Tanpa Revisi Aturan Impor, Program Revitalisasi Mesin Industri Bakal Macet

NERACA

Jakarta - Program revitalisasi mesin tekstil dan produk tekstil (TPT) oleh Kementrian Perindustrian tidak akan berjalan jika pemerintah tidak segera mengeluarkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 241 tahun 2010 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk (BM) atas barang impor.

Aryanto Sagala, kepala Badan Pengembangan Kebijakan Iklim Investasi dan Mutu Industri (BPKIMI) Kementrian Perindustrian mengatakan, pihaknya sedang mendesak Kementrian Keuangan untuk segera menerbitkan revisi PMK No 241/2010 untuk mendukung program-program pengembangan dan peningkatan daya saing industri.

“Terakhir saya kontak ke Badan Kebijakan Fiskal (BKF), katanya revisi itu sudah di tangan Menkeu. Tinggal diteken. Saya selalu mendesak supaya terbit, setidaknya akhir Maret ini,” terangnya.

Menurutnya, jika revisi ini tidak segera dikeluarkan maka, program restrukturisasi mesin industri TPT dan alaskaki yang diprogramkan Kemenprin akan sia-sia. Pasalnya program restrukturisasi permesinan yang diberikan Kemenprin dengan mengelontorkan potongan harga 10% untuk mesin yang diberi dengan impor tidak akan bermanfaat karena dikenakan BM 5% berdasarkan PMK no 241/2010 yang aktif sejak 22 Desember 2010.

“Kebijakannya jadi lucu. Tidak sejalan satu sama lainnya, program restrukturisasi itu kan berlaku pada 1 April 2011 jadi saya harap sebelum tanggal itu sudah ada revisinya,” kata Aryanto.

Sementara itu, Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, program restrukturisasi yang dilakukan Kementrian Perindustrian diharapkan mampu menjembatani proses efisiensi dan peningkatan mutu  industri.

“Pada gilirannya dapat mengamankan kebutuhan bagi pasar domestik yang mencapai 230 juta penduduk, karena daya saing sudah mulai membaik,” ujar Panggah.

Berdasarkan data Kemenprin, konsumsi TPT per kapita terus mengalami kenaikan. Sejak tahun 1999 sekitar 3,9 kilogram (kg) melonjak menjadi 5,3 kg pada 2008 dan diprediksi mencapai 6,5 kg tahun 2011. Namun angka tersebut jauh di bawah angka konsumsi per kapita China yang sebanyak 12,5 kg. Bahkan konsumsi TPT China masih di atas konsumsi per kapita dunia yang sekitar 11 kg.

Selain itu, program tersebut diharapkan mampu meningkatkan revitalisasi industri TPT dan alaskaki. Program ini, sambungnya, juga akan mampu meningkatkan utilisasi pabrik TPT hingga akan meningkatkan pangsa pasar TPT di pasar internasional.

“Pangsa pasar tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional di pasar dunia ditargetkan naik menjadi 2,5% tahun 2014 dari saat ini sekitar 1,8%. Dan diharapkan ekspor TPT nasional tumbuh rata-rata di atas 10% per tahun dan menembus US$ 15 miliar pada 2014,” jelasnya.

Aryanto menambahkan, untuk program restrukturisasi permesinan TPT dan alas kaki, telah dialokasikan dana sebesar Rp 177 miliar. Dana ini akan dialokasikan untuk 150 perusahaan TPT dan 20 perusahaan alas kaki. “Untuk tahun 2014 kita targetkan 600 perusahaan TPT dan 40 perusahaan alas kaki yang akan diberikan program restrukturisasi mesin,” kata Panggah.

Realisasi Restrukturisasi TPT

Sementara itu, Direktur Tekstil dan Aneka Ditjen BIM Kemenperin Budi Irmawan menjelaskan, untuk realisasi program restrukturisasi permesinan pada tahun 2010 mencapai 93,65% dari anggaran yang ada. Atau mencapai sebesar Rp 144,37 miliar dari alokasi anggaran Rp 154, 15 miliar. Dana tersebut diterima oleh 151 perusahaan.

Sedangkan untuk sektor alas kaki, realisasinya mencapai 74,84% atau sekitar Rp 18,30 miliar dari anggaran Rp 24,45 miliar, yang diberikan untuk  24 perusahaan.

Namun realisasi ini, sambungnya, masih akan bertambah karena beberapa sektor industri masih mengharapkan adanya restrukturisasi. Diantaranya lebih dari 4 juta unit mesin sektor spinning sudah berusia lebih dari 20 juta, 200 ribu mesin weaving, lebih dari 34 ribu mesin knitting, dan lebih 210 ribu unit mesin garmen yang berusia lebih dari 20 tahun. “Kita berharap peserta ada yang baru tiap hari. Tahun lalu, peserta program antara yang baru dan dengan yang lama, sekitar 50:50%,” urai Budi.

Terkait asal mesin, Budi mengaku pihaknya tidak menentukan. Selama ini, kata dia, impor mesin berasal dari China, Italia dan negara Eropa lain. Dalam program tersebut, produsen mendapat potongan bunga 10% untuk mesin impor dan 15% untuk peremajaan menggunakan mesin lokal.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI) Lany Sulaiman menyambut positif program tersebut. Namun menurutnya, industri penyamakan kulit mengalami kendala pengadaan dan pasokan bahan baku.

“Selama ini kebutuhan banyak dipasok dari impor. Di sisi lain, meski kita mengimpor bukan dari negara terkena penyakit kuku dan mulut, tetap saja harus ada surat-surat yang menyertai sertifikasinya sebelum bisa masuk ke sini. Selain itu, juga ada persoalan perang harga karena adanya pembelian kontan demi kebutuhan pasokan,” ujar Lany.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…