertanian hanya sebesar 5% dari total kredit industri perbankan. “Pertumbuhan kredit pertanian cenderung mendatar,” tambah Yulizar.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…