Oleh: Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Dampak dari epidemi virus Covid–19 kian berasa pada diri masyarakat Indonesia. Apalagi pemerintah pusat dan daerah telah menerapkan social dintancing dimana – mana semakin menjadi suasana social distress banyak terjadi pada diri masyarakat. Terlebih social distress semakin meninggi dikarenakan adanya financial distress akibat aktifitas ekonomi yang mengalami slow down yang dimiliki oleh masyarakat.
Melihat kondisi tersebut menjadikan simalakama bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan publik, di satu sisi menyelamatkan jiwa manusia dan di sisi yang lain ekonomi harus diselamatkan pula jika tidak dilakukan akan menjadi masalah sosial. Maka disinilah diperlukan kepekaan pemerintah dalam mengambil kebijakan yang populis agar masyarakat tidak mengalami social distress yang berlarut-larut.
Untuk menghadapi masalah ini pemerintah harus memikirkan pentingya pemberian insentif kepada masyarakat terkait dengan dampak Covid–19. Kebijakan pemberian insentif di tengah kebencanaan sangat diperlukan untuk memberikan rasa keamanan bagi masyarakat. Pemerintah harus adil bukan saja pada lembaga keuangan yang memperoleh insentif berupa kebijakan penurunan suku bunga Bank Indonesia atau kebijakan restrukturisasi pembiayaan. Sementara insentif kepada masyarakat secara totalitas belum dijalankan sama sekali.
Menengok pengalaman tahun 1998—ditengah kemelut bangsa dalam transisi dari Orde Baru ke Orde Reformasi, pemerintah Indonesia pernah membuat kebijakan pemberian insentif bernama program jaringan pengaman sosial (social safety net programs), meskipun program tersebut ditentang oleh banyak orang ternyata program jaringan pengaman sosial (JPS) mampu memberikan pemanfaatan terhadap masyarakat Indonesia ditengah krisis ekonomi yang sangat tinggi. Untuk menjalankan program JPS berbagai jenis program dibuat baik pemberdayaan ekonomi, kesehatan dan lain-lain. Bahkan, untuk menjalankan program JPS titu diperlukan keterlibatan dari berbagai pihak dalam menjalankan program. Hasil dari output JPS di tahun 1998 mampu mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat.
Berkaca pada pengalaman tahun 1998—tentunya pemerintah yang saat ini lagi dalam menghadapi kebencanaan Covid–19 bisa mengambil referensi kebijakan yang pernah dilakukan dalam memberikan insentif yang tepat. Apalagi perkembangan Covid–19 yang diinformasikan oleh pemerintah yang semakin hari trend penderitanya semakin bertambah, untuk itu tak ada cara lain dengan melakukan karantina khusus wilayah atau lockdown seperti yang diterapkan oleh berbagai negara yang menjalankan program tersebut. Ketika terjadi kebijakan diberlakukan pemberian insentif kepada masyarakat adalah sebagai upaya tidak terjadinya social distress dimana-mana.
Berdasarkan rapat dewan gubernur (RDG) BI periode Februari 2020, proyeksi ekonomi RI sudah turun menjadi 5,1% - 5,5% dari sebelumnya 5%-5,4%. Dengan demikian proyeksi perekonomian nasional akan lebih rendah dibandingkan dengan peiode sebelumnya. Selain itu industri pariwisata dan perhotelan juga telah mengalami kerugian mencapai US$ 1,5 miliar atau setara dengan Rp 21 triliun. Potensi kerugian ini dihitung dari perkiraan wisatawan China yang biasanya menghabiskan US$ 1.100 dalam satu kali perjalanan ke Indonesia.
Untuk menyelamatkan putus hubungan kerja (PHK) bagi karyawan banyak industri pariwisata melakukan kebijakan pembayaran gaji kepada karyawan 50 %. Hal itu belum bisa menjadikan jaminan bagi pengusaha untuk terus memberikan sebesar gaji 50 % kalau epedemi Covid–19 bisa bertahan hingga 6 bulan. Bisa – bisa para pengusaha di sektor pariwisata menutup usaha dan mem-PHK para pekerjanya.
Maka JPS harus bisa menjadikan solusi bagi pemerintah dalam mengatasi masalah ini. Jika pemerintah tak mampu karena keterbatasan dana, bisa dilakukan dengan mengajak koalisi masyarakat sipil seperti lembaga – lembaga zakat untuk membuat program – program tersebut. Di tengah kebencanaan saat ini berbagai institusi lembaga amil, zakat, infaq dan sedekah telah banyak bergerak untuk memberikan rasa jaminan kepada masyarakat agat tidak terjadi social distress. Masalah Covid–19 adalah masalah kita bersama untuk itu kita harus saling berkerjasama agar badai virus corona ini bisa berlalu di negeri ini.
Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…
Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…
Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…
Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…