Menkeu Akan Perketat Transfer Dana Desa

Menkeu Akan Perketat Transfer Dana Desa
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berjanji akan memperketat transfer Dana Desa yang anggarannya mencapai Rp72 triliun pada 2020. "Kita juga memiliki mekanisme agar transfer tidak otomatis langsung kepada account tanpa verifikasi, jadi kita akan memperkuat mekanismenya," kata Sri Mulyani di lingkungan istana kepresidenan Jakarta.
Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut seusai acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2020.
Alokasi Dana Desa diketahui terus meningkat yakni Rp20,67 triliun pada 2015, Rp46,98 triliun pada 2016, Rp60 triliun pada 2017, Rp60 triliun pada 2018, Rp70 triliun pada 2019 hingga Rp72 triliun pada 2020 untuk sekitar 74.900 desa di Indonesia.
"Beberapa pos memang meningkat, Dana Desa dari Rp70 triliun ke Rp72 triliun. Kemarin pembahasan mengenai apakah seluruh desa adalah desa yang legitimate atau verified? Kita sekarang bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa untuk benar-benar mengidentifikasi beberapa yang diidentifikasi atau yang disinyalir bukan merupakan desa-desa yang legitimate untuk mendapatkan," tambah Sri Mulyani.
Pada 4 Oktober 2019 Sri Mulyani di hadapan Komisi XI DPR mengatakan muncul desa baru yang tidak berpenduduk hanya untuk mendapatkan Dana Desa. Namun desa fiktif tersebut dibantah oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.
"Namun kita berharap dengan anggaran yang lebih tinggi seperti Dana Desa, DAK (Dana Alokasi Khususu) bisa betul-betul dirasakan masyarakat, karena ini anggaran di pemerintah daerah yang langsung ke masyarakat, langsung ke desa, langsung dalam bentuk pembangunan jalan, pasar, irigasi, itu semuanya adalah anggaran dalam bentuk DAK fisik maupun Dana Desa," jelas Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, masyarakat yang seharusnya langsung merasakan manfaat DAK dan Dana Desa tersebut.
DAK adalah adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dalam APBN 2020, DAK Fisik mencapai Rp72,25 triliun, sedangkan DAK Nonfisik mencapai Rp130,28 triliun dengan menambah kegiatan pengawasan obat dan makanan pada Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.
"Karena dia (dana desa) jalurnya sampai masyarakat cukup panjang dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) ini maka penguatan monitoring sangat penting. Kita berharap tentu pemerintah daerah memiliki ownership sehingga ada rasa memiliki," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani meminta agar pemerintah daerah betul-betul mengidentifikasi jumlah desa yang masih dalam kondisi tertinggal serta desa-desa baru yang layak mendapat dana desa.
"Itu semua membutuhkan kerja sama. Presiden kan menekankan hari ini kerja sama penting, ini tidak mungkin dikerjakan satu menteri, dikerjakan oleh beberapa menteri, tidak bisa dikerjakan oleh beberapa daerah, dia harus dikerjakan bersama-sama. Jadi nanti di pusatnya seperti Menteri Dalam Negeri, kami sendiri, Menteri Desa dan kepala daerah menjadi penting," tambah Sri Mulyani.
Namun bila terjadi kebocoran Dana Desa, Sri Mulyani akan melimpahkannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit. "Kalau kita kan mekanismenya mentransfer sesuai dengan APBD dan data dari Kementerian Dalam Negeri, nanti kita lihat," ungkap Sri Mulyani.
Sedangkan terkait masalah performa dan verifikasi, akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bekerja sama dengan Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri. "Seperti yang saya sampaikan tadi, pre-audit atau audit internal pemerintah bisa melalui BPKP yang sebetulnya memiliki banyak sekali aparat sampai ke daerah, dan untuk eksternal auditnya dari BPK. Jadi mereka lah yang memiliki kewenangan dan juga kemampuan untuk melihat hasilnya tadi," tambah Sri Mulyani.
Peran BPD 
Sementara itu, Kepala Inspektorat Jawa Tengah Hendri Santoso mendorong badan pemusyawaratan desa (BPD) di Jateng untuk berperan aktif mengawasi pembangunan dan pengelolaan dana desa guna mencegah terjadinya penyalahgunaan dana desa. "BPD juga harus mampu mendorong masyarakat untuk terlibat aktif mengawasi pembangunan dan penggunaan dana desa," kata Hendri Santoso ditemui usai menghadiri peresmian implementasi integrasi Simren, Simda, dan e-Sakip di Pendopo Kabupaten Kudus.
Ia berharap BPD jangan risau dengan perannya mengawasi pengelolaan dana desa meskipun sudah kenal dengan kepala desanya. Pasalnya, kata dia, masih banyak laporan dugaan penyalahgunaan dana desa yang disampaikan ke provinsi.
Dalam laporannya, kata dia, terdapat dugaan adanya rekayasa dalam pembuatan bukti penggunaan dana desa. "Ada pula kepala desa yang justru memegang buku rekening kas desa, sedangkan bendaharanya sekadar mencatat," ujarnya.
Hal itu, kata dia, tentunya menyalahi aturan sehingga peran camat juga cukup penting untuk memberikan pembinaan terhadap desa mulai dari awal perencanaan.
Ia memandang perlu peningkatan kemampuan anggota BPD untuk mengawasi pengelolaan dana desa maupun pembangunannya, terutama melalui peran Dinas Pemerintahan Desa. "Pemdes juga perlu mengoptimalkan peran pembinaan dalam bentuk bimbingan teknis dan asistensi terkait dengan tata kelola pemerintahan desa dan pengelolaan keuangan desa," ujarnya.
Upaya lain untuk mencegah kasus korupsi dana desa, yakni dengan meningkatkan peran pengawas internal pemerintah, baik inspektorat kabupaten, inspektorat provinsi, maupun BPKP, dalam mengawasi penggunaan dana desa.
Hal terpenting dalam mencegah korupsi, yakni menumbuhkan integritas para kepala desa dan perangkat desa serta menciptakan tata kelola dana desa agar pengelolaannya lebih akuntabel.
Menyinggung hasil pemeriksaan dana bantuan keuangan provinsi terhadap pemerintahan desa pada tahun 2019, Inspektorat Jateng menemukan adanya pertanggungjawaban yang tidak akuntabel dan penyimpangan terhadap bidang pengelolaan perlengkapan atau barang milik.
Selain itu, keterlambatan penyampaian laporan, standar operasional prosedur yang ada tidak berjalan optimal, serta perencanaan kegiatan yang tidak memadai. (ant)

 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berjanji akan memperketat transfer Dana Desa yang anggarannya mencapai Rp72 triliun pada 2020. "Kita juga memiliki mekanisme agar transfer tidak otomatis langsung kepada account tanpa verifikasi, jadi kita akan memperkuat mekanismenya," kata Sri Mulyani di lingkungan istana kepresidenan Jakarta.

Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut seusai acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2020.

Alokasi Dana Desa diketahui terus meningkat yakni Rp20,67 triliun pada 2015, Rp46,98 triliun pada 2016, Rp60 triliun pada 2017, Rp60 triliun pada 2018, Rp70 triliun pada 2019 hingga Rp72 triliun pada 2020 untuk sekitar 74.900 desa di Indonesia.

"Beberapa pos memang meningkat, Dana Desa dari Rp70 triliun ke Rp72 triliun. Kemarin pembahasan mengenai apakah seluruh desa adalah desa yang legitimate atau verified? Kita sekarang bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa untuk benar-benar mengidentifikasi beberapa yang diidentifikasi atau yang disinyalir bukan merupakan desa-desa yang legitimate untuk mendapatkan," tambah Sri Mulyani.

Pada 4 Oktober 2019 Sri Mulyani di hadapan Komisi XI DPR mengatakan muncul desa baru yang tidak berpenduduk hanya untuk mendapatkan Dana Desa. Namun desa fiktif tersebut dibantah oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.

"Namun kita berharap dengan anggaran yang lebih tinggi seperti Dana Desa, DAK (Dana Alokasi Khususu) bisa betul-betul dirasakan masyarakat, karena ini anggaran di pemerintah daerah yang langsung ke masyarakat, langsung ke desa, langsung dalam bentuk pembangunan jalan, pasar, irigasi, itu semuanya adalah anggaran dalam bentuk DAK fisik maupun Dana Desa," jelas Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, masyarakat yang seharusnya langsung merasakan manfaat DAK dan Dana Desa tersebut.

DAK adalah adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Dalam APBN 2020, DAK Fisik mencapai Rp72,25 triliun, sedangkan DAK Nonfisik mencapai Rp130,28 triliun dengan menambah kegiatan pengawasan obat dan makanan pada Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

"Karena dia (dana desa) jalurnya sampai masyarakat cukup panjang dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) ini maka penguatan monitoring sangat penting. Kita berharap tentu pemerintah daerah memiliki ownership sehingga ada rasa memiliki," ungkap Sri Mulyani.

Sri Mulyani meminta agar pemerintah daerah betul-betul mengidentifikasi jumlah desa yang masih dalam kondisi tertinggal serta desa-desa baru yang layak mendapat dana desa.

"Itu semua membutuhkan kerja sama. Presiden kan menekankan hari ini kerja sama penting, ini tidak mungkin dikerjakan satu menteri, dikerjakan oleh beberapa menteri, tidak bisa dikerjakan oleh beberapa daerah, dia harus dikerjakan bersama-sama. Jadi nanti di pusatnya seperti Menteri Dalam Negeri, kami sendiri, Menteri Desa dan kepala daerah menjadi penting," tambah Sri Mulyani.

Namun bila terjadi kebocoran Dana Desa, Sri Mulyani akan melimpahkannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit. "Kalau kita kan mekanismenya mentransfer sesuai dengan APBD dan data dari Kementerian Dalam Negeri, nanti kita lihat," ungkap Sri Mulyani.

Sedangkan terkait masalah performa dan verifikasi, akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bekerja sama dengan Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri. "Seperti yang saya sampaikan tadi, pre-audit atau audit internal pemerintah bisa melalui BPKP yang sebetulnya memiliki banyak sekali aparat sampai ke daerah, dan untuk eksternal auditnya dari BPK. Jadi mereka lah yang memiliki kewenangan dan juga kemampuan untuk melihat hasilnya tadi," tambah Sri Mulyani.


Peran BPD 


Sementara itu, Kepala Inspektorat Jawa Tengah Hendri Santoso mendorong badan pemusyawaratan desa (BPD) di Jateng untuk berperan aktif mengawasi pembangunan dan pengelolaan dana desa guna mencegah terjadinya penyalahgunaan dana desa. "BPD juga harus mampu mendorong masyarakat untuk terlibat aktif mengawasi pembangunan dan penggunaan dana desa," kata Hendri Santoso ditemui usai menghadiri peresmian implementasi integrasi Simren, Simda, dan e-Sakip di Pendopo Kabupaten Kudus.

Ia berharap BPD jangan risau dengan perannya mengawasi pengelolaan dana desa meskipun sudah kenal dengan kepala desanya. Pasalnya, kata dia, masih banyak laporan dugaan penyalahgunaan dana desa yang disampaikan ke provinsi.

Dalam laporannya, kata dia, terdapat dugaan adanya rekayasa dalam pembuatan bukti penggunaan dana desa. "Ada pula kepala desa yang justru memegang buku rekening kas desa, sedangkan bendaharanya sekadar mencatat," ujarnya.

Hal itu, kata dia, tentunya menyalahi aturan sehingga peran camat juga cukup penting untuk memberikan pembinaan terhadap desa mulai dari awal perencanaan.

Ia memandang perlu peningkatan kemampuan anggota BPD untuk mengawasi pengelolaan dana desa maupun pembangunannya, terutama melalui peran Dinas Pemerintahan Desa. "Pemdes juga perlu mengoptimalkan peran pembinaan dalam bentuk bimbingan teknis dan asistensi terkait dengan tata kelola pemerintahan desa dan pengelolaan keuangan desa," ujarnya.

Upaya lain untuk mencegah kasus korupsi dana desa, yakni dengan meningkatkan peran pengawas internal pemerintah, baik inspektorat kabupaten, inspektorat provinsi, maupun BPKP, dalam mengawasi penggunaan dana desa.

Hal terpenting dalam mencegah korupsi, yakni menumbuhkan integritas para kepala desa dan perangkat desa serta menciptakan tata kelola dana desa agar pengelolaannya lebih akuntabel.

Menyinggung hasil pemeriksaan dana bantuan keuangan provinsi terhadap pemerintahan desa pada tahun 2019, Inspektorat Jateng menemukan adanya pertanggungjawaban yang tidak akuntabel dan penyimpangan terhadap bidang pengelolaan perlengkapan atau barang milik.

Selain itu, keterlambatan penyampaian laporan, standar operasional prosedur yang ada tidak berjalan optimal, serta perencanaan kegiatan yang tidak memadai. (ant)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…