Niaga Internasional - Perjanjian Dagang Pertama Dengan Negara Afrika Resmi Diteken

NERACA

Jakarta – Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Mozambik Ragendra Berta de Sousa menandatangani perjanjian Preferential Trade Agreement (PTA) Indonesia-Mozambik yang merupakan perjanjian dagang pertama antara RI dengan negara di Afrika.

Perjanjian tersebut diteken di Kota Maputo, Mozambik, di sela-sela pameran dagang terbesar di Mozambik, the 55th International Trade Fair–FACIM 2019. “Saya sangat bangga Indonesia akhirnya memiliki sebuah perjanjian dagang pertama dengan negara di Benua Afrika, yang sekaligus akan menjadi tonggak sejarah baru dalam memperluas akses pasar di benua yang disebut Benua Harapan," kata Enggar lewat keterangannya yang diterima di Jakarta, sebagiamana disalin dari Antara.

Peluncuran dimulainya negosiasi Indonesia-Mozambik PTA (IM-PTA) dilakukan tepat setahun setelah peluncurannya saat Indonesia Africa Forum (IAF) pada 2018 di Bali oleh Mendag RI dan Menperindag Mozambik.

“Setelah berlangsung selama tiga kali, perundingan dapat diselesaikan dengan baik dan minggu lalu di Bali, pada pelaksanaan Indonesia-Africa Infrastructure Dialog (IAID), kedua negara mengumumkan secara resmi penyelesaian perundingan IM-PTA. Dengan bangga hari ini kedua pemerintah menandatangani perjanjian dagang ini,” lanjut Mendag.

Mendag menambahkan, perjanjian ini merupakan salah satu yang paling cepat diselesaikan karena hanya membutuhkan waktu satu tahun, hampir sama dengan perundingan Indonesia-Chile Comprehensif Economic Partnership Agreement (IC-CEPA), yang juga selesai dalam satu tahun. "Ini menunjukkan komitmen, daya juang, dan kerja keras tim perunding bersama-sama perwakilan kementerian dan lembaga terkait,” tegas Enggar.

Mendag juga menyampaikan terima kasih terutama kepada jajarannya dari Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, selaku negosiator dan koordinator Indonesia dalam perundingan IM-PTA ini.

Penandatanganan IM-PTA diharapkan dapat mendorong minat pengusaha untuk lebih memanfaatkan potensi pasar nontradisional, termasuk investasi. Setelah ini, kedua negara akan mendorong interaksi bisnis melalui pertemuan regular bisnis forum dan penjajakan kesepakatan dagang (business matching).

Isi perjanjian itu yakni Mozambik memberikan penurunan tarif sekitar 217 pos tarif kepada Indonesia, diantaranya produk perikanan, buah-buahan, minyak kelapa sawit, margarin, sabun, karet, produk kertas, alas kaki, dan produk tekstil.

Indonesia juga memberikan penurunan tarif sekitar 242 pos tarif kepada Mozambik, di antaranya kapas, tembakau, produk perikanan, sayur-sayuran, dan kacang-kacangan. Produk ekspor utama Indonesia ke Mozambik pada 2018 adalah minyak kelapa sawit dan turunannya senilai 27,3 juta dolar AS, sabun 9,8 juta dolar AS, industrial monocarboxylic fatty acids (USD 7,9 juta), organic surface-active agents 3,3 juta dolar AS, kertas dan karton 2,8 juta dolar AS, karung dan tas 1,5 juta dolar AS, margarin 1,5 juta dolar AS, semen portland 1,1 juta dolar AS.

Produk impor utama Indonesia dari Mozambik adalah kacang tanah senilai 22,6 juta dolar AS, tembakau tidak diolah 4,1 juta dolar AS, kapas 2,8 juta dolar AS, bijih mangan dan konsentrat 417 ribu dolar AS, besi paduan 246 ribu dolar AS, kacang polong kering197 ribu dolar AS. “Walaupun bentuk perjanjian dagang tersebut adalah PTA dan preferensi tarif yang diberikan hanya sekitar 200 pos tarif, namun perjanjian ini memiliki makna besar," kata Mendag.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai bahwa Indonesia banyak kehilangan pangsa pasar (market share) di sejumlah negara akibat tertinggal dari Vietnam dan Malaysia dalam menjajaki perjanjian dagang.

Enggar mengakui bahwa Indonesia ketinggalan dengan Vietnam yang lebih gesit dalam menjalin perjanjian dagang. Baru sepuluh tahun terakhir ini, kata Enggar, Indonesia baru mengejar ketertinggalan itu untuk menyelesaikan perjanjian dagang. "Malaysia sebagai contoh, dia sudah lebih dulu, banyak sekali kita kehilangan 'market share' di Turki dan India, oleh Malaysia. Itu karena dia ada perjanjian dagang," kata Enggar.

Enggar menjelaskan akibat perjanjian dagang tersebut, Vietnam atau Malaysia memperoleh tarif yang lebih rendah dari negara tetangga lainnya, sehingga berakibat komoditas ekspor asal Indonesia sulit bersaing.

Oleh karena itu, Indonesia berupaya melakukan sejumlah perjanjian dagang yang ditargetkan dapat selesai pada tahun ini, antara lain Indonesia-Korea CEPA dan RCEP.

BERITA TERKAIT

SE No. 374/2024 Kembangkan dan Perkuat Sektor Keuangan

NERACA Jakarta – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menerbitkan Surat Edaran Nomor 374/BAPPEBTI/SE/12/2024 yang merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang…

Petani Sawit Jambi Dorong Swasembada Pangan

NERACA Jambi – Tinngginya kebutuhan akan pangan, maka petani sawit ikut mendorong swasembada pangan melalui program peremajaan sawit rakyat dengan…

Produksi Teri Kualitas Ekspor Terus Didorong

NERACA Lampung – Berbagai langkah terus dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong sektor erikanan dan kelautan, dalam hal ini Kementerian Kelautan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

SE No. 374/2024 Kembangkan dan Perkuat Sektor Keuangan

NERACA Jakarta – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menerbitkan Surat Edaran Nomor 374/BAPPEBTI/SE/12/2024 yang merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang…

Petani Sawit Jambi Dorong Swasembada Pangan

NERACA Jambi – Tinngginya kebutuhan akan pangan, maka petani sawit ikut mendorong swasembada pangan melalui program peremajaan sawit rakyat dengan…

Produksi Teri Kualitas Ekspor Terus Didorong

NERACA Lampung – Berbagai langkah terus dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong sektor erikanan dan kelautan, dalam hal ini Kementerian Kelautan…