Pertumbuhan Minimarket Dorong Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat

NERACA

Jakarta - Pertumbuhan retail modern jenis minimarket akan lebih tinggi dibandingkan dengan hypermarket. Kondisi ini akan mengubah pola perilaku konsumen di Indonesia dalam mengalokasikan belanja yang akan didominasi pada kebutuhan non primer non pangan dibandingkan kebutuhan pangan.

Berdasarkan hasil riset dari Lembaga Survei AC Nielsen, pertumbuhan ritel modern untuk minimarket pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 42% dibandingkan tahun 2009. Sementara untuk hypermarket mengalami pertumbuhan minus 3% dibandingkan tahun 2009.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Benjamin Mailool memandang, pertumbuhan minimarket yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan hypermarket merupakan hal yang wajar. Pasalnya banyak fleksibilitas yang lebih besar untuk membangun minimarket dibandingkan dengan membangun hypermarket.

Menurutnya, beberapa kemudahan dalam mengembangkan minimarket dibandingkan hypermarket diantaranya biaya investasi yang cukup rendah dibandingkan hipermarket,  adanya sistem francise sehingga dapat dikelola oleh banyak orang,  ditambah lagi luas lahan yang tidak terlalu besar sehingga mudah didapati.

“Bangunan hypermarket dan supermarket membutuhkan lahan yang cukup luas yakni sekitar 600-7.000 meter. Sedangkan minimarket hanya 100 meter. Ditambah lagi minimarket masih sangat diminati konsumen,” terangnya.

Walaupun pada tahun 2010, pertumbuhan hypermarket diperkirakan minus, namun Benjamin menyebut, bisnis ini pada tahun 2011 akan tetap tumbuh dan pertumbuhan minus tersebut bukan merupakan pertanda kejenuhan dari pertumbuhan hypermarket.

“Tapi tetap akan tumbuh walaupun tidak sekuat minimarket, karena pola konsumsi konsumen berbeda,” ucapnya.

Namun demikian Benjamin memandang pertumbuhan retail modern baik minimarket maupun hypermarket akan tetap tumbuh. Tapi pertumbuhan itu hanya bisa dicapai dengan dukungan pemerintah baik pusat dan daerah.

“Masalah pemutihan minimarket harus dikaji ulang harus bisa melihat dampak positif dari pertumbuhan minimarket yang justru bisa menggeliatkan pertumbuhan perekonomian serta menyerap banyak tenaga kerja. Pertumbuhan minimarket akan terjadi apabila didukung oleh regulasi pemerintah. Kami melihat kebijakan pemerintah terkait jarak antara ritel modern dan tradisional sudah tepat. Pertumbuhan minimarket dan hypermarket tidak akan menganggu pasar tradisional, karena yang dijual bukan barang-barang fresh dan terlarang,” jelas Benjamin.

Selain itu, lanjut Benjamin, pemerintah harus memandang positif pertumbuhan retail modern. Pasalnya pertumbuhan retail modern membantu distribusi barang sehingga menekan laju inflasi.

“Jangan menganggap mereka kanibal pasar tradisional. Dengan adanya ritel modern, distributor bisa mendistribusikan barang ke seluruh Indonesia. Ini juga mampu menekan inflasi. Kalau tidak ada ini, maka bisa terjadi inflasi dan menaikkan harga produk,” tutup Benjamin.

Pemerintah, sambungnya, harus lebih fokus untuk memperbaiki kondisi infrastruktur pasar tradisional. Program revitalisasi pasar tradisional, lanjut dia, sudah cukup baik.

“Karena konsumen ritel modern dan pasar tradisional itu berbeda. Orang akan tetap datang ke pasar tradisional walaupun juga ke ritel modern. Karena bisa belanja langsung dengan tawar menawar dan membeli dalam jumlah kecil. Pertumbuhan minimarket dan hypermarket itu tergantung taraf hidup masyarakat, demografi, populasi dan pendapatan perkapita serta infrastruktur. Kalau itu mendukung, pasti kita akan bangun di daerah yang memenuhi semua syarat  itu,” papar Benjamin. 

Dominasi Non Pangan

Sementara itu, Executive Director Retail Measurement Services Nielsen Teguh Yunanto mengatakan, berdasarkan hasil survey Nielsen, pasar modern baik hypermarket, minimarket dan pasar tradisional akan bersaing dengan ketat merebutkan pasar nasional. Diperkirakan pasar nasional tahun ini akan mencapai mencapai Rp 113-115 triliun.

Namun, lanjut Teguh, akan ada pergeseran pola perilaku belanja masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia diperkirakan akan mengalokasikan belanja ke produk-produk non primer non pangan seperti handphone dan mobil dibandingkan kebutuhan primer pangan. 

“Bukan berarti konsumen tidak lagi berbelanja. Hanya saja, mereka lebih menahan diri. Terutama untuk membeli produk-produk basic need. Meski pendapatannya pas-pasan, konsumen tetap saja berbelanja produk-produk seperti handphone, termasuk mobil. Bahkan toko-toko sepeda semakin banyak. Itu peralihan gaya hidup,” kata Teguh.

Selain itu, pola perilaku masyarakat dalam mendatangi tempat belanja juga akan berubah. Masyarakat akan mulai mempertimbangkan biaya belanja dengan kenyaman yang didapat. Sehingga masyarakat akan lebih banyak mendatangi minimarket dibandingkan dengan hypermarket.

“Konsumen mulai memperhitungkan biaya yang dia keluarkan. Buat apa mengeluarkan biaya untuk bensin kalau hanya untuk berbelanja kebutuhan pokok ke toko yang jauh? Lebih baik ke toko yang lebih dekat meski harganya berbeda tipis. Ini yang menyebabkan, jumlah toko format hypermarket tidak berkembang signifikan. Bahkan jumlah supermarket menurun. Berbeda dengan jumlah minimarket yang terus naik. Artinya, konsumen mulai mencari pengalaman berbelanja yang lebih. Tantangan bagi peritel menciptakan differensiasi,” papar dia.

Berdasarkan data Nielsen, jumlah gerai minimarket di Indonesia pada tahun 2010 melonjak sekitar 42% menjadi 16.922 unit dibandingkan 2009 yang mencapai 11.927 unit. Sedangkan, total jumlah gerai hypermarket dan supermarket turun sebanyak 3% menjadi 1.230 gerai dibandingkan tahun 2009 yang hanya 1.272 gerai. Dengan terkonsentrasi di pulau Jawa sebesar 57% dan 22% di Sumatera, sisanya 21 % di wilayah Indonesia lainnya.

“Jumlah toko di Indonesia tertinggi kedua setelah India. Di Asean, jumlah toko Indonesia tertinggi. Tapi, dibandingkan 2009 yang mencapai 2,558 juta gerai, terjadi penurunan jumlah sekitar 1,3%,” jelas Teguh.

Pergesaran Padat penduduk

Sementara itu, Teguh mengatakan, peritel akan fokus ekspansi di lokasi padat populasi menyusul perpindahan pemukiman ke daerah pinggiran. Sehingga, jumlah toko di daerah pinggiran akan bertambah, berbeda dengan daerah perkotaan yang justru menurun. Sementara itu, toko dan pasar tradisional masih menjadi pilihan utama konsumen.  

Teguh menilai persaingan ketat antara toko, dapat disikapi dengan melakukan differensiasi. Contoh paling mudah, tukas dia, melalui program promosi diskon. Terutama, untuk produk-produk kebutuhan sehari-hari, seperti minyak goreng. Namun langkah ini tidak akan menciptakan konsumen yang loyal.

Peluang lain yang dapat dilakukan peritel lanjutnya, adalah dengan differensiasi melalui specialty stores. Dia mencontohkan, gerai-gerai yang khusus menjual produk-produk kesehatan (farmasi) dan kecantikan. Contoh lain, gerai-gerai toko modern yang mengkhususkan target pasar kelas premium.

“Sementara itu, ada format lain yang justru menikmati peluang. Yakni, semi ritel yang biasanya berlokasi di pasar tradisional. Dia melayani konsumen akhir dan peritel lain. Tahun 2009, jumlah toko semi ritel mencapai 52,5 ribu unit. Naik 5% pada 2010 menjadi 55,1 ribu unit. Sedangkan, jumlah toko kosmetik naik 17,3% menjadi 6.780 unit tahun 2010 dibandingkan 2009 yang 5.782 unit,” jelas Teguh.

Sementara itu, Benjamin memandang pergesaran retail modern akan dilakukan dengan mempertimbangan beberapa faktor diantaranya kepaddatan penduduk, Pendapatan perkapita, demografi wilayah serta infrastruktur yang memadai. “Jika syarat itu dipenuhi gerai akan dibangun,” jelasnya.

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…