Batik: Industri Kreatif vs Globalisasi

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Tim Ekonomi Kabinet Indonesia Maju sepertinya tidak perlu terlalu lama untuk tancap gas memacu geliat ekonomi, termasuk relevansinya terhadap ekonomi kreatif dan juga UMKM, meski di sisi lain ada ancaman terkait penetapan upah tahun 2020 yang naik. Argumen yang mendasari karena industrialisasi tidak lepas dari upah dan juga jaminan iklim sospol. Terkait ini, industri batik sebagai bagian dari produk tekstil juga menarik dicermati. Presiden Jokowi saat peringatan Hari Batik Nasional 2 oktober lalu di Pura Mangkunegaran Solo menegaskan batik merupakan produk tradisonal yang tidak hanya bernilai komoditif tapi juga citra nasional, selain sebagai wujud industri kreatif sehingga eksistensi batik harus dilestarikan. Yang justru menjadi pertanyaan adalah bagaimana komitmen memperjuangan nasib batik nasional ditengah gempuran batik made in Cina dan India yang masuk ke Indonesia.

Eksistensi batik secara tidak langsung menjadi peluang bagi Indonesia pada umumnya dan produsen – sentra industri batik nasional untuk berkembang, utamanya memasuki pasar global pada industri konveksi. Di sisi lain, ancaman batik made in China dan India penting diwaspadai, terutama fakta penetrasi batik made in China dan India di Indonesia dalam 5 tahun terakhir ini. Seperti diketahui sejak batik yang membanjiri pasar saat ini mayoritas made in China dan India maka penetrasi batik lokal kian tergerus. Banyak yang merasa gerah dan khawatir batik lokal kalah bersaing dengan batik made in China dan India. Apa yang bisa dipetik dari kasus ini? Bagaimana implementasi keberadaan Tim Ekonomi Kabinet Indonesia Maju bisa mengangkat kesejahteraan di sentra industri batik, termasuk relevansinya menumbuhkembangkan industri kreatif berbasis batik?

Persoalan

Yang menjadi persoalan sebenarnya terfokus pada bagaimana memahami kondisi dalam pasar global. Diakui produk-produk buatan China memiliki keunggulan kompetitif dalam bentuk harga yang relatif lebih murah dengan sisi kualitas yang relatif baik. Akibatnya, produk-produk buatan China sukses membanjiri pasar, termasuk Indonesia. Padahal, penetrasi dari produk-produk buatan Cinta itu mayoritas adalah home industry dan sama kasusnya seperti yang banyak dilakukan di Indonesia. Konsekuensi dari membanjirnya produk China di pasaran dunia, banyak pengusaha kecil - menengah, terutama skala home industry yang kalah bersaing dan bangkrut. Pemerintah, baik pusat dan utamanya di daerah sentra industri batik perlu melakukan berbagai terobosan agar ke depan batik tidak kalah bersaing dengan batik made in China pada khususnya dan juga dari India. Penegasan Presiden Jokowi saat peringatan Hari Batik Nasional 2019 di Solo kemarin memberikan warning tentang potensi, peluang dan tantangan industri batik nasional.

Kompetisi batik di pasar global memang tidak bisa lagi dihindari sehingga penetapan 2 oktober sebagai Hari Batik Nasional semestinya bisa menggugah rasa cinta kepemilikan terhadap motif-motif batik lokal pada khususnya dan batik nasional pada umumnya agar nasib para pengrajin batik, utamanya batik tulis dapat terjaga, syukur bisa sejahtera lagi. Di sisi lain, penumbuhkembangkan industri kreatif berbasis batik di berbagai daerahpun juga bisa digencarkan karena industri batik bersifat padat karya sehingga hal ini mampu mereduksi kemiskinan, selain meningkatkan pendapatan masyarakat di sentra batik. Jadi persaingan industri batik secara global tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan destruktif misal dengan ‘menghakimi’ batik made in China - India yang berharga murah. Dana desa juga bisa dimanfaatkan untuk memacu daya saing industri batik karena fakta di berbagai daerah sebenarnya bisa ditumbuhkembangkan industri batik.

Tentunya tidak fair jika kemudian menghakimi produk made in China yang bisa bersaing dan berdalih mematikan produk lokal. Ironisnya, 5 tahun lalu asumsi itu dipakai untuk melakukan razia, penarikan dan tindakan pemusnahan produk-produk China, tentu tidak fair karena di era global yang terpenting bagaimana membangun komitmen terhadap peningkatkan keunggulan kompetitif di semua bidang, tanpa terkecuali, termasuk juga untuk jenis usaha yang berskala home industry. Selain itu, dengan pemberlakuan AFTA, APEC dan ACFTA mulai 1 Januari 2010 pasar Indonesia dan kawasan ASEAN tidak bisa lagi ditutupi oleh regulasi lain karena memang ini adalah konsekuensinya. Jadi, yang terpenting adalah bagaimana para pelaku bisnis, termasuk kalangan home industry bisa memacu keunggulan kompetitif, utamanya untuk kasus industri batik.

Kalau saja semua pelaku usaha bisa memacu keunggulan kompetitif, maka tidak perlu ada dalih regulasi untuk menyelamatkan industri rakyat misalnya dengan merazia dan memunaskan produk negara lain. Kebijakan dengan dalih penyelamatan ekonomi rakyat berbasis padat karya tentunya bisa dilakukan juga oleh negara lain dan jika ini terpaksa dilakukan akhirnya menjurus perang dagang. Dari kasus batik made in China - India yang membanjiri pasar di Indonesia maka tidak ada alasan lain kecuali harus instrospeksi, terutama dikaitkan efisiensi, kreativitas, inovasi dan daya kompetitif atas semua produk made in China - India, termasuk batik.

Jaminan

Ironisnya ketika sisi pendekatan dialogis, introspeksi dan juga penyelesaian teknis tidak segera dilakukan atas kasus batik made in China – India maka dikhawatirkan ini berimbas pada kepentingan lain, misalnya politis. Kekhawatiran ini bukan tidak beralasan sebab di semester awal tahun 2007 lalu juga sempat terjadi isu ketegangan akibat konflik produk makanan made in China. Bahkan, Badan Pengawasan Kualitas, Pengujian dan Karantina China sempat merazia produk made in Indonesia karena diduga produk minuman asal Indonesia tercemar dan mengandung raksa, khrom dan zat bahaya lain. Pada semester pertama tahun 2007 lalu, China setidaknya menyita 121 jenis produk makanan Indonesia mulai dari minuman, minyak sawit, makanan dalam kaleng seperti biskuit yang diduga mengandung sejumlah zat bahan pengawet dan bahan berbahaya lain. Kasus ini juga bisa merembet ke neraca perdagangan secara bilateral.

Penetrasi batik made in China – India di pasar Indonesia akan terus meningkat sehingga industri batik nasional harus melakukan strategi persaingan yang lebih jitu agar mampu bersaing, tidak hanya dengan batik made in China - India, tetapi juga batik printing dari negara-negara lain. Membanjirnya batik made in China – India di Indonesia tidak bisa dianggap sebagai ancaman yang mematikan industri kecil, terutama di sektor perbatikan pada khususnya dan industri garmen pada umumnya.

Intinya, memang harus belajar dari China mengapa semua produknya bisa murah, sekalipun itu adalah bentuk industri rumah tangga-home industry, termasuk industri batik. Hal ini pada dasarnya adalah instrospeksi untuk memacu daya saing industri batik nasional secara sistematis dan berkelanjutan karena mata rantai industri batik adalah padat karya dan berbasis potensi lokal dan juga kearifan lokal. Wajar jika Presiden Jokowi menegaskan potensi, peluang, dan tantangan industri batik ke depan kian pelik dan butuh komitmen semua pihak untuk memacunya agar berdaya saing.

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…