Mulai Maret 2011 - Harga Kaca Lembaran Telah Naik Hingga 10%

NERACA

Jakarta - Harga rata-rata kaca lembaran telah mengalami peningkatan sekitar 5% sampai 10% mulai Maret 2011. Kenaikan harga ini dipicu oleh meningkatnya biaya produksi.

Menurut Kepala Unit Kaca Pengaman Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan mengatakan, kenaikan harga ini variasi tergantung dari jenis kaca.

Harga kaca lebaran berwarna, imbuh Yustinus, akan lebih mahal dibanding dengan kaca polos. Selain itu, harga kaca tebal juga lebih mahal dibandingkan dengan harga kaca tipis.

“Industri kaca lembaran akan tumbuh seiring dengan berkembangnya industri yang membutuhkannya seperti otomotif dan proyek bangunan,” kata Yustinus saat dihubungi NERACA, Senin (28/3).

Menurut Yustinus, beberapa biaya produksi yang mengalami kenaikan adalah bahan baku. Kenaikan harga bahan baku terjadi sejak Januari 2011 dan mengakibatkan industri kesulitan mendapat bahan baku. Akibat kenaikan harga bahan baku, lanjutnya, akan menambah biaya produksi hingga sekitar 33-37% dari total biaya produksi.

Kondisi ini diperburuk oleh masalah pasokan gas sebagai bahan baku industri kaca yang tidak juga ada kepastian.

Yustinus menceritakan, pada tahun lalu industri kaca lembaran mendapatkan pasokan gas sebesar 35 juta kaki kubik per hari atau million metric standard cubic feet per day (MMSCFD). Sementara kebutuhan untuk industri pada tahun 2011 sebesar 60,31 MMSCFD. Namun hingga kini belum ada kepastian jumlah yang akan didapat.

Walaupun ada masalah peningkatan harga bahan baku dan tidak ada kepastian pasokan gas, Yustinus berharap hal tersebut tidak mempengaruhi omzet pada tahun ini.

“Selama kuartal I tahun ini, saya perkirakan omzet akan naik 6% dari kuartal IV tahun lalu,” ucap Yustinus.

Dia menyebut, inovasi produk baru dan kondisi makro ekonomi yang terus membaik akan menjadi penopang utama pertumbuhan penjualan kaca lembaran dalam tahun 2011.

Untuk tahun ini, sambungnya, industri akan tetap fokus pada penjualan di pasar domestik dibandingkan dengan pasar ekspor. “Pasar kaca lembaran ekspor membutuhkan standar kualitas yang lebih tinggi daripada kaca lembaran untuk konsumsi dalam negeri. Sekitar 60% produksi kaca lembaran dijual di pasar domestik, sisanya sekitar 40% diekspor ke Jepang, Australia, Selandia Baru, Timur Tengah, Amerika Serikat dan Eropa,” terangnya.

Yustinus mengungkap, pelaku industri domestik saat ini sanggup memproduksi kaca lembaran hingga 1,3 juta ton per tahun atau 4.500 ton per hari. “Namun, kami masih lebih banyak bermain di pasar lokal, walaupun tidak menutup kemungkinan menggarap pasar ekspor,” tutur Yustinus.

Persyaratan SNI

Sementara itu, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, ada 3 dari 10 persyaratan umum yang terkait dengan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib yang tidak bisa dipenuhi untuk menggunakan komposisi bahan baku tertentukan.

Menurut Panggah, hal itu terjadi karena ada hal yang harus disesuaikan dengan kemampuan dari industri. Ada tiga dari 10 persyaratan umum SNI yang tidak diluluhkan. Tiga hal itu terkait sifat material dan hanya sebagai referensi.

Yang harus dipikirkan, tutur Panggah, adalah mengenai industri kecil terutama bahan baku untuk kaca patri atau berwarna yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

“Selain itu juga terkait Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan kawasan berikat,” ujar Panggah.

Menurut Yustinus, ketiga syarat tersebut tidak dapat dipenuhi oleh industri bukan karena ketidaksanggupan industri kaca lembaran, tetapi lebih karena penggunaan jenis komposisi bahan baku. Akibat tiga syarat tersebut, penerapan SNI wajib terganggu.

“Tiga persyaratan itu memang menghambat penerapan SNI Wajib kaca lembaran. Itu kan sudah lama tapi baru disadari pada saat diwajibkan,” ucap Yustinus.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…