Abraham : KPK Hentikan 36 Perkara, Ini di Luar Kewajaran

Abraham : KPK Hentikan 36 Perkara, Ini di Luar Kewajaran  

NERACA

Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Abraham Samad menilai langkah KPK menghentikan 36 perkara dugaan korupsi di tingkat penyelidikan merupakan sebuah hal di luar kewajaran.

"Saya pikir ini sesuatu yang di luar kewajaran di KPK selama ini," ujar Abraham saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (21/2).

Abraham mengatakan, pada saat dirinya memimpin lembaga antirasuah itu, proses penghentian sebuah penyelidikan perkara tidak bisa dilakukan dengan mudah. Ada sejumlah mekanisme yang harus dilalui sebelum keputusan tersebut diambil."Ada mekanisme yang obyektif dan akuntabel yang harus dilakukan sebelum mengambil keputusan," ucap dia.

Selain itu, kata dia, sebelum memutuskan untuk menghentikan sebuah kasus di tingkat penyelidikan, para penyelidik maupun penyidik juga harus melakukan kajian dan analisis terlebih dahulu untuk memperoleh gambaran yang objektif dari kasus yang dimaksud.

"Seharusnya sebelum menghentikan kasus di tingkat penyelidikan, harus dikaji dan dianalisis bersama teman-teman penyelidik dan penyidik agar supaya kita mendapat gambaran yang obyektif dan jelas mengenai setiap kasus itu," ucap Abraham.

Terpisah, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto mempertanyakan langkah KPK menghentikan 36 perkara dugaan korupsi di tingkat penyelidikan karena memunculkan pertanyaan apa yang sedang terjadi di institusi tersebut. 

“KPK sebagai garda terdepan menghadirkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi serta memerangi korupsi, keputusan KPK yg menghentikan penyelidikan atas 36 kasus dugaan korupsi ini cukup mengagetkan dan melahirkan tanda tanya besar, ada apa dengan KPK," kata Didik di Jakarta, Jumat (21/2).

Menurut dia, langkah KPK itu juga menimbulkan pertanyaan publik seperti apakah ada kesalahan fundamental dalam memberantas korupsi selama ini sehingga harus dihentikan dan apakah ada indikasi tebang pilih dengan basis selera dan target, sehingga tidak bisa dilanjutkan.

Karena itu dia menilai apa yang dilakukan KPK tanpa disertai dengan penjelasan yang utuh akan membingungkan dan menimbulkan spekulasi besar di tengah masyarakat. 

"Bisa saja muncul spekulasi tentang ketidakhati-hatian KPK masa lalu dalam menangani kasus. Bisa juga muncul spekulasi dengan basis yang subyektif terhadap KPK saat ini," ujarnya.

Dia berharap KPK segera menjelaskan kepada publik secara terang dan utuh langkah serta keputusannya itu agar tidak menimbulkan kegelisahan dan spekulasi publik terkait dengan upaya pemberantasan korupsi saat ini dan ke depan.

Didik mengatakan, dengan penjelasan yang utuh dan terang, masyarakat akan tergerak untuk bisa membantu memberikan masukan sebagai bahan bagi KPK untuk mengevaluasi dan menentukan langkah-langkah progresif pemberantasan korupsi, dengan tetap menjunjung tinggi asas hukum, hak setiap warga negara termasuk HAM. 

"Korupsi adalah musuh kita selamanya, korupsi harus diberantas hingga akar-akarnya, namun memberantas korupsi tidak boleh melanggar hak, melanggar hukum dan juga harus menjunjung tinggi HAM," ujarnya.

Selain itu dia juga mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi akan optimal apabila mendapatkan partisipasi dan dukungan publik.

Sebaliknya menurut dia, apabila rakyat sudah pesimis dan tidak percaya kepada aparat penegak hukumnya termasuk KPK, dikhawatirkan khawatir rakyat akan melakukan koreksi dengan cara mereka."KPK harus selalu menyadari bahwa pemberantasan korupsi selalu membutuhkan dukungan dan partisipasi rakyat, KPK tidak bisa berjalan sendiri dalam memberantas korupsi," katanya.

Sebelumnya, (KPK) mengonfirmasi telah menghentikan 36 perkara pada tahap penyelidikan untuk akuntabilitas dan kepastian hukum."Hal ini kami uraikan lebih lanjut sesuai dengan prinsip kepastian hukum, keterbukaan, dan akuntabilitas pada publik sebagaimana diatur dalami Pasal 5 UU KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (20/2).

Ali menyatakan penghentian perkara di tingkat penyelidikan tersebut bukan praktik baru yang dilakukan saat ini saja di KPK."Data lima tahun terakhir sejak 2016, KPK pernah menghentikan penyelidikan sebanyak total 162 kasus," kata Ali.

Penghentian tersebut, kata dia, tentu dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab."Adapun pertimbangan penghentian tersebut, yaitu sejumlah penyelidikan sudah dilakukan sejak 2011, 2013, 2015, dan lain-lain," kata Ali. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…