Pasar Elektronik 2011 Diperkirakan Bakal Tumbuh 20%

NERACA

Jakarta - Pasar produk elektronik Indonesia sepanjang tahun 2011 akan mengalami pertumbuhan sebesar 20%. Pertumbuhan ini terutama di kelas menengah ke bawah.

Demikian prediksi PT GFK Retail and Technology Indonesia, perusahaan riset pemasaran yang merupakan anak usaha dari GFK Group. Secara rutin, GFK Indonesia melakukan riset terhadap lebih dari 40 produk sektor industri.

General Manager PT GFK Retail and Technology Indonesia, Guntur Sanjoyo mengatakan, pada tahun  2010, nilai pasar elektronika di Indonesia mencapai Rp 83 triliun. Pasar penjualan elektronik itu dari 40 tipe produk elektronik, diantaranya smartphone, tv flat, kamera saku, notebook atau netbook, AC, mesin cuci dan lemari es.

Guntur menjelaskan, pertumbuhan penjualan elektronik dapat terlihat dari  kepemilikan barang setiap keluarga di Indonesia dan merupakan peluang bagi industri. Untuk Indonesia peluang pertumbuhan masih sangat tinggi, Budi mencontohkan, dari sekitar 50 juta keluarga, hanya 15%  yang punya lemari es. Budi memperkirakan pertumbuhan lemari es tahun ini akan mencapai 30%.

“Pertumbuhan penjualan produk elektronik juga didorong adanya pasar baru. Misalnya keluarga baru yang tadinya tidak butuh televisi menjadi butuh,” terangnya.

Dengan adanya faktor pendukung yang cukup signifikan, Guntur memperkirakan penjualan elektronik rata-rata akan tumbuh sekitar 20% kecuali pertumbuhan AC yang akan mencapai 30%. “Ini pertumbuhan konservatif, kalau melihat pertumbuhan penjualan smart phone bisa mencapai 30%,” kata Guntur.

Di tempat yang sama, Senior Account Manager PT GFK Retail and Technology Indonesia, Grace Maringka memandang pertumbuhan smart phone akan tetap besar di Indonesia karena gaya hidup masyarakat yang suka mengganti handphone. Pada tahun 2010, gaya hidup ini juga terjadi. Dalam kurun waktu kurang dari setahun, masyarakat Indonesia sudah mengganti produk HP yang digunakannya. “Orang-orang yang sudah memiliki mobile phone dan TV, meng-upgrade barang mereka dengan yang lebih baik,” imbuhnya.

Selain karena trend, Grace mengatakan, keinginan konsumen untuk mengganti produk elektroniknya lebih karena pada kebutuhan. “Justru dengan adanya kebutuhan itu, industri harus bisa membaca dan menawarkan apa yang diinginkan konsumen,” terangnya.

Grace menambahkan, dari keseluruhan produk elektronik yang dibeli pada 2010, sebagian besar produk elektronik yang terjual harganya di bawah Rp 2 juta. Sedangkan untuk segmen kelas atas dengan harga lebih dari Rp 5 juta, hanya menyumbang 2% dari keseluruhan penjualan secara kuantitas. Namun dari segi nilai penjualan segmen menengah ke atas menyumbang sekitar 16% dari total penjualan. Produk  produk kelas atas yang dibeli adalah Mobile Computer (Notebook dan Netbook) dan Smart Phone.

“Saat memproduksi barang elektronik dengan harga di bawah Rp 2 juta, maka potensi jangkauan pasar mencapai 84%, tahun ini trend yang sama juga akan terjadi,” kata dia.

Sebelumnya, ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Ali Soebroto Oentaryo menyatakan, pertumbuhan industri elektronika nasional hanya sebesar 15% dalam tahun ini. Pertumbuhan industri dalam negeri tergantung dari kebutuhan elektronik di pasar domestik ditentukan oleh pertumbuhan rumah tangga baru.

“Saat ini, dari jumlah penduduk 230 juta, pada saat ini penetrasi televisi sudah hampir 100% karena semua orang punya. Dan dalam satu rumah tangga punya lebih dari satu televisi. Sedangkan untuk lemari es masih 60%, dan mesin cuci sudah 50%,” kata Ali.

Di samping pertumbuhan ekonomi nasional yang akan menunjang daya beli masyarakat. Diperkirakan tahun depan kinerja ekonomi nasional akan sangat membaik. Peningkatan pertumbuhan ini, sambungnya, akan mendorong peningkatan omzet dengan pertumbuhan industri sebesar 15% pada tahun 2011 akan meningkat omzet penjualan sebesar 30% dari tahun ini Rp23 triliun.

Tahun ini pertumbuhan ekspor diperkirakan belum terlalu membaik. “Untuk ekspor lebih didorong oleh perusahaan-perusahaan elektronik yang merelokasi pabriknya ke Indonesia seperti PT LG Electronic Indonesia (LGEIN) dan PT Panasonic Corporation,” terangnya.

Walaupun penjualan akan mengalami peningkatan, lanjutnya, kebutuhan dalam negeri akan banyak diisi oleh produk elektronik impor. Pasalnya saat ini produksi nasional hanya mampu mengisi sekitar 30% dari kebutuhan. “Pertanyaannya adalah bagaimana mengisi kebutuhan pasar domestik dengan produk buatan dalam negeri?,” tegas Ali.

Sementara itu, untuk investasi baru pada tahun ini, belum ada relokasi pabrik elektronik ke Indonesia. Pasalnya, masih ada beberapa kendala yang harus diperbaiki oleh pemerintah, seperti fleksibilitas undang-undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan infrastruktur yakni masalah pembebasan tanah. “pemerintah harus melakukan fleksibilitas undang-undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, karena Indonesia mempunyai comparative advantage yakni tenaga kerja,” terangnya.

Sedangkan masalah listrik pada tahun depan, menurutnya, tidak akan ada masalah lagi karena PLN sudah memberikan jaminan kepastian pasokan listrik bagi industri. Ali mencontohkan salah satu pabrik di Jawa Barat yang meminta pasokan listrik sebesar 230 megawatt (MW), dan langsung diberikan oleh PLN.

Ali juga mengatakan, penerapan non tarif barier yang diterapkan pemerintah berupa kebijakan pemerintah seperti labelisasi bahasa Indonesia, Permendag nomor 39, dan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib memang mampu menekan impor. Namun sangat sayang saat ini penerapan SNI wajib baru diterapkan pada produk televisi cembung, pompa air, dan setrika mulai April 2010.

Sementara pada tahun depan, SNI wajib baru akan diterapkan pada produk mesin cuci, lemari es, dan AC. “Kebijakan pemerintah yang non tariff barrier itu kan hanya menghambat bukan melarang impor, jadi otomatis impor akan sulit masuk,” ucap Ali.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…