Industrialisasi - Genjot Hilirisasi Sumber Daya Alam Untuk Masuk Rantai Pasok Global

NERACA

Jakarta – Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan optimistis Indonesia akan masuk dalam rantai pasok global tahun 2020 karena pengembangan hilirisasi sumber daya alam sedang digenjot.

"Kita hanya ekspor saja, sekarang presiden perintahkan bikin hilirisasi dan sekarang proses sedang berjalan," katanya dalam diskusi panel Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat di Sentul, Bogor, Jawa Barat, sebagaimana disalin dari Antara.

Menurut dia, salah satu produk yang membuat Indonesia menjadi pemain dalam tataran pasar global adalah hilirisasi nikel yakni produk baterai lithium. Luhut memaparkan ekspor produk hilir nikel di Morowali, Sulawesi Tengah tahun lalu mencapai 5,8 miliar dolar AS dan tahun 2019 mencapai Rp9 miliar dolar AS.

Tahun depan, lanjut dia, nilai ekspor hilirisasi nikel diprediksi meningkat Rp13 miliar dolar AS dan hingga tahun 2024 nilai ekspor mencapai kisaran 30-35 miliar dolar AS. Tahun 2030, lanjut dia, Eropa akan mengurangi 30 persen emisi karbon sehingga diprediksi industri otomotif akan banyak memerlukan baterai lithium yang diproduksi di Indonesia.

Apalagi, lanjut dia, pembatasan ekspor nikel akan membuat harga hilirisasi nikel itu akan semakin naik. "Indonesia pertama kali nanti era ini masuk dalam 'global suplay chain' yang membuat Indonesia akan 'leading' dalam penyiapan baterai lithium karena kita punya barang ini semua," katanya.

Dalam kesempatan itu, Menko Luhut mendorong pemerintah daerah menyadari perubahan model bisnis saat ini yang banyak mengandalkan teknologi khususnya dalam hilirisasi sumber daya alam.

Dengan begitu, ekspor saat ini tidak harus dalam bahan mentah melainkan produk jadi yang bernilai tinggi sehingga Indonesia menjadi pemain dan penentu dalam pasar global. "Saya harap bupati, walikota dan gubernur tolong perhatikan ini kalau tidak, kita dijajah teknologi. Model bisnis baru sekarang berubah," katanya.

Asosiasi Pertambangan Indonesia (Apni) menyebut pihaknya masih mempunyai kuota ekspor bijih nikel 8 juta ton hingga akhir 2019. "Sisa kuota ekspor kami sampai akhir tahun antara 7 juta hingga 8 juta ton," kata Sekretaris Jenderal Apni Meidy Katrin Lengkey.

Meidy menuturkan dari jumlah tersebut, nantinya selain diekspor, sisanya akan disalurkan kepada smelter-smelter di dalam negeri. Asosiasi sendiri, kata Meidy, tengah berkoordinasi dengan daerah untuk mendata total kebutuhan input smelter bijih nikel, terutama di daerah yang memiliki fasilitas smelter terbesar yakni Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.

Nantinya, data tersebut akan dibandingkan dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) di Kementerian ESDM. "RKAB inilah yang jadi dasar Kementerian ESDM beri rekomendasi ekspor, berapa total kuota ekspor yang dikeluarkan. Selama ini karena tidak ada koordinasi sehingga kebutuhan impor ore tidak diketahui. Tidak balance (seimbang) over supply (pasokan berlebihan), maka harga jatuh," katanya.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan per bulan maksimal 30 kapal dengan 1,5 juta ton hingga 2 juta ton ekspor yang bisa ditoleransi.  "Kalau lebih dari itu berarti ada sesuatu. BKPM sudah mediasi untuk 2 juta per bulan ini diterima oleh smelter dengan harga maksimal 30 dolar AS per metrik ton," katanya.

Bahlil mengatakan berdasarkan rapat koordinasi bersama, pengusaha pertambangan dan smelter telah menentukan tekad dan sepakat untuk tidak mengekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020.

Ada pun ekspor bijih nikel diperbolehkan secara terbatas bagi perusahaan yang telah memenuhi syarat. Sementara perusahaan yang tidak memenuhi syarat untuk mengekspor maka harus menjualnya kepada smelter di dalam negeri.

"Terkait urusan ekspor ore, ekspor terbatas, bagi yang memenuhi syarat, itu monggo. Yang tidak memenuhi syarat akan dibeli dalam negeri tapi surveyornya dua, yakni dari pembeli, satu dari penjual," katanya.

Pemerintah dan pengusaha sepakat untuk menetapkan harga jual nikel untuk diserap di dalam negeri sebesar 30 dolar AS per metrik ton sebagai jawaban atas keluarnya larangan ekspor bijih (ore) nikel karena sejumlah pelanggaran.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam jumpa pers di Jakarta, sebagaimana disalin dari laman Antara, mengatakan kesepakatan itu didapat dari rapat yang berlangsung panas dengan para pengusaha smelter dan penambang nikel.

"Kesepakatan bahwa harga ore (bijih) yang diterima oleh teman-teman smelter harganya adalah harga internasional dikurangi transhipment dan pajak, kurang lebih maksimal 30 dolar AS per metrik ton, dan itu semua sepakat, tidak ada yang tidak sepakat," kata Bahlil.

Menurut Bahlil, kesepakatan harga itu berlaku untuk bijih nikel berkadar di bawah 1,7 persen hingga 31 Desember 2019 sebelum larangan ekspor benar-benar diimplementasikan per 1 Januari 2020.

Untuk 2020, Bahlil mengatakan pemerintah akan melakukan kaji ulang atas penetapan harga bijih nikel dalam negeri yang baru. "Batasnya hanya sampai 31 Desember 2019. Kalau 1 Januari 2020 nanti lain lagi, ini darurat," katanya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…