Sambil Waspada, Nikmati Investasi China

Oleh: Sarwani,

Pemerhati Kebijakan Publik

Kabinet Indonesia Maju terbentuk sudah. Anggota kabinet kemungkinan tidak sempat berbulan madu. Seabrek pekerjaan rumah sudah menanti, terutama bagi menteri di bidang ekonomi, wa bil khusus lagi bidang investasi.

Investasi harus digenjot habis-habisan untuk memberi lapangan pekerjaan kepada jutaan rakyat Indonesia. Dengan bekerja, rakyat mempunyai sumber pendapatan. Pendapatan akan meningkatkan kesejahteraan. Bagi masyarakat kelas bawah, bekerja berarti melepaskan diri dari jerat kemiskinan.

Berharap para proyek-proyek pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan tidak cukup. Kemampuan APBN terbatas.  Apalagi sumber penerimaan seperti pajak yang dijadikan sumber pembiayaan pembangunan semakin seret di tengah lesunya dunia usaha sebagai wajib pajak.

Di sisi lain, Indonesia mengalami deindustrialisasi. Laju pertumbuhan industri terus melambat. Sekalipun pemerintah royal mengumbar paket kebijakan ekonomi hasilnya jauh panggang dari api. Laju pertumbuhan industri  manufaktur rata-rata per tahun hanya sebesar 4,5 persen selama periode 2006 - 2015.

Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,6 persen. Hal ini mengindikasikan terjadinya deindustrialisasi. Menurut data Badan Pusat Statistik, hampir 5.000 usaha besar tutup selama periode 2006-2014. Jumlahnya menyusut dari 29.468 usaha pada 2006 menjadi 24.529 usaha pada 2014.

Pemerintah mengambil ancang-ancang berlari kencang mengejar investasi. Pemerintah tengah merevisi 72 undang-undang (UU) terkait perizinan investasi demi menarik lebih banyak investor ke dalam negeri. Perubahan UU ini akan dilakukan melalui omnibus law.

Skema tersebut bisa diartikan sebagai konsep pembuatan beleid yang menyatukan sejumlah aturan menjadi satu UU yang akan dijadikan payung hukum baru. Presiden mengatakan akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan  UU Pemberdayaan UMKM.

China digadang-gadang bakal menikmati beleid baru itu.  Apalagi beberapa proyek China yang berkedok Belt and Road Initiative (BRI)  belum sepenuhnya terealisasi di Indonesia.  Proyek-proyek tersebut masih menemukan kendala. Dari anggaran 50 miliar dolar AS, baru teralisasi 3 miliar dolar AS.

Hingga saat ini, Indonesia telah menikmati 28 proyek senilai 91,1 miliar dolar AS melalui BRI. Proyek-proyek tersebut antara lain zona ekonomi khusus Sei Mankei, tahap dua pembangunan bandara Kualanamu, pengembangan energi bersih di sungai Kayan di Kalimantan Utara, pembangunan zona ekonomi khusus di Bitung, Sulawesi Selatan, dan pulau Kura di Bali.

Yang terbaru, Indonesia menandatangani paket kerja sama BRI lain pada April 2019 yang berisi 23 paket proyek investasi dan perdagangan senilai 14,2 miliar dolar AS. Di dalamnya termasuk pengembangan empat koridor ekonomi, kereta api berkecepatan tinggi, pengembangan teknologi  dan pendidikan.

Indonesia tidak sendirian. Pakistan termasuk yang menikmati manisnya investasi China. Presiden Pakistan Arif-ur-Rehman Alvi mengakui peran penting negara komunis  tersebut terhadap pembangunan di negaranya. Melalui program Koridor Ekonomi China-Pakistan atau CPEC senilai 50 miliar dolar AS, Tiongkok banyak membantu pembangunan infrastruktur.

Kini Alvi meminta Tiongkok untuk mengubah arah pembangunan dalam payung BRI dari melulu infrastruktur ke pembangunan yang terkait dengan masalah sosial seperti  pengentasan kemiskinan, peningkatan pendidikan, dan perawatan kesehatan.

Indonesia bisa bersikap seperti Pakistan yang menentukan pembangunan seperti apa yang dapat dibiayai oleh China. Di samping itu, kehati-hatian harus menjadi peringatan utama agar tidak terjebak dalam kepentingan Tiongkok semata. (W)

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…