Standar Laporan Keuangan

Kemelut laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk ternyata belum usai. Kementerian Keuangan menyimpulkan bahwa hasil audit laporan keuangan maskapai BUMN itu tidak sesuai standar akuntansi yang berlaku. Karena itu Garuda kemungkinan besar akan dikenakan sanksi sesuai kesalahan yang dilakukannya.

Kesimpulan audit laporan keuangan Garuda tersebut diungkap oleh Sekjen Kemenkeu Hadiyanto, bahwa Kemenkeu telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap kantor akuntan publik (KAP) terkait laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018. Adapun KAP yang dimaksud adalah Tanubrata Sutanto Brata Fahmi Bambang & Rakan Member of BDO Internasional. "Kesimpulannya ada dugaan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit itu belum sepenuhnya mengikuti standar akuntansi yang berlaku," ujar Hadiyanto.

Memang Kemenkeu belum bisa memberikan sanksi secara langsung meskipun sudah ada kesimpulan hasil audit yang tidak sesuai standar akuntansi. Pasalnya, Garuda merupakan perusahaan terbuka yang sebagian sahamnya dimiliki oleh publik. Sehingga sanksi yang berkaitan dengan dugaan adanya kelalaian dalam pelaksanaan audit dan pemberian opini, menunggu hasil pemeriksaan assessmen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjatuhkan sanksi dalam bentuk apa.

Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal pun mengakui pihaknya memang sudah diperiksa oleh PT Bursa Efek Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Posisinya masih menunggu. Kalau disuruhnya apa ya kita tunggu saja," ujarnya.

Jika BEI, OJK ataupun BPK menginstruksikan Garuda harus menyajikan kembali laporan keuangan, manajemen Garuda masih akan berunding terlebih dahulu dengan auditornya. Pasalnya, persoalan laporan keuangan Garuda 2018 menjadi sorotan lantaran perolehan laba bersih perusahaan dianggap janggal.

Seperti diketahui, pada 2018 GIAA mencatatkan laba bersih US$809,85 ribu atau setara Rp11,33 miliar (kurs Rp14.000). Laba itu berkat melambungnya pendapatan usaha lainnya yang totalnya mencapai US$306,88 juta. Namun, ada dua komisaris yang tidak mau menandatangani laporan keuangan itu. Mereka merasa keberatan atas pengakuan pendapatan atas transaksi perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia.

Kerja sama itu dianggap tidak sesuai dengan kaidah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 23. Karena manajemen Garuda Indonesia mengakui pendapatan dari Mahata sebesar US$239,94 juta, yang diantaranya sebesar US$28 juta merupakan bagian dari bagi hasil yang didapat dari PT Sriwijaya Air. Padahal uang itu masih dalam bentuk piutang, namun diakui perusahaan masuk dalam pendapatan.

Persoalannya, pemegang saham terbesar yakni pemerintah berpandangan sebaliknya. Mereka menyetujui laporan keuangan tersebut. Apakah hal ini pertanggungjawaban manajemen Garuda dapat dikategorikan sebagai manipulasi laporan keuangan sehingga dapat merusak citra perusahaan? "Itu namanya manipulasi pelaporan. Kan piutang artinya pendapatan belum tertagih. Jadi piutang tetap piutang," ujar Enny Sri Hartati, ekonom Indef beberapa waktu lalu.

Pemerintah sebagai pemegang saham terbesar seharusnya mampu melakukan pengawasan melalui komisaris yang ditempatkan. Bagaimana sikap komisaris perwakilan dari pemerintah di Garuda? Sebagai perusahaan yang tercatat di pasar modal, manajemen Garuda seharusnya sadar untuk melakukan hal-hal yang terbuka.

Bagaimanapun, apabila manajemen Garuda tidak transparan tentu akan berisiko mengurangi kepercayaan publik. Bukankah BUMN selalu dituntut melakukan tata kelola lebih transparan, yang pada gilirannya membantu direksi untuk mengatasi tekanan kepentingan politik.

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…