Dorong Pertumbuhan Perlu Relaksasi Kebijakan Moneter

NERACA

Jakarta – Data ekonomi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) di kuartal kedua tahun ini menunjukkan perlambatan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 5,05% secara tahunan (yoy) atau lebih lambat dibandingkan priode yang sama tahun lalu 5,27% (yoy) ataupun pencapaian kuartal I-2019 yang sebesar 5,07% (yoy).

Melihat hal tersebut, perlu ada relaksasi kebijakan moneter yang lebih longgar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal berikutnya. Menurut Wisnu Wardana, ekonom Bank Danamon, pertumbuhan ekonomi kuartal II/2019 sebesar 5,05% (yoy) masih bersumber dari pertumbuhan bisnis swasta dan konsumsi pemerintah.”Yang mana ini sangat tinggi diakibatkan oleh belanja selama pemilu,"ujarnya dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.

Dia menyatakan, salah satu yang masih perlu diperbaiki untuk memacu pertumbuhan ekonomi adalah realisasi investasi. Dari perspektif produksi, sektor otomotif masih tumbuh 9,0% (yoy). Disusul dengan semen sebesar 0,6% (yoy). Meski demikian, penjualan dari dua sektor ini juga masih terkontraksi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Menurut Wisnu, hal ini tidak hanya akan menjaga inflasi tetapi juga mengindikasikan peluang adanya pelemahan permintaan dalam negeri ke depan."Kami pun menilai pengambil kebijakan akan berniat memanfaatkan semua instrumen yang memungkinkan untuk mendorong pertumbuhan termasuk melalui kebijakan moneter," ujarnya.

Sementara Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang kuartal II 2019 yang hanya mencapai 5,05% merupakan akibat dari adanya perlemahan pada sektor ekspor dan impor.”Ini benar-benar hubungannya dari perdagangan ekspor dan impor,”ungkapnya.

Menurutnya, tahun ini berbeda dengan tahun 2018 karena pada tahun lalu meskipun ekspornya turun namun impornya naik. Sedangkan pada 2019 ekspor dan impor sama-sama negatif sehingga pada kuartal II tahun ini laju pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan kuartal I 2019 dan kuartal II 2018.”Kelihatan dampaknya terhadap pertumbuhan itu langsung. Jadi kita harus upayakan lagi mulai dari investasinya,” ujar Darmin Nasution.

Dia melanjutkan, pada kuartal II 2019 juga terdapat berbagai momen yang tidak ada pada tahun sebelumnya seperti pemilihan umum dan ditambah dengan kegiatan besar tahunan lainnya yaitu bulan Ramadhan dan Idul Fitri sehingga konsumsi masyarakat serta pemerintah turut meningkat. Di sisi lain, gejolak ekonomi global yaitu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China turut memberi dampak kepada perekonomian dalam negeri. Menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada faktor domestik saja.

Meski demikian, Darmin mengatakan pemerintah hingga kini belum bisa memprediksi secara pasti terkait pengaruh ekonomi global terhadap kondisi domestik mendatang, sehingga pihaknya akan melakukan kajian lebih lanjut.”Globalnya bagaimana kita belum tahu, tapi melihat gejalanya sih katanya mereka (AS-Cina) saling berunding, nyatanya naik lagi (bea masuk),” katanya.

Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, mengatakan kontribusi ekspor masih tertekan, karena turunnya volume dan harga komoditas ekspor di pasar global, serta perlambatan perekonomian beberapa negara mitra dagang yang mempengaruhi permintaan. Di kuartal II 2019 pertumbuhan ekspor tercatat minus 1,81% (yoy), padahal pada kuartal II 2018 ekspor masih tumbuh 7,65% (yoy).

Meskipun demikian, pertumbuhan ekspor di paruh kedua tahun ini menunjukkan perbaikan dibanding pertumbuhan minus 1,87% (yoy) pada kuartal I 2019."Yang turun adalah volume ekspor migas dan harga komoditas migas. Sementara ekspor nonmigas masih tumbuh positif," ujar dia.

Ekspor migas pada kuartal II 2019 anjlok hingga minus 30,85% (yoy) atau jauh lebih dalam dibandingkan kuartal I 2019 yang minus 9,33% (yoy). Pada kuartal II 2018, ekspor nonmigas masih bisa tumbuh positif di 4,81% (yoy). Sementara ekspor nonmigas membaik dengan pertumbuhan 2,17 persen (yoy), dari kontraksi 0,65% pada kuartal I 2019. Meskipun demikian, ekspor nonmigas masih tumbuh melambat jika dibandingkan kuartal II 2018 yang sebesar 8,51% (yoy). Sedangkan ekspor jasa masih tumbuh di 0,27% (yoy). bani

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…