Petani Perkebunan Hilang, Devisa Negara Melayang

NERACA

Jakarta – Ada sebab, ada akibat. Itulah yang terjadi pada komoditas perkebunan, komoditas penyumbang devisa negara terbesar. Artinya jika pemerintah melupakan petani perkebunan maka devisa negarapun akan melayang.

Padahal di sisi lain pemerintah tengah menggenjot ekspor, termasuk Kementerian Pertanian yang kini tengah menggenjot ekspor tiga kali lipat melalui program Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks). Namun apa yang harus diekspor jika barang atau supplay-nya kurang.

Seperti diketahui, meskipun ekspor komoditas perkebunan tidaklah kecil, tapi produktivitasnya masih dibawah dari potensi yang seharusnya. Melihat hal ini, maka peningkatan produktivitas solusinya. “Jadi solusinya yaitu menanam, memetik dan memasarkan,” terang Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo saat berkumpul dengan pelaku perkebunan.

Meskipun Syahrul mengakui, secara umum perkebunan mempunyai prospek yang cerah dan bisa meningkatkan ekspor tiga kali lipat. Seperti kelapa sawit, karet, kakao, kopi kelapa, lada, pala, dan lainnya. Tapi sekali lagi harus ditingkatkan dahulu produksinya. “Terkait jika ada kendala dalam melakukan ekspor, maka saya bisa memberikan solusi. Namun yang terpenting saya titip buka lapangan pekerjaan melalui peningkatan ekspor,” tegas Syahrul .

Sehingga dalam hal ini Syahrul mengajak eksportir komoditas pertanian untuk meningkatkan kinerja ekspor komoditas pertanian. Sebab, peluang untuk meningkatkan ekspor pertanian masih sangat besar terlebih pada komoditas perkebunan.

Untuk itu pihaknya akan terus mengajak semua pihak termasuk kalangan dunia usaha untuk bekerjasama mendorong upaya ini. Kenali potensi ditiap daerah dan juga pasarnya. Manfaatkan informasi peta potensi dengan mudah melalui kantor karantina pertanian seluruh Indonesia.

“Kita jadikan sektor pertanian sebagai penyedia pangan sekaligus penggerak ekonomi terdepan bagi rumah besar kita bernama Indonesia,” harap Syahrul.

Hal senada diungkapkan Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Bio Industri, Bambang bahwa untuk meningkatkan ekspor perkebunan harus meningkatkan produktivitas, terlebih sebagian besar lahan perkebunan dimiliki oleh petani.

Salah satunya pada komoditas kakao. Permintaan akan biji kakao baik di dalam ataupun luar negeri cukup tinggi.

“Ini artinya komoditas kakao memiliki peran strategis yang sangat penting, bukan hanya sebagai penyumbang ekspor tetapi juga sebagai sumber mata pencaharian utama lebih dari 2 juta keluarga petani dan sumber bahan baku industri,” ujarnya. 

Terbukti, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 55 tahun 2008 tentang pengenaan bea keluar (BK) terhadap barang ekspor termasuk biji kakao telah berhasil mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pengolahan cokelat dalam negeri. 

Tapi, Bambang menyayangkan meningkatnya permintaan akan biji kakao belum diikuti dengan peningkatan produksi kakao dalam negeri, bahkan berpotensi menurun karena sebagian besar kakao rakyat sudah berumur tua, kurang terpelihara, terserang hama penyakit dengan tingkat produktivitas yang semakin menurun. Ketidak mampuan petani dan terbatasnya penyuluh perkebunan membuat kondisi perkakaoan Indonesia menjadi turun.

Di lain pihak para stakeholders terkait kakao nasional belum kompak, bahkan berita terkini kalangan industri pun berupaya menuntut penghapusan bea masuk (BM) impor biji kakao agar lebih leluasa memenuhi kebutuhan bahan baku industri.

Melihat hal tersebut, bila pemerintah sampai menyetujui usul penghapusan BM kakao dimaksud, berarti petanilah yang paling dirugikan “sudah jatuh tertimpa tangga.”  “Ini karena disaat petani sedang galau memikirkan kebutuhan modal untuk memperbaiki kakaonya, kebijakan tersebut pastinya berdampak menurunnya harga biji kakao dalam negeri,” tutur Bambang.

Atas dasar itulah maka ditahun tahun 2009 – 2013 kemain dilaksanakan Gerakan Nasional (Gernas) Kakao. Akan tetapi program tersebut baru menjangkau sekitar 26 persen dari total areal kakao nasional.  Selama lima tahun terakhir kebijakan Kementan masih berfokus pada sukses swasembada pangan, sehingga dukungan untuk pengembangan perkebunan terutama kakao sangat terbatas. 

“Apabila tidak segera dilakukan perbaikan dikhawatirkan tanaman kakao rakyat akan diganti dengan komoditas lain yang lebih menguntungkan bagi petani,” tambah Bambang.

Terbukti, menurut Bambang di beberapa sentra kakao rakyat, komoditas ini sangat mendesak untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah. “Artinya, dengan banyaknya kebun yang dibiarkan terlantar tidak berproduksi lagi dan sebagian mengganti tanaman kakaonya telah hilang.  Kebun kakao yang masih berproduksi hanya di wilayah-wilayah ex Gernas Kakao. Padahal permintaan akan biji kakao tidaklah kecil,” ujarnya. 

Kendati demikian, Bambang mengakui bahwa peningkatan produksi memberikan peluang pada berkembangya start up, jasa angkutan, perdagangan, industri agro input, dan pengolahan yang berujung pada peningkatan kesejahteraan bagi semua termasuk petani. groho

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…