Usut Tuntas Korupsi BUMN

Dua perusahaan asuransi milik negara, Jiwasraya dan Asabri, saat ini menghadapi ujian perbuatan  kriminal berat. Murni perbuatan kriminal, bukan kejahatan politik. Artinya, tidak unsur Jokowi bermain politik dengan kasus ini. Apa yang terungkap sekarang tidak bisa dilepaskan dari sebuah proses yang panjang. Ini betul-betul kejahatan mental dan pikiran yang bakulindan begitu saja. Mengapa? Karena setiap kejahatan semacam Jiwasraya dan Asabri selalu berkaitan dengan kejahatan kerah putih. Tidak ada perampokan uang APBN. Ia hadir karena sistem yang ada. Siapapun berpotensi untuk jadi jahat bila ada kesempatan.

Semua aturan dilalui dengan baik sehingga semua aparat pengawas, mengakui “ sah demi hukum”. Namun bukan berarti itu dibenarkan secara moral. Mereka tahu, dan itu sudah berlangsung lebih 10 tahun. Semua nampak baik baik saja, tetapi tidak sepenuhnya baik. Mereka sadar itu. Madoff dalam wawancara eklusifnya dengan wartawan sempat berkata “ saya yang membuat aturan Nasdaq, saya sebagai direktur kehormatan asosiasi Bursa. Saya tahu itu salah. Tetapi yang lebih salah bukanlah sistem, tetapi kreator dari sistem itu," ujarnya.

Bukan soal pemerintah tetapi masyarakat memang butuh narasi  yang menjanjikan walau itu hanya fantasi. Para mereka yang terlibat di pasar, hanya mendelivery keinginan masyarakat. Kalau engga, pasar tidak akan bergairah. Tidak ada gairah , tentu tidak ada kapitalisme.”

Jadi, siapa yang salah? Kalau tidak ada yang mengaku bersalah, salahkanlah saya. Hukumlah saya seberat beratnya. Tetapi ingat, itu tidak akan menghentikan bisnis ponzi.Selagi ada orang rakus, dan selagi orang masih butuh fantasi, bisnis ponzi akan selalu ada,” ujar Madoff.

Masalah Jiwasraya dan Asabri adalah puncak gunung es dari bobroknya mental orang yang punya akses kepada dana dan kekuasaan.  Bobroknya mental orang berduit yang selalu ingin menambah hartanya dengan cara-cara to good to be true. Yang membuat harga real estate dan mobil mewah menjadi bubble. Membuat bisnis yang menawarkan hedonisme laku keras. Membuat orang kaya semakin berjarak dengan si miskin. Membuat rasio Gini semakin melebar.  Ini kesalahan sama tuanya dengan Adam terusir dari sorga karena bujukan Setan.

Namun menurut anggota III BPK Achsanul Qosasi, PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) pernah diaudit oleh BPK pada 2016.Dalam temuannya, BPK menilai pengelolaan investasi di Asabri tidak efektif dan efisien. “Hampir sama dengan Jiwasraya,” ujarnya (11/1). Sebelumnya, harga saham-saham yang menjadi portofolio Asabri berguguran lebih dari 90% sepanjang 2019. Dari keterbukaan informasi diketahui ada 14 saham yang masuk ke dalam portofolio Asabri. Namun, Asabri melepas seluruh investasinya di PT Pool Advista Finance Tbk. (Pool) pada Desember 2019.

Akibatnya, saham Pool terjun paling dalam di antara portofolio Asabri lainnya dengan penurunan 96,93% sepanjang 2019. Bahkan, saham tersebut disuspensi hingga kini sejak 30 Desember 2019, dengan level harga penutupan Rp 156.

Pada 8 Januari lalu, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto mengingatkan agar Asabri mematuhi tata kelola investasi yang telah diterbitkan pemerintah. "Pedoman investasinya ada, tetapi (yang utama) kebijakan berinvestasi (oleh direksi) harus sesuai dengan tata kelola yang baik," kata Hadiyanto di Istana Wapres di Jakarta.Namun tidak seperti Jiwasraya, Achsanul mengatakan Asabri masih memiliki cash flow atau arus kas setiap bulan. Jumlahnya sekitar Rp 1 triliun dari iuran premi anggota TNI, Polri, dan PNS di Kementerian Pertahanan dan Polri yang menjadi anggota mereka. Sehingga, kata dia, Asabri tidak memiliki masalah dalam pembayaran klaim. Itu sebabnya, Asabri akan tetap likuid dan tidak akan kekurangan likuiditas.

Sementara Jiwasraya, harus menderita default atau gagal bayar klaim Rp 12,4 triliun.Di tubuh Jiwasraya, masalah dalam investasi juga terjadi. Namun, dana investasi pun hanya digunakan untuk membeli saham dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) dan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR). Karena itu, otoritas bursa dan OJK seharusnya bisa menyetop keberadaan saham-saham gorengan ini. Sebuah saham disebut gorengan saat mengalami fluktuasi nilai secara drastis akibat permainan pelaku pasar.       

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…