Industri Kecil Bisa Terdampak Pembatasan Kantung Plastik

NERACA

Jakarta – Industri kecil plastik nasional dinilai paling terkena dampak dari wacana pembatasan kantung plastik, demikian disampaikan akademisi Universitas Indonesia (UI) Harryadin Mahardika.

"Kalau hanya kantung plastik sebenarnya tidak (berdampak kepada industri plastik secara luas), karena kantung plastik tidak ada satu persen dari industri kantung plastik nasional, tapi lebih mengena kepada industri plastik skala kecil," kata Harryadin sebagaimana disalin dari Antara.

Dalam pandangan Harryadin, pemerintah dapat memberikan bantuan nyata terhadap industri plastik skala kecil itu dengan berbagai cara, seperti bantuan kredit agar para pengusaha dapat "mengupdgrade" mesin-mesin yang mereka miliki, agar dapat menghasilkan plastik ramah lingkungan.

Bantuan lain yang dapat diusahakan adalah insentif bea masuk atau insentif pajak kepada industri plastik skala kecil, jika produsen-produsen tersebut mau mengubah hasilnya menjadi plastik yang lebih ramah lingkungan.

Harryadin memandang pemerintah sedang berupaya untuk mengalihkan penggunaan plastik ke plastik yang lebih ramah lingkungan, bukan hanya kantung plastik, namun nantinya juga dapat menyasar botol air mineral dan kemasan makanan ringan, namun menurut dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini, hal tersebut semestinya bisa dilakukan dengan lebih cepat tanpa harus mengorbankan industri plastik nasional.

Secara pribadi, ia kurang menyetujui cukai plastik dan lebih setuju pelarangan total terhadap semua jenis plastik yang tidak bisa didaur ulang. Harapannya dengan pelarangan plastik tidak ramah lingkungan ini, maka para produsen plastik berbondong-bondong memiliki kemampuan untuk memproduksi kemasan ramah lingkungan.

Pada awal Juli silam, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan agar plastik dikenakan cukai dengan besaran Rp30.000 per kilogram atau Rp200 per lembar. Setelah itu, gerakan untuk membatasi dan melarang penggunaan kantung plastik kembali marak.

Peneliti Institute for Development of Economics (INDEF) Andry Satrio Nugroho menyetujui usulan penerapan cukai plastik, sebagai salah satu cara untuk menanggulangi ketergantungan kepada plastik sekali pakai. "Saya rasa memang harus dikenakan cukai, tapi untuk melarang peredarannya tidak sesuai," kata Andry.

Dalam penilaian Andry, penerapan cukai plastik merupakan "win-win solution" untuk pihak produsen dan konsumen tidak dirugikan. Ia menuturkan bahwa cukai memang awalnya ditanggung oleh industri, namun pada akhirnya yang menanggung adalah konsumen, seperti yang terjadi pada produk rokok.

Meski menyetujui penerapan cukai, ia menolak keras seandainya saat ini penggunaan plastik sekali pakai dilarang sepenuhnya, karena pelarangan itu mengurangi opsi bagi masyarakat. Ia menyadari bahwa penerapan cukai akan memberi sedikit dampak kepada industri plastik.

 

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…