Akurasi Tentukan Efektivitas dan Efisiensi Program Pengentasan Kemiskinan

 

Oleh: Dwika Darinda, Staf di Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu *)

 

Di tengah hiruk pikuk politik yang terjadi di Indonesia. Berbagai isu konflik horizontal dan multidimensional. Tidak dapat dibantah bahwa angka kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan pertama kalinya dalam sejarah, angka kemiskinan mencapai single digit (9,82%) ditahun 2018. Berita gembira ini diiringi dengan penurunan angka ketimpangan hingga menjadi 0,382 di tahun 2019.

Sejatinya tidak dapat dinafikan bahwa Pemerintah mempunyai peran dalam penurunan angka kemiskinan ini. Tidak mungkin bila kita mengatakan negara auto pilot, jadi angka kemiskinan dan ketimpangan turun secara organik.

Dari sisi Pemerintah, selain disebabkan stabilitas ekonomi makro dengan 7 indikator makronya (terutama pertumbuhan ekonomi dan inflasi), penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan juga disebabkan program-program pengentasan kemiskinan dan redistribusi kesejahteraan.

Dua program andalan Pemerintah yang langsung menyentuh masyarakat adalah bantuan sosial dan subsidi. Bantuan sosial antara lain Program Indonesia Pintar (PIP), Program Keluarga Harapan (PKH), Beras Sejahtera (Rastra)/Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan sebagainya. Sementara itu, subsidi yang tidak asing di telinga masyarakat adalah subsidi energi antara lain subsidi solar, listrik, dan gas LPG 3kg.

Ketika kebijakan reformasi subsidi digaungkan, maka getarannya bergema hingga ke masyarakat. Terutama yang selama ini berada dalam ketidakberuntungan secara sosial dan ekonomi (Social-economy disadvantages). Meskipun sebagaimana kita ketahui bahwa subsidi cenderung kurang tepat sasaran, rawan spekulasi/penimbunan/pengoplosan, kerap digunakan sebagai senjata politik, tetap saja yang terdampak besar adalah rakyat di kategori miskin dan rentan. Sebagian dari mereka mungkin bermata pencaharian nelayan/petani sehingga membutuhkan solar sebagai input pekerjaannya. Sementara ibu-ibu rumah tangga yang terlanjur membuang kompor minyak tanah mereka, tidak ada pilihan selain membeli gas LPG 3 Kg atau kembali menggunakan kayu bakar. Kini Pemerintah melanjutkan reform untuk subsidi listrik bagi pelanggan 900VA yang tergolong mampu. Upaya-upaya ini diharapkan dapat mengurangi subsidi yang salah sasaran dan anggarannya dapat dialihkan ke pos yang lebih bermanfaat.

Secara logis, tipe subsidi berdistribusi terbuka memang tidak akan pernah tepat sasaran. Karena barangsiapa yang membeli banyak, maka dia juga lebih banyak menerima subsidi. Kondisi yang paling memprihatinkan adalah pada susbsidi solar, dimana pada kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi/kelompok kaya, jumlah penerima subsidinya mencapai 9 kali lipat dari jumlah di penduduk pada 10 persen termiskin.

Bercermin dari hal ini, Pemerintah kemudian membuat program yang lebih tepat sasaran, bahkan hingga by name, by addres. Program tersebut di alokasikan dalam pos bantuan sosial. Program-program inilah yang berperan dalam membantu menjaga kelangsungan kebutuhan dasar masyarakat sekaligus dalam mengurangi potensi kerawanan sosial karena ketimpangan.

PKH dan PIP misalnya, kedua program yang  meniru program Bolsa Familia ini dinilai cukup sukses dalam menjangkau masyarakat bottom 40%. Program Bolsa Familia sendiri diluncurkan oleh President Lula pada November 2008. Semula banyak yang skeptis dengan kebijakan yang dinilai sebagai pemborosan anggaran ini. Namun kini Brazil menjadi contoh bagi negara-negara berkembang lainnya dalam hal program pengentasan kemiskinan. Program ini dinilai berhasil memutus transfer kemisikinan dari orangtua ke anak mereka (intergenerational poverty) dengan menjaga anak-anak tetap bersekolah dan meningkatkan kunjungan kesehatan (pencegahan sakit).

Rastra/BPNT yang dahulu disebut raskin pun tak mau ketinggalan, sehingga penyalurannya disesuaikan dengan Data  Terpadu  Kesejahteraan  Sosial  yang  telah  diverifikasi  dan  divalidasi  oleh Pemerintah Daerah.

Berdasarkan counter factual analysis, PKH, PIP, dan Rastra/BPNT memiliki nilai total manfaat yang tersebar secara progresif. Progresif adalah penyebaran manfaat yang merupakan target dari program pengentasan kemiskinan. Karena redistribusi kesejahteraan terbesar diterima desil termiskin kemudian berturut-turut mengecil pada desil-desil yang lebih sejahtera berikutnya. Faktor penyebab terkuat kemungkinan berasal dari penyaluran yang tepat sasaran dari ketiga program tersebut.

PKH menjadi program dengan tingkat efektivitas dan efsiensi terbaik dari seluruh program bansos. Sebagai ilustrasi ekstrim, jika anggaran PKH dinaikkan menjadi Rp100 Trilyun, penyaluran program ini diperkirakan dapat menurunkan kemiskinan hingga 4,9% dan rasio gini sebanyak 2,2 poin. Bayangkan jika anggaran-anggaran yang tidak tepat sasaran dialokasikan ke dalam program ini. Dengan anggaran yang lebih dahsyat, berapa besar tingkat kemiskinan dan ketimpangan yang dapat digerus oleh program ini.

Meskipun terdapat pandangan miring terhadap program-program pengentasan kemiskinan karena moral hazard yang dapat ditimbulkan. Sebab bila diibaratkan dalam peribahasa yaitu memberi pancing lebih baik dari pada memberi umpan. Namun, penulis percaya bahwa tidak membiarkan pemancing menunggu ikan dalam keadaan lapar adalah hal yang tepat.

Ke depannya penulis optimis, sejalan dengan perkembangan teknologi, basis data akan semakin baik dan tentunya akan mendorong kebijakan-kebijakan menjadi lebih tepat sasaran. Dan bukan tidak mungkin ke depannya Indonesia akan  mempunyai data pendapatan yang kredibel untuk semua desil. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…