Dubes Maritim

              

Oleh: Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

 

Indonesia kembali terpilih sebagai anggota Council atau Dewan International Maritime Organization (IMO) periode 2020-2021. Patut diapresiasi kendati, jujur, pencapaian yang biasa saja sebenarnya. Kita butuh sesuatu yang luar biasa, lebih dari yang sudah digeluti di IMO selama ini. Sebagai anggota, Indonesia merupakan satu dari 40 negara itu dengan status kategori C yang disandang sejak 1971. Posisi ini dicapai sepuluh tahun setelah Indonesia bergabung dengan IMO pada tahun 1961.

Council adalah lembaga penting dalam IMO selain Assembly dan cukup bonafid karena hanya berjumlah 40 negara yang dipilih dari 171 negara anggota IMO. Singkat cerita, sidang tahunan Council IMO selama ini menjadi rutinitas bagi Indonesia. Adakah peluang untuk keluar dari rutinitas yang ada tadi?

Tentu ada. Dengan dikenalkannya poros maritim, termasuk tol laut oleh Presiden RI Joko Widodo, bidang kemaritiman Indonesia mengalami dinamika yang relatif cukup signifikan sehingga pihak luar negeri perlu mendapat penjelasan utuh terkait dengan kedua kebijakan tersebut dan signifikansinya bagi Indonesia dan komunitas maritim global.

Penjelasan tentang poros maritim sangat diperlukan oleh komunitas maritim global - sebetulnya masyarakat domestik juga memerlukannya - karena dia termasuk istilah atau nomenklatur baru jika tidak mau disebut "absurd".

Sah-sah saja sebenarnya menggunakan istilah lain, tetapi industri maritim adalah salah satu bisnis yang diatur secara global sehingga kesamaan bahasa atau istilah dan pemaknaannya mutlak diperlukan.

Indonesia menunjuk permanent representative atau wakil tetap Indonesia di IMO adalah Duta Besar RI di London. Namun, dalam pelaksanaannya yang menghadiri sebagian besar sidang IMO adalah atase perhubungan (athub) dengan posisi sebagai alternate representative. Atase hanyalah pejabat eselon III dengan kewenangan yang terbatas. Padahal, dia harus menghadiri sidang-sidang IMO yang berlangsung 36-40 minggu setiap tahunnya. Sebagai perbandingan, RI menempatkan Duta Besar di UNESCO. Beberapa negara anggota IMO lainnya pun mempunyai perwakilan setingkat duta besar.

Athub seringkali berupa hadiah "hiburan" bagi pejabat-pejabat yang tidak berhasil memperoleh posisi di eselon II di kantor pusat. Mereka tidak dipersiapkan dengan baik, bahkan terbukti dengan bahasa Inggris yang sangat rendah. Oleh karena itu, kerap muncul kesenjangan dalam berkomunikasi dengan mitra. Misalnya, salah menyampaikan statement tentang posisi Indonesia, dan bahkan banyak juga yang malah tidak berani berbicara. Kondisi inilah yang tampaknya menyebabkan kita tidak bisa mengambil keuntungan dengan posisi sebagai negara maritim terbesar di dunia. Oleh karena itu, tampaknya posisi athub perlu dikaji ulang.

 

Titik berangkatnya adalah menempatkan duta besar di IMO. Sudah saatnya mengakhiri praktik atase perhubungan sebagai orang yang mengurusi pejabat Kemenhub yang sedang dinas ke luar negeri. Kita butuh dubes atau sekelas dubes di IMO.

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…