Bisnis Bakrie Telecom Belum Lepas dari Rugi

NERACA

Jakarta- Di saat emiten industri telekomunikasi tengah ekspansif di layanan 4G dan memperluas jaringan layanan data, sebaliknya PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) masih berkutat pada persoalan performance kinerja keuangan yang terus merugi. Perseroan mencatat rugi neto yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp720,57 miliar hingga periode 31 Desember 2018 turun dari rugi Rp1,49 triliun di periode sama tahun sebelumnya.

Dalam laporan keuangan yang dirilis di Jakarta, kemarin, pendapatan usaha neto perseroan tercatat Rp3,81 miliar naik dari Rp3,50 miliar dan beban usaha turun menjadi Rp40,86 miliar dari beban usaha Rp860,12 miliar tahun sebelumnya. Rugi usaha turun menjadi Rp37,05 miliar dari rugi usaha Rp856,62 miliar tahun sebelumnya dan beban lain-lain tercatat Rp690,93 miliar turun dari beban lain-lain Rp748,62 miliar dan rugi sebelum beban pajak penghasilan turun menjadi Rp727,98 miliar dari rugi sebelum pajak penghasilan tahun sebelumnya yang Rp1,60 triliun.

Kemudian jumlah aset perseroan mencapai Rp713,50 miliar hingga periode 31 Desember 2018 turun dari jumlah aset Rp718,02 miliar hingga periode 31 Desember 2017.  Di tahun 2017 lalu, rugi BTEL sebesar Rp 540,11 miliar. Kerugian ini turun 8,12% ketimbang priode yang sama tahu lalu Rp 587,88 miliar. Padahal, pendapatan usaha BTEL melonjak 23,73% menjadi Rp 4,40 miliar dari sebelumnya Rp 3,36 miliar.

Sebagai informasi, saat ini perseroan tengah fokus menghilangkan beban utangnya baik dalam bentuk dollar ataupun rupiah. Perusahaan sesumbar menargetkan bisa merampungkan restrukturisasi utang di kuartal pertama tahun 2018. Saat ini, BTEL tengah fokus mendistribusikan obligasi wajib konversi (OWK) kepada para krediturnya. Sebab, belum semua kreditur yang berada di bawah Bakrie Telecom Pte Ltd, selaku penerbit obligasi yang berbasis di Singapura, menerima OWK.

Pihak PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sendiri sempat menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham BTEL di seluruh pasar sejak sesi II perdagangan, Senin (27/5). Saham BTEL sebelumnya sudah pernah disuspensi oleh BEI pada 31 Oktober 2017, yang kemudian keputusan tersebut dicabut pada 13 November 2017. Selain itu, sejak 7 Maret 2013 harga saham perusahaan tidak bergerak di level Rp 50/saham alias saham gocap.

Dalam keterbukaan informasi, BEI menyebutkan alasan suspensi BTEL kali ini adalah karena perusahaan memperoleh 'Opini Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)' dari akuntan publik/auditor selama 2 tahun berturut-turut, yaitu periode 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017. Mempertimbangkan kondisi neraca dan kinerja laba perusahaan yang terus tergerus, bisa disimpulkan BTEL sudah masuk ke dalam kategori financial distress atau kesulitan keuangan.

Suatu perusahaan dapat dikategorikan sedang mengalami financial distress atau kesulitan keuangan apabila perusahaan tersebut menunjukkan angka negatif pada laba operasi, laba bersih dan nilai buku ekuitas. Kondisi ini umumnya ditemukan sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi.

BERITA TERKAIT

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…