Presiden Jokowi Akui Indonesia Mengalami Obesitas Regulasi

Presiden Jokowi Akui Indonesia Mengalami Obesitas Regulasi  

NERACA

Jakarta - Presiden Joko Widodo mengakui bahwa Indonesia mengalami obesitas regulasi yang akhirnya mencegah pemerintah bertindak cepat dalam merespon perubahan dunia.

"Kita mengalami 'hyper' regulasi, obesitas regulasi, membuat kita terjerat dalam aturan yang kita buat sendiri, terjebak dalam kompleksitas," kata Presiden Joko Widodo di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (28/1).

Presiden Joko Widodo menyampaikan hal tersebut dalam acara "Penyampaian Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019" yang dihadiri Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, para hakim MK Enny Nurbaningsih, Manahan MP Sitompul, Wahiddudin Adams, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, Saldi Isra, Suhartono; Ketua DPR Puan Maharani; Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali serta para pejabat terkait lainnya.

Presiden mencatat terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.985 peraturan daerah hingga saat ini."Ada PP (Peraturan Pemerintah), perpres (peraturan presiden), permen (peraturan menteri), perdirjen (peraturan direktur jenderal), sampai perda (peraturan daerah) harus kita sederhanakan sehingga kita memiliki kecepatan dalam memutuskan dan bertindak dalam merespon perubahan dunia yang begitu cepatnya," tambah Presiden Jokowi.

Presiden pun menilai bahwa sesungguhnya Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sudah memberikan keleluasaaan dalam bertindak."Kita bersyukur para pendiri bangsa telah merumuskan UUD 1945 sebagai konsitusi negara yang tak lekang oleh zaman. Konsitusi tersebut dibuat dengan mengatur hal-hal yang sangat fundamental sehingga kita punya keleluasaan menyusun peraturan yang di bawahnya agar siap merespon perubahan zaman untuk memenangkan kompetisi," ungkap Presiden.

Namun malah unsur-unsur pemerintah yang membuat membuat peraturan turunan yang terlalu banyak."Peraturan yang tidak konsisten, yang terlalu 'rigid' dan mengekang ruang gerak kita sendiri, yang justru menghambat kecepatan kita dalam melangkah, mempersulit kita memenangkan kompetisi yang ada," ungkap Presiden.

Selain membicarakan soal banyaknya peraturan, Presiden Jokowi juga mengapresiasi kerja MK selama 2019 khususnya dalam menangani sengketa hasil pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg) pada 2019. 

"Atas nama pemerintah, atas nama masyarakat, atas nama negara, saya ingin menyampaikan apresiasi dan penghargaan atas pencapaian besar MK selama 2019 dalam menyelesaikan sengketa pilpres dan pileg dengan proses sangat transparan, 'live' di TV, terbuka dengan pertimbangan yang matang dan adil, hasilnya proses demokrasi yang dipercaya masyarakat," ungkap Presiden.

Apresiasi juga diberikan karena keberhasilan MK dalam berbagai forum peradilan konstitusi internasional sehingga MK semakin disegani, dihormati dan bermartabat di mata dunia.

"Namun saya ingin menyampaikan tantangan dan peluang bangsa kita ke depan, dunia mengalami perubahan sangat cepat, tantangan yang semakin kompleks, persaingan ketat, membangun cara-cara kerja baru yang lebih cepat dan efisien, langkah kita harus lebih cepat dan dinamis, kita harus melakukan penyederhanaan, kita wajib memangkas kerumitan-kerumitan agar kita menjadi bangsa yang memiliki daya saing, kompetitif di tingkat dunia," jelas Presiden.

Dukungan MK Terkait “Omnibus Law” 

Kemudian Presiden Joko Widodo meminta dukungan Mahkamah Konstitusi terkait pengajuan "omnibus law" Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan.

"Pada kesempatan ini saya mengharapkan dukungan berbagai pihak untuk bersama-sama dengan pemerintah berada dalam satu visi besar untuk menciptakan hukum yang fleksibel, sederhana, kompetitif dan responsif demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi kita," kata Presiden Joko Widodo.

"Pemerintah bersama DPR berupaya mengembangkan sistem hukum yang kondusif, dengan mensinkronkan UU melalui satu undang-undang saja, satu 'omnibus law'. Berbagai ketentuan dalam puluhan undang-undang akan dipangkas, disederhanakan, dan diseleraskan dalam 'omnibus law' Cipta Lapangan Kerja dan 'omnibus law' Perpajakan yang sedang disiapkan dan akan diberikan ke DPR," tambah Presiden.

Istilah "omnibus law" pertama diperkenalkan Presiden Joko Widodo dalam pidato perdana setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Istilah "omnibus law" berasal dari "omnibus bill" yaitu UU yang mencakup berbagai isu atau topik.

Presiden Jokowi dalam rapat terbatas 15 Januari 2020 lalu menargetkan agar pembahasan "omnibus law" di DPR dapat dilakukan hanya dalam 100 hari kerja.

"Omnibus law memang belum populer digunakan di sini, tapi sudah banyak diterapkan di Amerika Serikat, Filipina, ini adalah strategi reformasi regulasi, harapannya hukum kita lebih sederhana, fleksibel, responsif dalam menghadapi perubahan yang terjadi," jelas Presiden.

"Omnibus law" tersebut direncanakan akan merevisi 1.244 pasal dari 79 undang-undang. "Omnibus law" tersebut sudah dibahas dengan 31 kementerian dan lembaga, sudah menerima masukan dari berbagai pemangku kepentingan seperti tujuh konfederasi buruh dan 28 serikat buruh lain. 

Ada 11 klaster yang akan diatur dalam omnibus law tersebut yaitu klaster penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah serta kawasan ekonomi dan kawasan industri.

Untuk memuluskan pembahasan "omnibus law", pemerintah membentuk Satuan Tugas (satgas) "omnibus law" yang beranggotakan 127 orang yang terdiri atas perwakilan dari kementerian atau lembaga terkait, pengusaha, akademisi, kepala daerah, dan tokoh-tokoh masyarakat.

Pada Selasa (14/1), Presiden Jokowi sudah bertemu dengan para ketua umum partai koalisi untuk membahas "omnibus law" dan perpindahan ibu kota negara di Istana Negara. Dalam acara itu, hadir antara lain Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…