Oleh: Sarwani, Pemerhati Ekonomi
Sudah jatuh tertimpa tangga, begitu nasib Indonesia dalam Indeks Daya Saing Global 2019 yang dirilis World Economic Forum (WEF) baru-baru ini. Dalam daftar peringkat negara paling kompetitif di dunia, posisi Indonesia melorot lima level, ditambah lagi skornya juga menurun.
Indonesia berada di peringkat ke-50, turun 5 peringkat ketimbang tahun lalu yang berada di posisi 45 dengan skor yang juga turun 0,3 menjadi 64,6. Dengan begitu, posisi Indonesia di ASEAN berada di peringkat ke-4 setelah Singapura (peringkat 1), Malaysia (peringkat 27), dan Thailand (peringkat 40).
Dalam penilaian WEF, Indonesia cukup positif dalam hal ekonomi makro dan ukuran pasar. Namun, terkendala oleh masalah sumber daya manusia yang harus ditingkatkan. Bukankah pemerintah selama ini sudah mengeluarkan Kartu Indonesia Pintar yang memberikan bantuan pendidikan kepada rakyat? Apa hasilnya?
Pemerintah mengakui penurunan peringkat daya saing karena beberapa indikator masih menunjukkan kelemahan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan mayoritas tenaga kerja hanya lulusan SD dan SMP. Kualitas pendidikan juga perlu ditingkatkan, katanya. Indonesia hanya unggul di sisi ukuran pasar dan stabilitas makro ekonomi dengan nilai masing-masing 82,4 dan 90.
Di sisi lain, budaya bisnis dinilai cukup dinamis, sistem keuangan stabil, tingkat adopsi teknologi Indonesia juga tinggi, namun sayangnya kualitas akses relatif rendah. Ditambah lagi, kapasitas inovasi masih terbatas walaupun ada peningkatan.
Sri Mulyani menegaskan pemerintah akan terus memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Tekad pemerintah itu tercermin dari alokasi anggaran pendidikan sebesar Rp 505 triliun pada tahun ini, dan meningkat lagi menjadi Rp 508 triliun pada tahun depan. Namun apakah ada jaminan dana yang besar bisa membantu meningkatkan kualitas pendidikan? Mengapa dengan dana yang besar peringkat daya saing Indonesia justru melorot? Apa yang salah?
Pemerintah berjanji akan melakukan evaluasi atas penurunan peringat dan skor daya saing. Anggaran pendidikan akan dinilai sejauh mana efektifitasnya. Jika ditemukan kelemahan maka akan dilakukan perbaikan dari keseluruhan anggaran yang sudah dialokasikan tersebut.
Sediktinya ada tiga poin krusial yang akan dibenahi pemerintah, d antaranya pemberian insentif kepada daerah dan swasta yang fokus memberikan pelatihan vokasi hingga membangun kampus dan sekolah baru. Bagaimana kebijakan ini nanti dikaitkan dengan kebutuhan dunia usaha? Bagaimana kebijakan ini dikoordinasikan dengan institusi lain?
Bagaimana dengan pembangunan infrastruktur yang masif, apakah tidak cukup untuk mendongkrak daya saing? Ribuan kilometer jalan tol, jembatan, pelabuhan, dan bandara udara baru bermunculan tetapi tidak memberikan dampak langsung pada penurunan biaya logistik, mengapa? Apakah ada yang salah dengan perencanaan pembangunannya? Bagaimana solusi ke depan?
Kabinet baru akan terbentuk setelah pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin pada 20 Oktober 2019. Apakah kehadiran kabinet baru dapat menjadi angin segar bagi perbaikan peringkat daya saing? Kabinet seperti apa yang diharapkan? (W)
Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…
Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…
Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…
Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…