Hat-hati Berita Medsos

Sebagian masyarakat Indonesia saat ini merasa resah atas ancaman hukuman UU ITE yang sejauh ini telah menjerat ratusan orang yang dianggap melanggar aturan berkomunikasi melalui media sosial (medsos). Pasalnya, mereka yang bermain medsos umumnya tidak memiliki etika dan cenderung merusak nama baik orang lain dan atau perusahaan/kelompok tertentu.

Karena itu, beberapa waktu lalu Kementerian Kominfo mengimbau semua pihak terutama warganet untuk menyebarkan informasi yang menyebarkan kedamaian serta menghindari penyebaran konten atau informasi yang bisa membuat ketakutan pada masyarakat ataupun berisi provokasi dan ujaran kebencian kepada siapapun.

Meski tanpa survei, kita tentu bisa memastikan bahwa mayoritas pengguna internet yang sering bermedsos lama-lama bukanlah produsen pesan yang baik. Malah sebagian besar pemilik akun medsos sosial bersifat pasif. Sebaliknya para pengguna aplikasi medsos kebanyakan adalah penerus pesan yang cekatan. Tanpa mencerna kritis pesan yang baru saja hinggap di tangannya, sebagian orang tanpa berpkir sejenak, langsung meneruskan segala konten yang baru mereka terima ke grup WA teman kerja, alumni universitas, grup WA emak-emak atau grup WA bapak-bapak “pengangguran”.

Jelas, patut diduga sebagian pemilik akun medsos juga menganggap internet identik dengan WhatsApp, Facebook, atau Twitter. Malah, barangkali pula, sebagian orang tidak tahu ada aplikasi bernama peramban (browser) yang jauh lebih mumpuni untuk berburu informasi: cocok dengan kebutuhan dan kepentingan mereka.

Nah, mereka tidak tahu aturan hukum medsos, bahwa konten video, foto yang mengandung aksi kekerasan, hasutan yang provokatif serta ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) merupakan konten yang melanggar ketentuan UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dalam situasi darurat informasi pasca kerusuhan tersebut, Kementerian Kominfo terus melakukan pemantauan dan pencarian situs, konten dan akun dengan menggunakan mesin AIS dengan dukungan 100 anggota verifikator. Selain itu, Kementerian Kominfo juga bekerja sama dengan Polri untuk menelusuri dan mengidentifikasi akun-akun yang menyebarkan konten negatif berupa aksi kekerasan dan hasutan yang bersifat provokatif.

Bahkan, Kementerian Kominfo juga mendorong masyarakat untuk  melaporkan melalui aduankonten.id atau akun twitter @aduankonten jika menemukenali keberadaan konten dalam situs atau media sosial mengenai aksi kekerasan atau kerusuhan di Jakarta itu.

Menurut data yang bersumber dari Web Global Index, rata-rata orang Indonesia menghabiskan 202 menit (3 jam 22 menit) dalam sehari untuk beraktivitas di media sosial. Dua negara lain yang lebih betah nongkrong di media sosial adalah Brasil (3 jam 41 menit) serta Filipina (4 jam 11 menit).

Bayangkan saja, menghabiskan 3 jam 22 menit bergaul di medsos berarti melewatkan 14% dari waktu sehari semalam untuk sesuatu yang tidak produktif. Malah, kalau durasi bermedsos itu kita hitung cuma dari waktu melek yang berlangsung sekitar 16 jam (8 jam tidur), berarti 21% waktu terjaga masyarakat Indonesia terpakai untuk memelototi aplikasi medsos.

Entah seberapa akurat data itu dibandingkan dengan realitas keseharian hidup kita. Namun, rasa-rasanya, angka yang membuat kita merasa miris melihat kenyataan tersebut. Bahkan, pasti, durasi bermedsos sebagian masyarakat kita lebih lama dari angka yang tersaji tersebut.

Menyadari kondisi tersebut, kita sekarang bisa mengerti mengapa atmosfer jagat sosial virtual semakin pengap oleh beragam informasi bermutu rendah, baik hoaks maupun konten negatif seperti perundungan, ujaran kebencian, hasutan SARA, dan sejenisnya.

Ada baiknya kita manfaatkan sarana medsos untuk kegiatan positif. Misalnya, ada ribuan kursus online gratis yang bisa kita ikuti untuk meningkatkan kompetensi pribadi. Juga jutaan konten pembelajaran yang isinya dapat membuat pribadi kita lebih pintar. Medsos juga terbukti dapat menjadi sarana bagus bagi masyarakat untuk menggali peluang-peluang bisnis baru dan unik.

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…