Sjamsul Nursalim Yakin Pemerintah Tunaikan Janji

Sjamsul Nursalim Yakin Pemerintah Tunaikan Janji

NERACA

Jakarta - Sjamsul Nursalim (SN) yakin pemerintah akan menunaikan janji yang telah ditandantangi pada 20 tahun untuk tidak memproses hukum secara pidana menyangkut penyelesaian kewajiban pembayaran kembali Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diterima Bank BDNI saat krisis ekonomi berlangsung. Sinyal itu disampaikan oleh pengacara senior Otto Hasibuan kepada wartawan ketika ditanya soal keberadaan SN saat ini dan kenapa tidak menghadiri pemeriksaaan di KPK.

“Selain masalah kesehatan, Sjamsul Nursalim yakin pemerintah akan menepati janji yang tertuang dalam MSAA dan keterangan release and discharge (R&D) yang ditandatangani sekitar 20 tahun lalu yaitu pada 25 Mei 1999,” kata Otto Hasibuan, Selasa (25/6).

Menurut Otto, dia tidak bisa bicara banyak soal kasus SN yang ditangani KPK, karena tidak mendapat kuasa untuk itu. Bersama Maqdir Ismail, kata Otto, kuasa yang diberikan SN saat ini hanya sebatas gugatan terhadap prosedur audit investigasi BPK-RI terhadap pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh BPPN kepada SN pada 2004 lalu yang dilaporkan telah merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun.

“Kami belum menerima kuasa untuk kasus di KPK, hanya untuk kasus gugatan terhadap prosedur pelaksanaan audit BPK 2017. Namun sejauh yang saya dengar, SN optimis pemerintah akan menunaikan janjinya untuk tidak mempidanakan proses penyelesaian BLBI,” kata Otto.

Keyakinan SN itu cukup beralasan. Pasalnya, berdasarkan dokumen dan fakta hukum yang ada, SN telah menyelesaikan seluruh kewajiban pembayaran kembali fasilitas BLBI yang diterima Bank BDNI dalam menghadapi krisis ekonomi 1998.

Pada September 1998, SN telah menyetujui tawaran pemerinah menyelesaikan kewajiban BLBI melalui skema Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA). Kemudian BPPN mewakili Pemerintah menunjukkan Ernst and Young (E/Y) sebagai financial advisor untuk melakukan financial due diligence (FDD) terhadap aset BDNI. FDD ini dilakukan terhadap neraca bank yang ditutup pemerintah pada Agustus 1998, dimana sebelumnya bank ini telah diambil alih pemerintah melalui BPPN pada April 1998.

Berdasarkan FDD itu SN sebagai pemegang saham pengendali BDNI dinyatakan wajib untuk melunasi kekurangan BLBI sebesar Rp 28 triliun. Pembayaran disepakati untuk dibayar tunai sebesar Rp 1 triliun dan sisanya dalam bentuk aset. Kewajiban ini segera dilunasi SN dengan menyerahkan uang tunai dan aset dalam bentuk saham di 12 perusahaan.

Kemudian pada Mei 1999, pemerintah menyatakan MSAA tersebut sudah closing atau tuntas sehingga SN berhak diberikan hak imunitas atau tidak akan dituntut secara pidana terkait dengan penyelesaian BLBI dan aturan perundangan-undangan perbankan.

Hak imunitas itu diberikan melalui penerbitan surat R&D yang terdiri dari dua dokumen. Pertama Shareholders Loan Release yang terkait dengan penyelesaian pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang ditandatangai saat itu oleh Menkeu Bambang Subianto, Deputi Kepala BPPN Farid Harianto dan SN. Kedua Liquidity Support Release terkait dengan penyelesaian BLBI yang ditandatangani oleh Farid Harianto dan SN.

Penandatangan R&D kemudian diikuti oleh Letter of Statement yang dibuat SN dan BPPN pada 25 Mei 1999 di hadapan Notaris Merryana Suryana dimana BPPN menyatakan transaksi yang tertera di dalam MSAA telah dilaksanakan oleh SN. Dalam pernyataan ini, Pemerintah juga berjanji dan menjamin untuk tidak menuntut SN dalam bentuk apapun, termasuk tidak melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan secara pidana.

“Berdasarkan hal itu, sejak 21 tahun lalu Pemerintah telah berjanji tidak akan menuntut SN secara pidana, dan kenapa tiba-tiba KPK sebagai bagian pemerintah mengabaikan perjanjian dengan menjadikan SN dan isterinya sebagai tersangka yang telah merugikan negara,” kata Otto Hasibuan yang bersama Maqdir Ismail yang mendapat kuasa dari SN dalam perkara gugatan terhadap Audit BPK 2017.

Untuk menguji penyelesaian BLBI yang diterima tidak kurang dari 48 bank selama krisis 1998, DPR-RI pada 2002 pernah meminta BPK-RI untuk melakukan audit, termasuk terhadap penyelesaian yang dilakukan SN. Dalam laporan audit investigasi BPK-RI 2002 ini, secara tegas dinyatakan tidak ada kerugian negara dan pemberian imunitas kepada SN layak dan sah karena dia sudah memenuhi semua kewajibannya.

Kemudian pada 2004, sesuai dengan amanat Inpres 8/2002 yang merupakan implementasi UU 2005/2000 dan Tap MPR XI/2001, BPPN memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada semua obligor BLBI yang sudah menuntaskan kewajibannya, termasuk SN.

Dengan demikian, kasus BLBI sebetulnya sudah tuntas, baik secara hukum maupun politik. Secara politik, DPR sebagai lembaga legislatif telah menerima penyelesaian BLBI, begitu pula secara hukum pemerintah telah menjanjikan dan memastikan tak akan memulai penuntutan pidana terhadap obligor yang telah menandatangani MSAA.

“Saya mengikuti kasus BLBI ini sejak 2001. Berdasarkan fakta hukum yang ada, penyelesaian kewajiban BLBI Sjamsul Nursalim sudah tuntas sejak 20 tahun lalu,” kata Maqdir. Mohar/Iwan

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…