Menunggu Kabinet Anti Defisit

 

Oleh: Prof. Dr. Umar Basalim

Guru Besar Ekonomi Universitas Nasional

Presiden Jokowi sudah menggariskan visi untuk masa jabatan keduanya yang mengutamakan  bidang ekonomi, yaitu meneruskan pembangunan infrastruktur, pengembangan SDM, mendorong investasi, reformasi birokrasi dan pemanfaatan APBN. Presiden juga sudah menyatakan bahwa komposisi kabinet telah selesai, tinggal diumumkan. Bahkan komposisinyapun sudah dibocorkan 45% menteri dari parpol dan 55% dari kalangan profesional.

Baik visi maupun komposisi serta kapasitas personilnya tentu telah disusun dengan mempertimbangkan tantangan lima tahun ke depan. Yang ini memang tidak dipertimbangkan oleh para politisi pemburu kursi menteri. Ekonomi dunia yang sedang melemah akan diperparah oleh akibat perang dagang antara AS dengan China serta ulah Presiden Trump. “Kepanikan” Presiden Trump yang terus mendesak bank sentral AS (The Fed) untuk menurunkan sukubunga acuan dan sesumbarnya untuk mengenakan tarif tinggi impor dari China dipersepsi oleh pelaku pasar bahwa sang Presiden sedang gundah dengan krisis yang sedang mengancam AS yang pasti menurunkan kredibilitasnya pada pemilu presiden yang akan datang.

Sejak suku bunga jangka panjang obligasi Pemerintah AS lebih rendah dari imbal hasil jangka pendek pada awal tahun ini dan selisihnya makin besar sejak Juli 2019, pelaku bisnis sudah yakin bahwa krisis sudah di ambang pintu.

Perang dagang memang membawa berkah buat sejumlah negara di Asia yang menerima migrasi  dari perusahaan-perusahaan yang semula berinvestasi di China. Pilihan mereka jatuh pada Vietnam, Thailand, Malaysia dan Korea Selatan yang dinilai paling kondusif terhadap investasi asing. Bahkan ada yang memberi julukan kepada keempat negara tersebut sebagai “pemenang” perang dagang AS vs China. Transaksi berjalan mereka surplus, Thailand surplus 8,1% dari PDB, Korea Selatan 4,7% dan Malaysia surplus 3,3%.

Meskipun Pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan ekonomi tapi di mata investor dinilai belum cukup. Data BI pada semester pertama tahun ini menunjukkan defisit transaksi berjalan masih menganga pada kisaran US$15,4 miliar. Meskipun demikian tidak berarti Indonesia sama sekali tidak menerima berkah dari perang dagang AS-China.

Pada semester pertama 2019 BI mencatat adanya aliran modal US$20,5 miliar, namun hampir separuhnya merupakan investasi portofolio yang didorong oleh penurunan suku bunga acuan The Fed. Tapi jumlah itu masih belum mampu menurunkan defisit transaksi berjalan. Sebenarnya yang ditunggu adalah investasi di sektor riil terutama industri yang menghasilkan produk untuk ekspor atau industri substitusi impor penghasil bahan baku atau bahan penolong yang bisa memperkuat industri ekspor nasional.

Tidak usah menunggu ahli ekonomi untuk tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasi defisit itu. Mahasiswa Fakultas Ekonomi pun tahu persis rumusnya yaitu meningkat ekspor barang dan jasa dan mengurangi impor. Tapi implementasinya sungguh tidak sederhana. Sejumlah deregulasi harus disiapkan baik terkait perizinan maupun ketenagakerjaan. Yang disebut terakhir ini sangat krusial bukan saja karena terkait dengan proses pembuatan undang-undang tapi juga harus mempertimbangkan resistensi organisasi buruh.

Padahal regulasi ketenagakerjaan merupakan salah satu faktor penghambat masuknya investasi asing. Sedangkan terkait perizinan yang dipersoalkan adalah implementasinya di daerah termasuk perda-perda yang tidak kondusif bagi pengembangan investasi. (W)

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…