Pengusaha Kehutanan Nilai Menhut Tak Adil

NERACA

Jakarta – Kalangan pengusaha sektor kehutanan menilai Menteri Kehutanan (Menhut) berlaku tidak adil dengan memberikan keistimewaan pada perusahaan tambang sebagai pemegang izin pemanfaatan kayu (IPK) di kawasan hutan.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Salahudin Sampetoding mengatakan, kebijakan tersebut juga melukai pengusahaan hutan lestari karena dihilangkannya kewajiban untuk berkoordinasi antara perusahaan peminjam pakai dengan pemegang izin pemanfaatan hutan.

Menurut Sampetoding, Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) terbaru terkait pertambangan di kawasan hutan, yakni Permenhut No.P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang terbit pada 10 Maret 2011 dan Permenhut No.P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang dirilis 30 Maret 2011 merupakan kebijakan yang melempangkan kegiatan pertambangan di kawasan hutan dan pada saat bersamaan melemahkan kegiatan pengusahaan hutan.

Kondisi tersebut, imbuh Sampetoding, akan menggangu perencanaan dan pengelolaan konsesi hutan secara keseluruhan. “Ini sama saja dengan ‘pemerkosaan’ yang dilegalkan terhadap izin pemanfaatan hutan oleh perusahaan tambang,” tandas Dia.

Sampetoding menegaskan, para anggota APHI menilai kebijakan ini nyeleneh karena perusahaan tambang mendapat izin pinjam pakai kawasan dan diberi keistimewaan sebagai pemegang izin pemanfaatan kayu (IPK).

Dengan keistimewaan tersebut, lanjutnya, perusahaan tambang yang tidak punya latar belakang kehutanan bahkan boleh berperan seperti perusahaan kehutanan yang melakukan penebangan hingga pelaporan hasil tebangan.

Dengan kebijakan itu, Sampetoding memandang Menhut hanya berupaya menjaga citra politik. Dia mengaku tidak bisa menyimpulkan bahwa Menhut Zulkifli ditekan dalam pengambilan kebijakan tersebut, meski sulit untuk menghindari kenyataan bahwa ada kepentingan bisnis pertambangan di sekitar Menhut.

Sampetoding menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam dengan kebijakan Menhut tersebut dan akan berupaya agar kebijakan tersebut dibatalkan.

“Kami akan melakukan langkah hukum. Kami akan menggugat ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) agar kebijakan tersebut dibatalkan. Bila perlu kami juga akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi,” tukas Sampetoding.

Sementara itu, Direktur Eksekutif APHI, Nanang Roffandi Ahmad, mengatakan, adanya kebijakan tersebut menghilangkan kepastian lahan pengusahaan hutan sekaligus menghilangkan kepastian hukum bisnis pengusahaan hutan.

“Pengusahaan hutan adalah bisnis berkelanjutan dimana kepastian lahan dan kepastian hukum harus ada,” tutur dia.

Nanang menyatakan, akan menyampaikan surat keberatan resmi kepada Kemenhut terkait kebijakan tersebut sebelum jalur hukum diambil.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…