Tiga Syarat Kegentingan Dikeluarkannya Perppu KPK

Tiga Syarat Kegentingan Dikeluarkannya Perppu KPK  

NERACA

Jakarta - Praktisi hukum senior, Petrus Salestinus mengatakan, ada tiga syarat kegentingan yang memaksa Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) menurut putusan Mahkamah Konstitusi pada 2009.

"Pertama, adanya keadaan berupa kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara berdasarkan UU," kata Petrus, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (8/10).

Kedua, lanjut dia, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau UU yang ada tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu cukup lama."Sedangkan keadaan mendesak perlu kepastian untuk diselesaikan," jelas Petrus.

Ia menjelaskan, posisi UU KPK sendiri tidak berada dalam tiga situasi tersebut. Terutama upaya pemberantasan korupsi tidak akan berhenti dengan adanya UU KPK dan tidak terjadi kekosongan hukum, sehingga tidak ada urgensi mengeluarkan Perppu.

Negara, kata dia, tetap menjalankan kewajibannya untuk memberantas korupsi dengan tiga instrumen penegak hukum yaitu KPK, Polri dan Kejaksaan."Masalahnya adalah sekarang kita harus memilih pimpinan KPK yang memiliki karakter kepemimpinan yang kuat agar tidak mudah diintervensi dan tidak mudah dijadikan alat oleh kekuatan lain di luar KPK," tegas Petrus.

Petrus menyadari Jokowi pernah mengeluarkan Perppu Ormas pada 2017. Namun, Petrus memandang saat itu Jokowi dalam keadaan kegentingan yang memaksa karena ada ancaman terhadap eksistensi Pancasila oleh ormas radikal.

"UU Ormas yang ada membuat posisi negara sangat lemah ketika berhadapan dengan ormas radikal, negara tidak bisa serta-merta mencabut status badan hukum ormas radikal. Karena itu UU Ormas harus direvisi melalui Perppu karena melalui proses legislasi sangat lama dan belum tentu berhasil," jelas dia.

Dia menambahkan UU KPK yang sudah disetujui DPR dan pemerintah sudah berjalan cukup lama bahkan masyarakat pun telah diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Di samping itu, usia UU KPK sudah 17 tahun berjalan sehingga wajar saat ini perlu dilakukan revisi dalam rangka memperkuat kelembagaan dan personalia yang memimpin KPK.

Misalnya saja saat ini dalam UU KPK disebutkan bahwa KPK perlu diawasi oleh sebuah Badan Pengawas. Hal itu bertujuan agar KPK tidak sewenang-wenang dalam menjalankan fungsinya. Selain itu, adanya SP3 juga memenuhi prinsip akan hak asasi manusia.

"Jelaslah sudah bahwa Perppu tidak cukup beralasan untuk menolak revisi UU KPK. Karenanya biarkan berlaku terlebih dahulu baru kemudian direvisi melalui judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi)," demikian Petrus Salestinus. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…

Perencanaan Pembangunan Daerah Harus Selaras dengan Nasional

NERACA Jakarta - Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo mengatakan perencanaan pembangunan daerah…

Aiptu Supriyanto Cerminan Polisi Jujur Berintegritas

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarto menyebut tindakan Aiptu Supriyanto mengembalikan uang temuan milik pemudik yang…

BERITA LAINNYA DI

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…

Perencanaan Pembangunan Daerah Harus Selaras dengan Nasional

NERACA Jakarta - Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo mengatakan perencanaan pembangunan daerah…

Aiptu Supriyanto Cerminan Polisi Jujur Berintegritas

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarto menyebut tindakan Aiptu Supriyanto mengembalikan uang temuan milik pemudik yang…