Menanggung Beban Utang - GZCO Divestasi Anak Usaha Rp 350 Miliar

NERACA

Jakarta – Lantaran bisnis komoditas sawit belum pulih menjadi alasan bagi PT Gozco Plantations Tbk (GZCO) resmi menjual entitas anak tidak langsungnya, yakni PT Golden Blossom Sumatra (GBS) kepada PT Mitra Lintas Persada (MLP) dan Setiawan Ichlas pada Rabu (31/08) lalu. 

Direktur GZCO, Yongki Tedja dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin menyebutkan bahwa saat ini GBS memiliki lahan perkebunan dengan usia tanaman menghasilkan sekitar enam tahun. Adapun saat ini GBS tengah menanggung utang senilai Rp565 miliar dan pinjaman mitra plasma dengan nilai sekitar Rp280 miliar. 

Sayangnya, hasil kebun yang rendah dan ditambah dengan harga CPO yang tertekan secara global tidak dapat menutup beban operasi dan bunga atas pinjaman tersebut."GZCO tidak memiliki kas yang cukup untuk mengantarkan GBS pada level komersial yang diperkirakan dapat dicapai pada usia tanaman menghasilkan sekitar delapan hingga sembilan tahun atau pada dua hingga tiga tahun mendatang," kata Yongki.

Sebagai informasi, nilai transaksi dari divestasi GBS tersebut mencapai Rp350 miliar atau setara dengan 32,71% dari ekuitas GZCO yang sebesar Rp1.070 juta, terhitung sampai dengan 31/12/2018 silam. Tahun ini, perseroan menargetkan produksi TBS inti mencapai 250.000 ton atau naik dari periode tahun lalu sebesar 228.549 ton. Sedangkan pada kuartal I-2019 baru tercapai 15% dari target atau senilai 40.049 ton. Untuk TBS Plasma dan third party ditargetkan mencapai 117.000 ton. Atau naik dari realisasi tahun 2018 sebesar 79.362 ton.

Untuk produksi CPO di tahun 2019 mencapai 80.500 ton. Atau naik dari realisasi tahun 2018 mencapai 66.271 ton. Sampai kuartal I-2019 produksi CPO GZCO mencapai 48.109 unit atau baru mencapai 13% dari target. Andrew Michael Vincent, Direktur GZCO pernah bilang. ada dua sentimen negatif bagi industri CPO di tahun 2019. Mulai dari pengetatan ekspor CPO ke negara Uni Eropa dan juga harga CPO yang rendah. Adapun rata-rata harga CPO pada kuartal I-2019 menurutnya mencapai Rp 5.000 per kilogram (Kg). Sedangkan tahun lalu rata-rata mencapai Rp 7.000 per Kg.

Meski demikian Vincent berharap pemerintah Indonesia saat ini sudah cukup banyak membantu agar dapat membangkitkan industri CPO. Mulai dari negosiasi dan lobi pemerintah di level global serta aturan penggunaan biodiesel (B20) pada kendaraan. "Harapannya tentu produk CPO bisa segera terserap di pasarandan kami harap dengan peningkatan itu bisa membantu kinerja kami," kata Vincent.

 

BERITA TERKAIT

Peduli Bumi, Acer Indonesia Tanam 1.500 Mangrove

Dalam rangka merayakan hari jadi perjalanan 25 tahun Acer di Indonesia dan juga bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan pada…

Kemana Jasa Marga dan PUPR? - Stasiun Whoosh Karawang Belum Beroperasi

Stasiun Kereta Cepat Whoosh Karawang hingga kini masih belum bisa digunakan sebagai tempat pemberhentian meski sebenarnya sudah rampung. Penyebabnya karena…

PGEO Beri Kesempatan Setara Bagi Perempuan

Dalam rangka memperingati hari Kartini dan mendukung kesetaraan perempuan, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) juga memberikan kesempatan yang luas…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Peduli Bumi, Acer Indonesia Tanam 1.500 Mangrove

Dalam rangka merayakan hari jadi perjalanan 25 tahun Acer di Indonesia dan juga bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan pada…

Kemana Jasa Marga dan PUPR? - Stasiun Whoosh Karawang Belum Beroperasi

Stasiun Kereta Cepat Whoosh Karawang hingga kini masih belum bisa digunakan sebagai tempat pemberhentian meski sebenarnya sudah rampung. Penyebabnya karena…

PGEO Beri Kesempatan Setara Bagi Perempuan

Dalam rangka memperingati hari Kartini dan mendukung kesetaraan perempuan, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) juga memberikan kesempatan yang luas…