Oleh: Sarwani
Usai Pemilu 2019 pemerintah mulai fokus membenahi perekonomian. Apalagi perang dagang antara AS dan China semakin hari semakin sengit yang berdampak pada lesunya ekonomi global. Indonesia sebagai warga dunia mau tidak mau akan terkena dampaknya.
Yang paling dirasakan adalah menurunnya ekspor. Kondisi pelemahan ekonomi dunia mempengaruhi tingkat permintaan yang menurun cukup tajam sehingga penjualan barang ke luar negeri anjlok. Akibatnya, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan karena ekspor tidak lebih tinggi dari impor.
Namun dibalik perang dagang tersebut, muncul peluang yang bisa dimanfaatkan pengusaha-pengusaha domestik. Para pengusaha dapat meningkatkan kapasitas dan mengisi celah yang ditinggalkan oleh produk China yang biasa mengisi pasar AS.
Dalam pertemuan dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Presiden Joko Widodo menyampaikan hal itu. Menurut dia, peluang seperti itu secara detail harus dilihat dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan ekspor.
Pada kesempatan tersebut para pengusaha berharap pemerintah dapat menekan defisit transaksi berjalan. Jika hanya mengandalkan pada kebijakan fiskal dan moneter, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tidak akan lebih dari 5 persen.
Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi dan keluar dari jebakan kelompok negara berpendapatan menengah jika mampu mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia terjebak pada pertumbuhan 5 persen.
Untuk itu para pengusaha berpendapat pemerintah perlu memperkuat kebijakan di sektor riil, antara lain dengan mendorong pendidikan vokasi yang masif dan merata serta mempercepat peningkatan kualitas sektor pariwisata. Apakah keinginan swasta tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan menekan defisit transaksi berjalan? Bagaimana pemerintah sebaiknya merespon keinginan tersebut?
Dalam pertemuan pemerintah dan swasta tersebut tampak ada dua kepentingan. Pemerintah menghendaki pengusaha menaikkan kapasitas dan memanfaatkan peluang dari perang dagang, sementara swasta meminta pemerintah menekan defisit transaksi berjalan, tidak mengandalkan pada kebijakan fiskal dan moneter, mengembangkan pendidikan vokasi, dan meningkatkan kualitas sektor pariwisata. Apakah dua kepentingan tersebut bisa dipertemukan?
Apakah pemerintah cukup mengajak swasta untuk meningkatkan kapasitas saja? Apakah swasta akan tertarik dengan ajakan tersebut? Apakah perlu prasyarat yang harus dipenuhi agar ajakan tersebut efektif dijalankan? Apa yang menjadi domain pemerintah dan apa yang seharusnya menjadi domain swasta?
Pihak mana yang sebaiknya memulai inisiatif peningkatan kapasitas, pemerintah atau swasta? Kebijakan apa yang perlu disusun pemerintah agar ajakan kepada swasta tersebut bisa direalisasikan di lapangan? Bagaimana bentuk kerja sama yang baik antara kedua pihak? (www.watyutink.com)
Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…
Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…
Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…
Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…