Aturan Impor Barang Berpotensi Rugikan Industri

NERACA

Jakarta – Pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 39 tahun 2010 tentang ketentuan impor barang jadi sejak 1 Januari 2011 mengganggu kelangsungan hidup industri, terutama yang berskala kecil.

Menurut anggota Komisi VI DPR RI Erik Satria Wardhana, regulasi itu berpotensi membuat pelaku industri yang tidak banyak mendapat dukungan dari pemerintah beralih usaha menjadi pengimpor.

“Ambil contoh produsen gelas. Karena tak banyak mendapat insentif dan dukungan, harga jual produknya lebih mahal dari produk serupa yang diimpor. Ini akan mendorong mereka memilih jadi pedagang yang lebih menguntungkan,” tandasnya di Jakarta, Selasa.

Dalam jangka panjang, sambung Dia, kondisi yang demikian bisa merusak infrastruktur produksi. Sementara pemulihannya sulit dilakukan dan akan memakan waktu lama.

Namun anggota Komisi VI DPR RI yang lain, Atte Sugandi menilai aturan itu lebih baik dari aturan sebelumnya karena setidaknya mempersempit ruang gerak produsen dalam melakukan impor barang. “Dulu mereka bisa mengimpor semua jenis barang jadi, sekarang hanya boleh barang jadi yang sesuai dengan izin usaha industrinya. Sekarang juga ada mekanisme pengawasan serta sanksi atas pelanggaran,” jelasnya.

Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Komisariat Universitas Islam Bandung Asnita Frida Sebayang menjelaskan bahwa pemberlakuan aturan impor barang jadi memang akan mempengaruhi sisi suplai pada pasar produk karena menambah kuantitas barang di pasar dalam negeri. “Konsumen akan memiliki banyak pilihan. Produk yang kompetitif tentu akan diterima pelanggan,” ujarnya.

Di sisi lain, lanjutnya, produsen lokal berhadapan dengan lebih banyak pesaing sehingga mau tidak mau harus berusaha meningkatkan kinerja dan efisiensi supaya tetap bisa menguasai pasar.

Asnita menerangkan pula bahwa dalam hal ini beberapa upaya bisa dilakukan untuk mempertahankan pangsa pasar yang lebih besar bagi produsen lokal. “Dunia usaha perlu mengubah perilaku menuju perilaku yang proproduktifitas, juga lebih banyak memperkenalkan merek-merek produk dalam negeri,” tutur Dia.

Dia menambahkan, Pemerintah juga harus menyesuaikan perilaku sesuai dengan fungsinya, antara lain dengan mengendalikan pemberian izin impor, mengampanyekan penggunaan produk dalam negeri dan memberikan bantuan yang benar-benar dibutuhkan oleh produsen lokal.

“Kadang produsen tidak butuh bantuan mesin atau yang sejenis, tapi informasi, pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menghasilkan produk yang lebih baik dan berdaya saing,” urai Asnita.

Pro kontra

Permendag) Nomor 39 tahun 2010 tentang ketentuan impor barang jadi berlaku efektif tanggall 1 Januari 2011, pro dan kontra kemudian mengikuti penerapan ketentuan baru yang sebenarnya merupakan perbaikan atas aturan yang sudah sejak lama ada tersebut.

Sebelumnya beberapa anggota Komisi VI DPR RI menyatakan khawatir aturan itu dapat membuat produk impor makin banyak masuk sehingga industri kecil sulit bertahan jika tidak segera diperbaiki.

Saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI membahas masalah itu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan pemerintah akan membahas masukan dari anggota dewan terkait pemberlakuan aturan baru tentang impor barang jadi oleh produsen.

Dia menjelaskan pula bahwa aturan impor barang jadi yang baru sebenarnya lebih ketat dari ketentuan serupa yang berlaku sebelumnya.

Menurut Permendag Nomor 39 tahun 2010, impor barang jadi hanya dapat dilakukan oleh produsen yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan atas nama Menteri Perdagangan dengan melampirkan izin usaha industri dari BKPM atau instansi terkait.

Aturan itu juga membatasi kegiatan impor produsen. Produsen hanya boleh mengimpor barang jadi yang terkait dengan izin usaha industrinya. “Jadi ini justru membatasi. Kalau sebelumnya boleh mengimpor barang apa saja, sekarang hanya boleh mengimpor barang jadi yang sesuai cakupan izin usaha industrinya,” terangnya.

Permendag Nomor 39 tahun 2010 juga mengatur pengawasan kegiatan impor oleh produsen dan kepatuhan mereka menjalankan aturan.

Kementerian Perdagangan dan instansi terkait akan melakukan penilaian kepatuhan berdasarkan kebenaran laporan realisasi impor, kesesuaian jenis barang yang diimpor dengan izin industri, dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku tentang impor dan kepabeanan. Produsen yang terbukti melanggar ketentuan impor barang jadi akan dikenai sanksi berupa pencabutan dari daftar produsen yang diijinkan mengimpor barang jadi.

“Kalau ternyata produsen tidak melakukan kegiatan produksi sesuai izin, maka Angka Pengenal Impor-Produsennya juga akan dicabut,” imbuhnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…