Jaga Kebijakan Harga

Ketika Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Ombudsman RI mengendus kebijakan impor berbagai komoditas pangan tampaknya terdapat  kekurangsinkronan antara Kementan, BPS dan Kementerian Perdagangan. Diantaranya ditemukan ketidakakuratan data produksi  yang berdampak pada kebijakan mengimpor beras kurang tepat. Ada disparitas besar antara laporan yang dijadikan data nasional dan kenyataan di lapangan.

Padahal beras misalnya, sebagai kmoditas strategis karena berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak, seharusnya negara fokus dan serius melakukan upaya penyediaan stok pangan nasional serta menjaga stabilitas harga pangan secara konsisten dan berkesinambungan.

Dari fakta lapangan terungkap, pasokan beras yang tersendat sehingga membuat harga beras (medium) kian meroket melampaui aturan harga eceran tertinggi (HET), jelas menunjukkan pemerintah tidak siap dan tidak merumuskan kebijakan yang komprehensif untuk menjaga ketersediaan berasdi dalam negeri. Ini dapat dikatakan bahwa kementerian yang membawahinya tidak memiliki platform yang jelas dan komunikasi yang baik antarlintas kementerian/lembaga. Padahal persoalan beras sudah merupakan  best practice yang secara rutin tahunan.

Kita mengingatkan para pengambil keputusan strategis agar memahami dengan benar dan baik, bahwa  produksi beras tidak sama dengan pola industri modern otomotif, manufaktur dan lainnya. Produksi beras seharusnya dijalankan dengan sistem pertanian rakyat tradisional, dikerjakan secara sederhana, dan di atas lahan sempit. Adalah Presiden Soeharto sangat memahami kondisi tersebut, sehingga beliau memahami semua strategi kebijakan swasembada beras dengan program fokus pada petani kecil dan sistem pertanian lahan sempit tersebut.

Bagaimanapun, kebijakan swasembada itu terintegrasi dengan kepemimpinan yang kuat sehingga berjalan efektif. Karena itu, Indonesia selamat dari jebakan sebagai negara pengimpor beras terbesar di dunia dan muncul sebagai penghasil beras saat di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Namun, belakangan muncul kebijakan yang terasa tidak konsisten dalam usaha meningkatkan produksi pangan di dalam negeri, kecuali hanya mengandalkan impor. Tidak ada lagi sistem kebijakan yang terintegrasi seperti pengalaman masa lalu dan best practice yang pernah dilakukan pemerintahan beberapa tahun lalu. Nah, kebijakan yang baik di masa lalu selayaknya ditiru oleh pemerintahan berikutnya. Ironinya, ini justru banyak diadopsi negara lain. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, bukan hanya tidak diikuti oleh pemerintah, bahkan program lama dan hasil-hasilnya dibiarkan punah. 

Hampir semua elemen kebijakan yang sukses tersebut “dipreteli” satu persatu secara tidak bertanggung jawab. Sistem irigasi dibiarkan rusak dan lahan subur dirombak menjadi permukiman atau kawasan industri. Sistem penyuluhan perdesaan tidak ada lagi. Produksi sekarang distimulasi harga beras yang cukup tinggi, yang pada akhirnya diredam melalui kebijakan impor beras.

Karena itu, kini saatnya pemerintah perlu membuat terobosan strategi kebijakan persawahan sangat besar di luar Jawa yang dibangun dengan cara modern didukung badan usaha modern pula. Artinya, BUMN harus hadir dengan dorongan politic willpemerintah dan DPR sehingga sistem produksi beras bisa berbasis sistem pertanian rakyat dan pertanian besar dapat terwujud dalam waktu tidak terlalu lama.

Selain beras, pemerintah juga dituntut untuk menjaga konsistensi kebijakan impor komoditas lainnya di tengah suasana politik jelang pesta demokrasi pada 17 April 2019. Penegasan Menkeu Sri Mulyani bahwa pemerintah tidak khawatir terhadap kondisi perekonomian nasional saat Pemilu berlangsung nanti, hendaknya perlu didukung oleh pimpinan Kementerian/Lembaga lainnya. Ini merupakan kunci utama kebersamaan tim ekonomi pemerintahan Jokowi-JK mampu menjaga iklim ekonomi yang kondusif hingga Pemilu berakhir dengan damai di NKRI. 

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…