Perbaiki Defisit Transaksi Berjalan, Perhitungan Investasi Migas Dirombak

 

 

NERACA

 

Jakarta - Pemerintah menetapkan dua kebijakan, yakni di antaranya merombak mekanisme perhitungan investasi eksplorasi migas PT. Pertamina Persero di luar negeri, untuk menekan defisit neraca perdagangan migas, sekaligus pada akhirnya dapat memperbaiki defisit transaksi berjalan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan selama ini hasil eksplorasi migas yang dibawa Pertamina ke dalam negeri tercatat sebagai impor. Sementara itu, jasa investasi eksplorasi migas yang telah dilakukan Pertamina di luar negeri tidak tercatat dalam pendapatan primer.

"Sebetulnya, defisit migas kita tidak terlalu lebar. Masyarakat perlu tahu bahwa hasil eksplorasi minyak yang dilakukan Pertamina di luar negeri dan di bawa ke dalam negeri tercatat sebagai barang impor. Itulah yang menyebabkan defisit neraca perdagangan menjadi lebar," katanya, seperti dikutip Antara, kemarin. Darmin mengatakan ke depannya, pencatatan atas impor minyak mentah hasil investasi dari Pertamina di luar negeri akan tetap dicatat di Neraca Perdagangan. Namun, hasil investasi dari Pertamina di luar negeri juga akan dicantumkan sebagai pendapatan primer dalam komponen di neraca pembayaran.

Kedua pencatatan tersebut, menurut Darmin, sesuai dengan standar International Merchandise Trade Statistic (IMTS) dan standar Balance of Payment Manual atau Manual Neraca Pembayaran dari Dana Moneter Internasional (IMF). Dengan pencatatan hasil investasi Pertamina tersebut, maka pendapatan primer di Neraca Pembayaran akan meningkat sehingga dapat mengurangi defisit neraca transaksi berjalan (Current Account Deficit).

"Dengan adanya kebijakan ini diharapkan defisit neraca perdagangan migas akan dapat dikurangi dalam waktu dekat," ujar Mantan Gubernur Bank Indonesia itu. Di kuartal I 2019, defisit neraca transaksi berjalan Indonesia sebesar tujuh miliar dolar AS, atau 2,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit itu meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama 2018 yang sebesar 5,5 miliar dolar, tapi jika dibandingkan dengan kuartal IV 2018 menurun dari level 9,2 miliar dolar AS.

Selain itu, pada rapat Rabu ini, pemerintah juga menetapkan bahwa minyak mentah hasil eksplorasi di dalam negeri akan diolah dan dipasarkan di dalam negeri, dari yang sebelumnya menjadi komoditas ekspor. Hal itu, kata Darmin, diharapkan dapat mengurangi impor minyak mentah yang dibutuhkan oleh Pertamina untuk memproduksi BBM, seperti solar dan avtur.

Bank Indonesia (BI) mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal I-2019 sebesar US$ 7 miliar atau 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada triwulan sebelumnya yang mencapai US$ 9,2 miliar (3,6% dari PDB). "Penurunan defisit neraca transaksi berjalan terutama didukung oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang sejalan dengan peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas dan perbaikan defisit neraca perdagangan migas," tulis keterangan resmi BI, dikutip Jumat (10/5).

Hal ini dipengaruhi oleh penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan pengendalian impor beberapa komoditas tertentu yang diterapkan sejak akhir 2018. Sementara itu, defisit neraca jasa mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh penurunan surplus jasa perjalanan (travel), seiring dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun sesuai dengan pola musimannya, di tengah impor jasa pengangkutan barang (freight) yang menurun.

Kemudian untuk transaksi modal dan finansial pada kuartal I-2019 mencatat surplus yang cukup tinggi, mencerminkan optimisme investor terhadap prospek perekonomian domestik. Surplus transaksi modal dan finansial pada kuartal I-2019 tercatat sebesar US$ 10,1 miliar, terutama ditopang oleh aliran masuk investasi langsung yang cukup tinggi. Hal tersebut mencerminkan persepsi positif investor terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, berkurangnya risiko ketidakpastian di pasar keuangan global turut menjadi faktor pendorong aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio.

Surplus transaksi modal dan finansial pada kuartal I-2019 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada kuartal sebelumnya, sejalan dengan adanya pembayaran obligasi global pemerintah yang jatuh tempo. Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2019 mencatat surplus seiring dengan defisit transaksi berjalan yang membaik dan surplus transaksi modal dan finansial yang cukup tinggi. Surplus NPI pada kuartal I-2019 tercatat sebesar US$ 2,4 miliar.

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…