'Single Operation' Kereta Jabodetabek Harus Ditinjau Ulang

NERACA

Jakarta – Menteri Perhubungan Freddy Numberi harus meninjau ulang penerapan "single operation" Kereta Listrik Jabodetabek karena berdampak pada berkurangnya pelayanan PT. KAI untuk masyarakat kurang mampu.

“Pemerintah harus melakukan peninjauan bahkan pembatalan rencana pengoperasian ‘single operation’ jika ternyata akan menyebabkan berkurangnya jumlah perjalanan KRL ekonomi,” kata Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo di Jakarta, Kamis.

Sigit menegaskan, berkurangnya jumlah perjalanan KRL Ekonomi akan menyebabkan semakin padatnya gerbong KRL ekonomi dan secara kualitas akan semakin memprihatinkan.

Dia memperlihatkan hampir 50% jadwal perjalanan KRL Ekonomi mengalami penurunan, dari 17 jadwal perjalanan KRL Ekonomi per harinya hanya menjadi 9 perjalanan. Karenanya program baru itu jelas tidak pro rakyat dan menyalahi amanat UUD tentang Pelayanan Umum.

Penggalan pasal 34 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanaan umum yang layak.

Menurut dia, pemerintah berkewajiban memastikan bahwa rakyatnya mendapat pelayanan yang layak karena kereta ekonomi merupakan salah satu bentuk pelayanan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, maka pemerintah harus memastikan kelayakannya, baik dari sisi jumlah perjalanan maupun kualitas keretanya.

Sigit menegaskan, jika berkurangnya jumlah jadwal perjalanan KRL ekonomi akibat kurangnya subsidi Pemerintah terhadap biaya Public Service Obligation (PSO) kepada PT. KAI, maka pemerintah harus menambah besaran subsidi PSO tersebut. Solusi ini dapat mengatasi kelangkaan KRL Ekonomi.

Tanggal 2 Juli 2011 lalu merupakan batas akhir pengoperasian KRL Ekonomi AC Jabodetabek (tarif Rp5.500 Depok/Bogor dan tarif Rp4.500 Serpong/Bekasi/Tangerang) dan KRL AC Ekspres Jabodetabek (tarif Rp11.000 Bogor).

Pemberhentian seluruh operasi KRL tersebut digantikan dengan KRL AC Single operation Jabodetabek (tarif Rp9.000 depok/bogor dan Rp8.000 Serpong/Bekasi/Tangerang).

"Pemerintah juga harus tinjau ulang kenaikan tarif KRL Ekonomi AC dari Rp5.500 menjadi Rp9.000 dengan sistem single operation," ujarnya.

Sigit mengaku khawatir kebijakan baru akan menyebabkan beralihnya mayoritas masyarakat kepada penggunaa kendaraan pribadi, khususnya motor, untuk jarak-jarak pendek dan hal ini tentu bertentangan dengan semangat menjadikan KRL sebagai "backbone" transportasi pengurang kemacetan di Jakarta.

Dia menyarankan agar subsidi BBM yang dikhawatirkan terus membengkak, agar dialihkan secara gradual untuk menambah subsidi (PSO) transportasi massal (KRL) ini agar kondisinya semakin layak dan diharapkan dengan pengaturan yang baik akan menyebabkan pengguna kendaraan pribadi yang per harinya bertambah 1200-an motor dan ratusan mobil yang mayoritasnya adalah pengguna BBM Bersubsidi mau pindah menggunakan KRL.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…