Ombudsman Bentuk Tim Pengawas Penerimaan CPNS

Ombudsman Bentuk Tim Pengawas Penerimaan CPNS

NERACA

Jakarta - Ombudsman RI membentuk tim pengawas seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2019, tugasnya mengawasi proses penerimaan hingga menerima pengaduan laporan calon peserta.

"Pengaduan berpotensi lebih banyak, karena formasi yang diterima kali ini lebih banyak 20 persen," kata Anggota Ombudsman RI Laode Ida, di Jakarta, Rabu (6/11).

Kemungkinan permasalahan di 2019 ini, kata dia, bisa saja sama seperti temuan penyelenggaraan sebelumnya, yang pertama soal persyaratan yang membingungkan, pengumuman persyaratan yang dibuat oleh penyelenggara menimbulkan multitafsir.

"Terkait syarat pendaftaran, tanggal Iahir, akreditasi yang dipergunakan. Contohnya calon penghulu tidak disyaratkan laki-laki, tetapi kalau yang mendaftar perempuan, dia jadi tidak bisa mendaftar ke tempat lain karena mendaftar hanya bisa satu kali untuk satu formasi," kata dia.

Kemudian mengenai persyaratan akreditasi, menurut Laode, terdapat universitas yang sudah mengajukan visitasi akreditasi ke BAN-PT, namun proses dari BAN-PT yang relatif lama menyebabkan terdapat para lulusan dengan ijazah belum terakreditasi.

"Permasalahan yang ketiga, pengiriman berkas ke instansi penyelenggara, discan dan di-upload ke SSCN, lalu berkas juga dikirim ke instansi penyelenggara, tahapan ini mubazir," ucap dia.

Semestinya, dokumen persyaratan cukup dalam bentuk berkas digital saja dan sudah bisa diverifikasi, tidak perlu harus mengirimkan dokumen fisik. Temuan terakhir persoalan pada penyelenggaraan periode sebelumnya, yakni pelamar tidak dapat mencetak kartu ujian, dan permasalahan ketidaksesuaian antara NIK dan KK peserta CPNS.

Untuk alokasi formasi pada penerimaan CPNS kali ini, kata dia, berjumlah 197.111 pada 68 kementerian dan lembaga serta 461 pemerintah daerah. 

Kemudian Laode Ida menyarankan syarat akreditasi dalam seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) sebaiknya dihapuskan saja."Persoalan akreditasi, yang bisa mendaftar B dan A saja, ini semacam syarat diskriminatif," kata Laode Ida.

Dengan aturan tersebut calon pelamar yang memiliki ijazah dari perguruan tinggi yang terakreditasi C atau belum terakreditasi malah tidak akan lolos saat pemberkasan. 

Kemudian, menurut Laode, juga terdapat universitas yang sudah mengajukan visitasi akreditasi ke BAN-PT, namun proses dari BAN-PT yang relatif lama menyebabkan terdapat para lulusan dengan ijazah belum terakreditasi.

Seleksi tanpa persyaratan tersebut seharusnya tidak menjadi persoalan, karena para calon pelamar akan terseleksi ketika mengikuti seleksi kompetensi dasar (SKD), dan seleksi kompetensi bidang (SKB).

Dalam seleksi tertulis, para pelamar CPNS akan dilihat kompetensi mereka soal wawasan kebangsaan, intelejensi umum dan karakteristik pribadi. Bahkan selain ujian tertulis itu para calon pegawai negeri sipil tersebut juga harus mengikuti tahapan wawancara.

Dengan meniadakan persyaratan akreditasi, menurut dia, tidak hanya meminimalkan potensi diskriminasi, tetapi juga membuat syarat administrasi jadi lebih sederhana, dan mengurangi risiko permasalahan."Persoalan akreditasi mempersulit calon pelamar, dan syarat akreditasi itu kapan, apa saat dia mendaftar CPNS atau saat lulus kuliah, itu juga semakin rumit," ujar dia. 

Laode Ida meminta setiap instansi yang membuka formasi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) agar memastikan pusat bantuan (help desk) benar-benar berfungsi membantu para pelamar. Laode Ida mengatakan, setiap instansi secara formal memang sudah memiliki pusat bantuan tapi baru menangani aduan yang sifatnya umum.

"Kita kehendaki yang bersifat khusus, pada tahun lalu help desk dibuka tapi terkadang itu hanya formalitas saja, kalau ada yang melapor hanya ditampung tidak dengan solusi," kata Laode Ida.

Memastikan fungsi pusat bantuan tersebut berjalan optimal, kata dia, karena penerimaan CPNS kali ini meningkat 20 persen dari penyelenggaraan sebelumnya."Tentunya kemungkinan pengaduan juga meningkat, perlu diantisipasi supaya tidak terjadi kelemahan pelayanan seperti tahun lalu," ucap dia. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…