KPPOD : Tinjau Ulang Penerapan OSS

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Komite Pengawas Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) merekomendasikan pemerintah pusat perlu meninjau ulang seluruh regulasi terkait dengan sistem pelayanan perizinan terintegrasi berbasis elektonik (online single submission/OSS) agar tidak ada aturan tumpang tindih dan memiliki proses bisnis perizinan sesuai peraturan perundang-undangan. "Selain itu, pemerintah pusat harus cepat mengupayakan integrasi sistem OSS dengan sistem mandiri daerah dan memperbaiki fitur OSS sehingga menimalisasai kendala teknis yang memperlambat birokrasi pelayanan," kata peneliti KPPOD Boedi Rheza dalam diskusi media di Jakarta, Rabu (11/9).

Sedangkan pemerintah daerah, katanya, baik secara sendiri-sendiri maupun dibantu pemerintah pusat, perlu mematangkan infrastruktur pendukung seperti unit komputer dan internet, SDM, anggaran dan sosialisasi sehingga mendukung terciptanya perizinan OSS yang lebih optimal.

Boedi menjelaskan KPPOD melakukan studi evaluasi pelaksanaan OSS setelah setahun dilaksanakan pada Juli 2018. Studi ini dilakukan di enam provinsi, termasuk satu kabupaten dan kota di propinsi tersebut, yakni DKI Jakarta, Sumatera Utara (Deli Serdang dan Toba Samosir), Kalimantan Barat (Pontianak dan Kubu Raya). Jaawa Timur (Surabaya dan Sidoarjo), Nusa Tenggara Barat (Lombok Tengah dan Kota Mataram) dan Sulawesi Selatan (Makassar dan Maros).

Dikatakan, studi itu menemukan kebermasalahan OSS pada tiga aspek yang berperan pada suksesnya implementasi OSS yakni regulasi, sistem dan tatalaksana. “Ketiga aspek itu adalah tantangan umum OSS di berbagai daerah,” katanya. Ia mengatakan pada aspek regulasi pusat, norma, prosedur, standar dan kriteria (NPSK) sektoral yang idealnya menjadi petunjuk teknis pelayanan izin, tidak konkret menerjemahkan PP No.24/2018 ke dalam prosedur yang mudah diikuti.

Sebagai contoh, untuk mendapatkan izin usaha industri (IUI), pelaku usaha diharuskan mendaftar lagi ke aplikasi Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS). Padahal PP No.24/2018 jelas tidak mempersyaratkan hal itu. Implikasinya terjadi berbagai macam variasi pada pelayanan izin di berbagai daerah. Selain NPSK, kebermasalahan OSS juga tergambar dalam persoalan disharmoni PP 24.2018 dengan UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal dan UU No.23/2014 tentang Pemda. “Disharmoni menyangkut kewenangan memberi izin yang sebelumnya di tangan kepada daerah sekarang berpindah ke lembaga OSS,” katanya.

Sementara pada aspek sistem, menurut Boedi, salah satu kelemahan sistem OSS adalah fitur penentuan lokasi usaha yang belum sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta ketersediaan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR). Sedangkan pada aspek tata laksana, OSS masih menemui kendala, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pada tingkat pusat, sistem OSS belum terintegrasi utuh dengan sistem perizinan Kementerian/Lembaga, sementara di daerah masih terdapat banyak pemda yang memiliki sistem perizinan daerah mandiri berbasis aplikasi yang belum terintegrasi dengan sistem OSS.

Sementara itu, Kepala Seksi Dukungan Teknis Sistem BKPM Fitriana Aghita Pratama dalam kesempatan itu mengatakan, meski masih terdapat sejumlah kekurangan, pihaknya optimistis OSS itu akan menjadikan pengurusan perizinan di Indonesia menjadi lebih baik. “Kita memang harus memulai kalau ingin menjadikan iklim investasi lebih baik. Sekarang kita sudah mulai. Mari kita perbaiki segala kekurangan,” katanya.

Kritik juga datang dari Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan. Ia mengingatkan bahwa implementasi sistem online single submission (OSS) atau perizinan usaha terintegrasi secara elektronik, perlu adanya harmonisasi peraturan antara pusat dan daerah. "Implementasi OSS perlu terus diperkuat lewat sinkronisasi dan harmonisasi peraturan pusat dengan daerah," kata Pingkan.

Menurut dia, hal tersebut juga perlu diperkuat dengan peningkatan kualitas infrastruktur telekomunikasi dan internet yang juga perlu jadi prioritas di tiap daerah. Dengan demikian, lanjut Pingkan, implementasi OSS bisa dimaksimalkan serta benar-benar bisa memberikan kemudahan berusaha bagi berbagai kalangan investor.

Sistem OSS telah menerbitkan 623.481 nomor induk berusaha (NIB) setelah setahun diluncurkan atau 9 Juli 2018. "Jumlah NIB yang terbit selama periode itu mencapai 623.481 atau 1.495 per hari," kata Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal BKPM Husen Maulana di Jakarta, Senin (2/9/2019).

Berdasarkan data BKPM, sejak 9 Juli 2018 hingga 29 Agustus 2019, jumlah registrasi akun OSS mencapai 704.084 atau rata-rata 1.688 per hari. Aktivasi akun mencapai 654.889 atau rata-rata 1.570 per hari. Izin usaha yang terbit sebanyak 559.993 atau rata-rata 1.342 per hari. Ada pun, izin komersial atau operasional mencapai 449.603 atau rata-rata 1.078 per hari. Dari data tersebut, penanaman modal dalam negeri (PMDN) mendominasi hingga 95,3 persen atau Rp465,29 triliun. Sementara penanaman modal asing (PMA) sebesar 4,7 persen atau Rp22,94 triliun.

Husen menambahkan, permintaan izin usaha juga mengalami peningkatan pada Agustus 2019 lalu. Ia mencatat registrasi akun rata-rata mencapai 2.551 per hari. Aktivasi akun mencapai rata-rata 2.365 per hari sedangkan NIB yang diterbitkan mencapai rata-rata 2.737 per hari. Adapun jumlah izin usaha yang diterbitkan rata-rata 2.048 per hari dan izin komersial/operasional rata-rata 1.639 per hari.

 

 

BERITA TERKAIT

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…