Oleh : Ahmad Nabhani
Wartawan Harian Ekonomi NERACA
Pemerintah selalu yakin bila pertumbuhan ekonomi dalam negeri masih tetap akan positif di tengah negara lain, yang harus mengkoreksi negatif pertumbuhannya lantaran dampak krisis ekonomi global. Tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia menjadi motor pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Maka tidak heran, bila negara lain melihat Indonesia menjadi surga pasar dan gempuran penjualan barang impor, lantaran pasar yang cukup luas dengan populasi penduduk yang besar ditambah masih positifnya daya beli masyarakat. Bank Indonesia menyebutkan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi, masih mendominasi dalam pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 60%.
Lalu bagaimana dengan sektor lain, khususnya industri pasar modal yang memiliki nilai kapitalisasi pasar yang cukup besar. Tercatat, tahun lalu nilai kapitalisasi pasar saham di bursa Indonesia mencapai Rp3.500 triliun atau sekitar US$380 miliar. Namun kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi masih sangat kecil, ketimbang sektor lain. Alhasil, pemerintah mulai melek bagaimana caranya meningkatkan peran industri pasar modal dalam partumbuhan ekonomi dalam negeri dan salah satunya meningkatkan pajak, seperti dikenakan pada industri reksa dana.
Kebijakan pemerintah untuk menggenjot sektor pajak dari industri reksa dana tidak berjalan mulus. Pasalnya, banyak resistensi dari pelaku pasar yang merasa keberatan dengan kebijakan ini hingga dituding bisa menghambat pertumbuhan reksa dana lantaran beratnya biaya yang harus dipikul investor. Kini rencana itupun masih berjalan ditempat dan pemerintah rupanya tidak mau mengambil risiko besar, karena alih-alih meningkatkan sektor pajak di reksa dana malah membunuh industrinya.
Pemerintah rupanya, harus berpikir cerdas bagaimana meningkatkan kontribusi pasar modal baik itu disaham, instrumen investasi reksa dana, surat utang atau obligasi. Suka atau tidak suka, selama ini besarnya nilai kapitalisasi pasar modal belum banyak menyentuh industri sektor riil. Yang ada terjadi disparitas dan sejatinya kehadiran industri pasar modal di Indonesia bisa memicu perekonomian sektor riil dengan mengundang dana asing masuk ke dalam negeri melalui IPO, obligasi ataupun rights issue.
Namun derasnya dana asing yang masuk ke pasar modal lebih nyaman disimpan portofolio surat utang ketimbang digelontorkan ke sektor riil untuk diputar menggerakkan roda perekonomian. Tampaknya pelaku pasar modal dalam negeri belum memiliki pemikiran yang bijak bagaimana ikut serta membangun negeri ini, bukan sekedar investasi semata untuk mendapatkan keuntungan guna memenuhi kepuasan pribadi.
Ke depan otoritas pasar modal, perlu memberikan edukasi agar dana asing yang masuk ke pasar modal bisa langsung digelontorkan peruntukannya kepada hal yang produktif dan bukan disimpan hanya menjadi bahan spekulan. Yang ada, bukannya untung malah buntung.
Maka dengan adanya sinergisitas kontribusi pasar modal bagi perekonomian, akan memicu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi dan tentu tujuannya memberikan peningkatan kesejahteraan rakyat lebih baik lagi.
Oleh: Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita Sektor industri manufaktur kerap disebut sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Hal ini didukung dengan fakta…
Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Komoditi halal kini banyak diperbincangkan dalam pengembangan ekonomi syariah. Hal ini dikarenakan visi…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Konferensi Pers APBN KiTA, Rabu…
Oleh: Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita Sektor industri manufaktur kerap disebut sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Hal ini didukung dengan fakta…
Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Komoditi halal kini banyak diperbincangkan dalam pengembangan ekonomi syariah. Hal ini dikarenakan visi…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Konferensi Pers APBN KiTA, Rabu…