Kemenkop dan UKM Gandeng Start Up untuk Garap Pemanfaatan Lahan Perhutanan Sosial

NERACA

Jakarta - Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM  menggandeng sejumlah start up (e-commerce platform) sektor pertanian dan perikanan untuk  menggarap pemanfaatan lahan perhutanan sosial. Tujuannya agar lahan-lahan yang dibagikan pada masyarakat sekitar, bisa berkembang menjadi skala bisnis, bahkan bisa melakukan ekspor.

Menkop dan UKM Teten Masduki mengatakan pihaknya di Kemenkop dan UKM  dititipi mengelola program pemanfaatan lahan perhutanan sosial, dimana pemerintah membagikan HGU per KK  menerima 2 hektare selama 25 tahun.

“Saat ini sudah dibagikan hampir 4 juta hektar dari total  13,7 juta hektar. Mereka akan kita dorong dalam  dalam kluster-kluster per 50 atau 100 hektar  supaya bisa  dikelola dalam skala bisnis," kata Menkop dan UKM Teten Masduki,.

"Saya tertarik untuk bekerjasama dengan start up untuk  membuat bisnis model agar para petani itu bisa memanfaatkan lahannya dalam skala bisnis. Para start up ini kan tahu soal supply dan demand di pasar, saya juga berharap start up ini bisa menjadi offtaker (pembeli) untuk produksi yang dihasilkan petani penggarap pemanfaatan kehutanan sosial," tambah Menteri Teten.

Menkop dan UKM mengatakan sudah mengumpulkan kelompok-kelompok penerima perhutanan sosial,  dan sekarang tinggal mencari  offtaker  dan  bisa memberikan masukan bisnis model apa yang menguntungkan khususnya  di sektor agribisnis dan holtikultura,  bukan lagi komoditi primer,  bagaimana pembiayaannya dan apa.yang dibutuhkan market/pasar. 

"Fokus saya  dalam  pemanfaatan perhutanan sosial ini adalah bagaimana mengembangkan bisnis model dan wirausaha. Bagaimana mereka punya usaha dalam skala bisnis.  Saya butuh masukan dari teman start up apa yg diperlukan untuk meningkatkan usaha para petani penerima lahan," jelas Menkop dan UKM.

Siap Jadi Offtaker

Para start up yang diundang menyatakan siap bekerjasama dengan Kemenkop dan UKM, sekaligus menjadi offtaker  dari produksi yang dihasilkan para petani penggarap pemanfaatan hutan sosial. 

"Ini sebenarnya adalah pertemuan pertama yang isinya saling mengenalkan apa yang selama ini sudah kami kerjakan dan tampaknya ada kecocokan dengan program dari Kemenkop dan UKM. Nantinya tentu akan dibicarakan lebih lanjut bagaimana teknis pelaksanannya,"  ujar  VP Corporate Service Tanihub Astri Purnamasari.

Astri menambahkan para start up ini membutuhkan fasilitasi pemerintah dalam hal regulasi, misalnya masalah sertifikasi untuk UKM ekspor, karena tak hanya di dalam negeri saja, namun negara tujuan ekspor juga meminta persyaratan sertifikasi seperti ISO, sertifikasi halal dan sebagainya.

CFO Sayurbox Arif Zamani  menambahkan, pihaknya juga sepakat mengenai perlunya pembicaraan lanjutan agar apa yang direncanakan Kemenkop dan UKM bisa menjadi sinergi dengan star up di sektor pertanian. 

"Sebagai start up yang mengkhususkan pada produk buah-buahan dan sayur-sayuran, kami sudah mulai bisa membuat proyeksi berapa kebutuhan disatu tempat, bagaimana supply  dan demandnya. Ini yang akan kita garap bersama-sama. Potensi sektor pertanian dan kelautan kita besar sekali, butuh kerja bareng semua pihak," ujar Arif.

CEO Aruna, Farid Naufal Aslam menambahkan, di sektor  perikanan, potensi ekspornya juga besar. "Kami mengkhususkan membantu nelayan sampan atau kapal kapal kecil, untuk menjadi offtaker mereka dan memasarkan produk perikanan sampai ke pasar ekspor," tambah Farid.

Sebelumnya, Melihat maraknya bisnis online, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan ketentuan ini tak hanya dimaksudkan untuk mencatat pajak pelaku usaha. Ketentuan tersebut juga dimaksudkan agar identitas seluruh penjual di platform e-commerce Indonesia jelas.  Jika tak ada ketentuan tersebut, bisa saja pelaku usaha di Indonesia ternyata orang asing.

"Kita bisa dirugikan. Ini kan juga tidak baik untuk usaha kita," ucap Agus.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan bahwa saat ini  melakukan sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) .

“Aturan terbaru ini dikeluarkan guna mewujudkan keseimbangan antara bisnis online dan offline. Apalagi banyak pihak beranggapan penjual dalam jaringan tampak liar karena bisa bebas pajak,” terang Suhanto..

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik pada 20 November 2019. Artinya, aturan tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…